8

32 1 0
                                    

Suasana pagi ini begitu tenang. Belum ada seorang pun yang berangkat. Atau mungkin karena Rasi tak melihat satu orang pun. Udara dingin menghembus hingga ke tulang-tulang membuat gadis itu berjalan sembari memeluk dirinya sendiri. Jaket yang ia kenakan belum sepenuhnya melindungi tubuh dari suhu dingin.

"Bil!"

Rasi kenal suara itu, panggilan itu. Benar, Sandi. Dari depan kelas, si Pradana idaman semua wanita itu melambungkan senyuman kepada Rasi yang berjalan sambil mendongak ke arahnya. Rasi berniat berangkat lebih pagi karena suatu alasan. Baguslah, Sandi sudah berangkat.

Rasi tersenyum dan mengernyitkan dahinya. "Tumben?"

"Cepetan naiknya..!" pinta Sandi dengan suara pelan.

"Trasi!" panggil seseorang dari belakang, membuat Rasi menoleh.

"At.. Pagian gue," ucap Rasi dengan bangganya karena berangkat lebih awal dari sahabatnya yang kini mempercepat langkahnya hingga berada di sampingnya.

"Iya, lo menang. Lo menang.. juara.. berjuang demi-"

"Diem, nggak?" potong Rasi sambil bersiap meluncurkan cubitan maut di bahu Satya.

Satya akhirnya menutup mulut. Tangan Rasi sudah menempel di bahunya. Sekali ia buka mulut, Rasi pasti mencubitnya. Saat tiba di depan kelas, barulah Satya membuka resleting tas Rasi dengan jail dan segera berlari masuk kelas sebelum gadis itu mencubitnya. Satya memang hobi menjaili sahabatnya yang satu itu, apalagi soal Sandi. Rasi mendengus sebal. Ia melepas gendongan tasnya. Tepat sebelum itu, Sandi lebih dulu meraih tas Rasi dan menutup kembali resleting tas itu.

"Nanti aku pukul si Satya."

"Berangkat diklat jam berapa?" tanya Rasi sambil membetulkan gendongan tasnya.

"Habis ini. Yang lain udah disana, tapi aku mau ambil sesuatu di ruang Pramuka dulu."

"Kamu pasti belum sarapan, kan?"

Sandi mengangguk. Rasi melepas tas dari punggungnya, mengeluarkan kotak makan, yang sudah pasti berisi roti lapis isi stroberi kesukaannya. Namun jarang sekali ia yang memakannya melainkan manusia yang menyembunyikan satu tangannya fi belakang badan.

"Nih, dimakan.. Biar perut kamu nggak kosong," kata Rasi sambil menyerahkan kotak makan itu.

Sandi menerimanya. "Besok habis aku diklat, aku buatin spesial buat kamu."

Spesial. Baiklah, mari lihat apa yang dimaksud spesial oleh Sandi. Sedari tadi Sandi menyembunyikan tangannya di belakang, kini ia menunjukkan sebuah kotak, lebih tepatnya seperti hadiah.

"Sebenarnya mau aku kasih minggu depan. Tapi sekarang aja, deh."

Rasi menerima kotak itu. "Kenapa minggu depan?"

"Biar tanggal 14. Itu hadiah buat ulang tahun kamu bulan lalu. Aku sengaja kasih telat soalnya itu aku buat sendiri. Kamu buka di rumah aja, ya?"

Rasi mengangguk. "Nanti tempat makannya taruh di tas, ya?"

Rasi tak bisa berlama-lama lagi berhadapan dengan Sandi. Mengenai ulang tahunnya, 14 Februari kemarin membuat usianya genap 18 tahun. Rasi tak bisa mengekspresikan perasaannya, apakah harus senang atau sedih. Hadiah? Sandi benar-benar cukup penuh kejutan akhir-akhir ini.

Gadis itu pun berjalan perlahan sambil memperhatikan kotak pemberian Sandi dan menebak-nebak isi kotak itu. Setelah meletakkan tas di bangkunya, Rasi memilih keluar kelas, sebisa mungkin pergi agar tak diledek oleh Satya.

Selesai menghabiskan roti lapis milik Rasi, Sandi berniat mengembalikan kotak makan itu ke tas Rasi. Sandi meletakkan kotak makan itu sembarang. Melihat isi tas Rasi tertata rapih, Sandi mengambil lagi kotak makan itu. Selembar kertas tak sengaja tertarik keluar. Rupanya ada sebuah kantong pastik putih tertutup di bawah kertas tadi, entah apa isi di dalam kantong plastik itu.

BILYWhere stories live. Discover now