6. Sekolah Baru

1K 60 0
                                    

Tidak sampai seminggu, Aileen sudah masuk sekolah lagi. Selama beberapa hari belakangan ini, Aileen sudah bertekad dan meyakinkan diri bahwa dia akan menjadi gadis sopan, rajin, lemah lembut, dan tidak emosian. Semoga saja terwujud. Dia akan berubah selama dia bersekolah di SMA Penerus Bangsa. Itu tekadnya.

Kali ini bibinya mendaftarkannya di sekolah yang bagus, yang elit. Salah satu sekolah termahal di negri itu. Hanya anak-anak konglomerat yang bisa sanggup membayar uang sekolah di sana. Bibinya sudah terlanjur sangat baik dalam merawat dirinya. Rela membuang pendapatannya sendiri demi Aileen.

"Cantik! Seperti biasanya!" Aileen menatap penampilannya pada cermin yang ada di hadapannya. Dia juga menatap rambutnya yang sudah dia ikat dengan rapi.

"Harus berubah! Jangan emosian!" Aileen lagi-lagi menyemangati dirinya dan meyakinkan dirinya agar dia berubah. Empat kali pindah sekolah, bukan sebuah prestasi ataupun pengalaman yang baik.

"AILEEN! TURUN! MAKAN! JANGAN TERLAMBAT DIHARI PERTAMA SEKOLAHMU!"

Mendengar suara teriakan bibinya. Aileen segera beranjak dari depan cermin. Gadis itu sekalian membawa tas sekolahnya agar dia tidak bolak-balik ke kamarnya.

"IYA BIBI!" Aileen balas berteriak.

Tidak sampai lima menit, Aileen sudah tiba di meja makan. Dia menatap meja makan untuk mencari tahu apa menu sarapan yang dibuat bibinya pagi ini.

Hanya ada telur mata sapi dan nasi putih. Tidak lupa segelas susu putih. Aileen kurang suka dengan makanan berbau telor. Eneg saja dia rasa. Bukan karena memiliki alergi atau semacamnya, hanya tidak suka saja.

"Makan saja dulu ini. Kita kehabisan bahan makanan." Bibinya menyadari ekspresi Aileen yang tampak tidak bersemangat ketika melihat makanan yang ada di atas meja.

Aileen menghela napasnya.
Dia duduk di kursi tepat di hadapan bibinya. Dan mulai memakan sarapannya.

"Bibi tidak akan peduli lagi dengan sekolahmu, kalau kali ini kau dikeluarkan lagi." Marni mengancam Aileen dengan tatapan seriusnya.

Aileen dengan susah payah menelan makanan yang sudah dikunyah di dalam mulutnya. Kalau bibinya sudah berbicara dengan nada datar dan tatapan serius, itu bukan sekedar omong kosong belaka. Watak bibinya sangat jauh berbeda dengan watak ibunya.

"Iya bibi." Aileen hanya bisa mengangguk sambil menghabiskan makanan yang ada di piringnya.

Marni tidak memberikan respon apa-apa setelahnya.

"Bibi kemungkinan akan lembur di klinik. Kamu jangan kelamaan kalau mainnya nanti." Marni memberitahu tentang jadwalnya.

"Iya bibi." Aileen lagi-lagi mengiyakan.

"Cepat habiskan sarapanmu!"

Aileen tidak menyahut lagi. Dia langsung melaksanakan apa yang diperintahkan bibinya. Segera dia menghabiskan makanan yang ada di piringnya lalu menengak segelas susu yang dibuat bibinya. Setelah itu Aileen pamit kepada bibinya dan segera berangkat ke sekolah.

●●●

Tekadnya yang ingin menjadi gadis sopan, pendiam, lemah lembut itu nyatanya langsung lenyap seketika ketika dia tahu bahwa dia akan sekelas dengan dua sahabatnya. Diaz dan Vira.
Astaga, dia lupa memikirkan hal apa yang harus dia lakukan jika bertemu ketiga sahabatnya di sekolah itu.

"Perkenalkan nama kamu!" Wali kelasnya yang dia prediksi berusia kisaran empat puluh tahunan menyuruh dirinya.

Saat ini dia sedang ada di depan kelas. Dia menghitung jumlah kepala yang duduk dihadapannya saat ini. Ada 30 kepala. Tidak ikut dia dan wali kelasnya.

AILEEN (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang