14

34 1 0
                                    

"Ma, aku mau ketemu temenku dulu. Dokter Liam dateng jam dua, kan?"

"Iya. Kamu udah makan kan, Sayang? Rafi juga udah makan?"

"Udah, Ma. Ini udah jam 10, aku sama Rafi udah makan."

"Udah minum obat? Mama nggak suka loh, kalau kamu nggak rutin minum obatnya."

"Udah, Ma."

"Ya udah, hati-hati, ya. Minta tolong Satya langsung anter kamu pulang aja kalau udah selesai."

"Iya, Ma."

Setelah sambungan telepon terputus, Rasi menuju ke kamar untuk mengambil helmnya sebelum kembali ke ruang tamu. Ia kembali duduk di sofa ruang tamu sambil menunggu Satya datang menjemputnya. Satya hendak mengerjakan tugas di rumah Tio sehingga mengajak Rasi untuk pergi bersama karena menuju ke arah yang sama.

Rafi baru saja keluar dari kamarnya dengan sebuah mangkuk kosong bekas mi instan. Ujian Sekolah yang baru selesai kemarin membuatnya cukup lega sehingga ia pikir merayakannya dengan mi instan di pagi hari selagi ibunya tak ada di rumah bukanlah sebuah masalah.

"Kamu nggak kemana-mana kan, Raf?"

"Enggak. Kakak mau kemana?"

"Aku mau ke rumah sakit. Mau-" ucapan Rasi terpotong sebab Rafi menyela.

"Mau donorin darah Kak Rasi ke siapa lagi?"

Rasi terkejut mendengar pertanyaan adiknya. Terlebih, seingat Rasi ia tak pernah membicarakan soal donor darah kepada Rafi. Atau barangkali Rasi yang tak sadar bahwa Rafi membaca pesan Satya waktu itu.

"Aku bener, kan? Kakak kan harus jaga kesehatan."

"Aku baik-baik aja, Raf.."

"Kakak emang selalu bilang gitu. Kak Rasi sadar nggak kalau Kakak itu selalu mentingin orang lain dari pada diri sendiri, bahkan keluarga sendiri. Kak Rasi nggak tau kan, kalau Mama sempat pingsan karena vertigo Mama di hari Kak Rasi pulang malem habis donor darah? Terus Dokter Liam kesini pagi-pagi karena kondisi Kakak yang tiba-tiba nggak baik, kan?"

Rasi bergeming. Vertigo? Rasi tak pernah mendengar bahwa Bening mengidap vertigo.

"Aku sama Mama mau Kak Rasi sembuh. Papa juga pasti gitu kalau Papa masih disini. Kalau Kak Rasi nggak lebih mentingin keselamatan anak kecil itu daripada Papa," ujar Rafi dengan suaranya yang terdengar serak sebelum ia meninggalkan kakaknya yang semakin bungkam.

Tawa gadis kecil itu semakin rekah setelah berhasil mengoleskan es krim dengan jari mungilnya ke hidung seorang pria dewasa. Haidar, seseorang yang kerap ia panggil "Papa" membersihkan mulutnya yang belepotan karena es krim dengan sebuah tisu. Sang Ayah juga membersihkan jemari putri kecilnya itu. Setelahnya, Haidar berjalan menuju kran air di taman kota ini untuk mencuci tangan serta membasuh hidungnya yang masih terasa kotor karena es krim.

Pria berkemeja putih itu melambungkan senyuman ketika berpapasan dengan bocah laki-laki yang sedang menaiki sepeda sewa dengan kedua kaki menumpu pada tanah. Sepeda itu melaju berkat dorongan kedua kaki anak itu. Tampaknya ia belum bisa bersepeda.

Sesaat kemudian, Haidar kembali ke kursi taman tadi namun putri kecilnya tak ada di sana.

"Rasi.." panggil Haidar sembari menoleh ke segala arah, mencari keberadaan putri kecilnya itu.

Sore ini cukup banyak orang melintasi taman kota sehingga Haidar kesulitan menemukan putrinya. Tak disangka, putri kecilnya yang bernama Rasi itu tengah memegangi jok belakang sebuah sepeda yang dinaiki anak kecil yang tadi berpapasan dengannya. Sepertinya keduanya mudah akrab, melihat Rasi sedang membantu anak kecil itu melajukan sepedanya.

BILYWhere stories live. Discover now