13. Luna Maharani

610 42 0
                                    


"Si Luna mana, sih?" Aileen berujar dengan kesal ketika dirinya, Diaz, dan Vira sudah menunggu sahabat mereka yang satunya selama setengah jam.

"Sabar, mungkin lagi di jalan, dia. Rumah dia memang agak jauh dari sini." Vira berbicara dengan nada datarnya. Walau dalam hatinya sebenarnya dia sudah mengumpati Luna.

Saat ini masih dalam masa libur. Seminggu lagi agar sekolah kembali masuk. Dan ketiganya sedang ingin berjalan-jalan, mumpung masih libur. Tidak jauh, hanya ke tempat-tempat wisata terdekat di wilayah mereka.

"Iya sih di jalan. Tapi nggak mungkin juga dia jalan kaki 'kan?" Aileen membalas perkataan Vira.
Diaz terkekeh mendengar perkataan Aileen. Tidak kaget lagi, kalau Luna memang benar-benar berjalan kaki dari rumahnya.

Ketika ketiganya masih kesal dengan Luna yang tidak kunjung muncul, tiba-tiba sebuah taxi berhenti di depan pagar rumah bibi Aileen.

"Nah, itu orangnya." Diaz menunjuk Luna yang baru keluar dari taxi.

"Ah, akhirnya." Aileen menghela napas lega. Tidak jarang rencana mereka gagal, karena Luna tidak bisa hadir. Aturan dalam pertemanan mereka hanya satu. Mending dibatalkan saja rencananya daripada salah satu tidak ikut. Karena pandangan keempatnya adalah, karena satu kali seseorang dari mereka tidak ikut, itu akan terus berkelanjutan yang membuat hhbungan regang.

"Lo dari mana setan!" Aileen langsung mengumpati Luna ketika melihat Luna mulai melangkah mendekati mereka.

"Setan? Kamu bertanya sama siapa, Leen?" Luna menatap ke sekitarnya.

Aileen menepuk jidatnya. Astaga, dia lupa siapa yang di depannya saat ini.
Dia Luna; Luna Maharani dengan segala kepolosan dan kebegoannya.

"Udah, biar gue aja." Diaz sok-sok an menenangkan Aileen dan mengatakan bahwa dia saja yang mengambil alih.

"Lo dari mana makanya bisa lama nyampe nya?" Diaz mengatakannya dengan nada tenang.

"Hah? Maksudnya? Aku dari mana memangnya?" Luna menunjuk dirinya sendiri. Dia kurang paham dengan apa yang dikatakan Diaz.

Diaz menghela napasnya. Baru beberapa detik dia berbicara dengan Luna, darahnya sudah mendidih.
"GUE NANYA SAMA LO! KOK LO NANYA BALIK!" Diaz sudah tidak tahan.

Luna sampai menutup matanya karena angin yang dibuat oleh teriakan Diaz, menyapu wajahnya. Ditambah air liur Diaz yang muncrat ke wajahnya.
"Iihh, jorok banget sih!" Luna mengelap wajahnya yang sempat basah karena air liur Diaz yang muncrat.

Diaz menutup mulutnya dan menarik napasnya dalam. Dia mencoba untuk tetap bersabar. Lelaki itu kembali duduk di kursi yang ada di teras rumah bibi Marni.
"Gue menyerah."

"Tapi gaya lo sok-sok an tadi." Aileen mencibir.
Diaz hanya mendengus saja.

"Lo kenapa bisa terlambat datang?" Akhirnya hanya Vira saja yang tahan terhadap Luna. Gadis dengan kesabaran tingkat super tinggi ini ternyata cukup sering emosi karena berbicara dengan Luna.

Luna terkekeh.
"Hehehe, maaf. Soalnya tadi harus dandan dulu."

Ketiganya langsung menatap Luna dari atas sampai bawah. Mungkin karena sering melihat Luna, ketiganya menganggap Luna itu biasa-biasa saja.
Padahal Luna sangat cantik.

"Lo gila?" Aileen baru sadar dengan pakaian Luna. Mungkin dia terlalu emosi tadi, maka dari itu dia tidak melihat style Luna yang selalu cetar membahana.

"Gila? Nggak kok, aku masih waras. Buktinya aku nggak memiliki masalah dengan ingatan atau tingkah laku." Luna menatap ujung sepatunya.

Aileen menghela napas mendengar hal tersebut.
"Bukan itu. Tapi lo kenapa pake celana panjang, baju panjang, syal, sama topi? Lo sakit?"

AILEEN (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang