84 (Rumah Sakit)

1.5K 153 1
                                    

"Kak, hari ini mau ke rumah sakit ?" Tanya Haechan yang sedang membuatkan secangkir teh untuk Mark.

"Iya, Hyuck. Aku juga udah kasih tau Bibi kalau hari ini kita akan pergi ke rumah sakit." Balas Mark.

Haechan mengangguk. Selesai membuatkan teh untuk Mark, ia pun segera memberikan secangkir teh itu pada Mark. "Ini tehnya." Ucapnya.

"Makasih, sayang." Balasan dari Mark membuat Haechan tersipu. Jarang sekali Mark memanggilnya dengan panggilan sayang, karena itu ia tersipu.

"Oh, iya Kak. Bibi ke mana ? Kok aku gak liat sih dari tadi."

"Waktu kakak minta izin ke Bibi, beliau ingin pergi ke rumah temannya dulu sekaligus pergi ke pasar."

"Ohh... Gitu, ya kak. Ngomong-ngomong, kapan kita perginya ?" Tanya Haechan lagi.

"Siang ini, Hyuck. Pukul satu siang."

⋘ ──── ∗ ⋅◈⋅ ∗ ──── ⋙

"Sayang, ini gapapa kita cuma bawa buah aja ?" Tanya Mark pada Haechan.

"Iyaaa, Kak. Lagi pula yang makan pasti cuma kakak atau Ayah." Jawab Haechan.

Mark menghembuskan nafasnya gusar. "Iyaa, deh. Aku cuma gak enak aja gitu, udah lama gak ketemu."

"Tunggu. Kakak udah tau ?" Haechan menatap Mark bingung.

Mark mengangguk dan mengusap surai halus milik Haechan. "Iya, sayang. Maafin aku, ya ?"

Haechan menggelengkan kepalanya. "Ini bukan salah kakak. Ini udah takdir, kak."

Mark tersenyum mendengar balasan sang kekasih. "Makasih, ya. Kalau begitu, ayo masuk. Jangan buat mereka menunggu kita."

"Iya, kak."

Mereka memasuki rumah sakit tersebut. Setelah sampai, Mark bertanya pada salah satu suster di sana tentang letak ruangan pasien bernama Davidya Kim. Setelah diberi tau, mereka pun langsung pergi menuju ruangan tersebut.

Room no. 304–VIP Bougenville.

Suara pintu terbuka terdengar. Membuat orang-orang yang berada di dalam ruangan tersebut menoleh ke sumber suara.

"Ah, anakku rupanya sudah datang." Ujar salah satu pria dewasa di sana.

"Ayah !" Haechan memeluk Ayahnya dengan erat.

Pria dewasa tersebut adalah Ayahnya Haechan. Ya, Tjahaya Tunggal Purnama atau nama lainnya adalah Taeil Moon.

"Ayah kangen banget sama kamu. Udah lama gak datang ke sini. Bunda juga kangen banget sama kamu." Mendengar ucapan Ayahnya, Haechan pun menangis.

"Astaga, anaknya Ayah jangan nangis dong. Liat tuh diliatin." Taeil melirik Mark yang tengah terdiam sembari melihat interaksi ayah dan anak itu.

Menyadari bahwa Mark tengah dilirik oleh Taeil. Ia pun langsung mendekatinya. "Halo, Om udah lama gak ketemu."

Taeil memicingkan matanya. Setelah itu ia membolakan matanya, seakan-akan ia terkejut pada Mark. "Nicholas ?!"

"I-iya, Om." Mark menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Astaga... Sudah besar sekali kamu, Nicholas. Jadi, Haechan... Dia temanmu atau pacar kamu ?" Ujar Taeil menggoda Haechan.

"Ayaaaaah."

Ternyata Haechan tengah malu.

"Hahaha lucu banget anak Ayah. Oh, iya Nicholas. Makasih sudah datang, ya."

"Iya, Om dan maafin saya juga."

Mengetahui maksud Mark. Taeil melepas pelukannya pada Haechan, membuat Haechan kebingungan. "Ayah mau ke mana ?" Tanya Haechan.

"Ayah mau bicara sama Nicho—"

"Gak perlu, Yah. Aku udah ceritain semua sama Nicho." Potong Jeffrey.

Taeil pun mengangguk dan mengajak Nicho melihat istrinya yang tengah terbaring di ranjang rumah sakit.

"Nicho. Ibu dinyatakan koma setelah ia sampai di rumah sakit beberapa tahun yang lalu, tepatnya di hari ulang tahunmu. Kamu gak perlu minta maaf karena, ini sudah takdir." Ujar Taeil pada Mark.

Taeil menarik nafas dan menghembuskannya. Setelah itu ia kembali melanjutkan ucapannya. "Dua tahun yang lalu, para dokter hampir menyerah. Karena, Ibu sudah koma terlalu lama, namun tak lama kemudian jari Ibu bergerak dan itu membuat para dokter tidak jadi menyerah. Hanya saja, setelah itu sudah tidak ada lagi tanda-tanda Ibu sadar dari komanya."

"Ayah... Terus bagaimana ?" Tanya Haechan.

"Ayah kurang tau, tapi ayah juga tidak tega Ibu seperti ini, tubuhnya dipenuhi oleh banyak alat bantu. Sepertinya Ayah akan setuju untuk—"

"AYAH ! IBU KEJANG !" Teriak Jeffrey tiba-tiba. Taeil dengan segera menekan tombol panggilan untuk suster/dokter. Tak lama kemudian, dokter dan suster pun datang.

"Kak... Bunda bakal sadar, kan ? Bunda gapapa, kan kak ?" Tanya Haechan pada Mark.

"Iya, sayang. Percaya sama kakak."

Haechan pun memeluk Mark dengan erat. Tanpa Haechan ketahui, Mark tengah bingung sekarang. Ia merasa bersalah akan semuanya. Ia juga takut, jika Ibu Haechan tidak sadar. Apa yang akan terjadi dengan mereka.

TBC

Makin aneh. Aku cepetin aja kali, ya end nya :(

Anyways, makasih, yaa yang udah kasih semangat untuk aku. I love youuu 💖

–Chaa.

Chatting | MARKHYUCK ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang