15

36 1 0
                                    

"Satu, dua, tiga!"

Tepat setelah hitungan ketiga, suara jepretan sebuah kamera digital pada masa itu berhasil mengabadikan momen keluarga kecil ini. Sang fotografer berkata bahwa hasil cetak foto tersebut dapat diambil satu jam kemudian. Sembari menunggu, seorang wanita yang tak lain adalah ibu dari kedua anaknya itu mengajak untuk berjalan mengelilingi taman. Selagi masih di kota ini, tak ada salahnya mencicipi kuliner khas kota yang dijual di sekitar taman ini.

Melihat sebuah sepeda melaju di sekitar, seorang bocah berkaos biru yang masih digendong di depan oleh ayahnya tertarik ingin bersepeda. Ia juga ingat akan janji ayahnya bahwa ia akan dibelikan sepeda oleh ayahnya sebagai hadiah untuknya saat masuk SD.

"Ayah, Sandi pengen naik sepeda," ucap bocah berusia tujuh tahun itu kepada ayahnya.

Belum sempat menjawab permintaan anaknya, sang Ayah, Seno, mengambil ponsel di sakunya yang sudah berdering dengan suara khas ponsel pada zaman itu. Tampaknya telepon dari seseorang yang membicarakan hal penting. Seno menurunkan anaknya dari gendongannya untuk menjawab telepon itu, sedangkan putra kecilnya tak melepaskan pandangannya dari sepeda-sepeda yang terus melintas.

Selepas bertelepon, Seno berpamitan kepada keluarga kecilnya ini sebab ia mendapat panggilan mendadak dari bosnya. Seno adalah seorang koki handal di sebuah restoran terkenal di kotanya. Walaupun sebenarnya ia masih ingin menghabiskan waktu di kota kelahirannya ini bersama keluarga, ia tetap harus kembali ke kota tempat tinggalnya karena urusan pekerjaan.

Mariam, seseorang yang dipanggil "Ibu" oleh kedua bocah di sampingnya, menuntun kedua anaknya ke sebuah penjual makanan.

"Mas Pandu sama Sandi makan dulu, ya? Nanti boleh sewa sepeda kalau sudah makan," kata Mariam kepada kedua anaknya.

"Pandu mau pulang aja nyusul Ayah," ucap si anak sulung.

"Sandi mau naik sepeda dulu, Mas," rengek sang adik.

"Kamu kan belum bisa naik sepeda."

"Sandi mau belajar."

"Besok aja kalau udah dibeliin sepeda sama Ayah!" bentak sang kakak yang berusia 12 tahun itu.

"Sandi maunya sekarang, Mas!"

"Loh, kok malah berantem.." ucap Mariam berusaha melerai pertikaian kedua anaknya. "Mas Pandu tunggu disini dulu. Ibu mau menyewa sepeda buat Sandi."

Sebagai kakak, Pandu pun akhirnya mengalah. Ia menunggu di sekitar penjual makanan sementara ibu dan adiknya menyewa sepeda. Setelah mendapat sebuah sepeda sewa, Mariam mengajak Sandi untuk bersepeda di sekitar penjual makanan agar tidak lepas dari pengawasan.

Sekembalinya Mariam bersama Sandi, Pandu menuntun Sandi bermain sepeda sambil menunggu pesanan makannya jadi. Tak lama kemudian, makanan sudah siap sehingga Pandu segera kembali ke tempat duduk untuk makan. Sandi yang asyik berlatih sepeda tak mau makan dan terus menjalankan sepedanya walau berulang kali hampir terjatuh karena tak dapat menjaga keseimbangan. Ungtungnya, kakinya cukup panjang sehingga mampu menopang sepeda merah itu untuk tak ambruk.

Taman kota sore ini cukup ramai sehingga Sandi memilih untuk bersepeda di area yang tak terlalu banyak orang. Ia menuju ke kran air di taman ini. Ia melihat seorang gadis kecil yang menurutnya seusia dengannya. Sandi menahan tawanya sampai seorang pria dewasa yang tampaknya adalah ayah dari gadis kecil itu beranjak pergi setelah membersihkan area mulut dan hidung putri kecilnya yang belepotan karena es krim.

"Kamu belepotan lagi," kata Sandi saat tiba di hadapan gadis kecil itu.

Gadis kecil itu segera meraih tisu di sampingnya untuk membersihkan mulutnya yang memang kembali belepotan karena es krim vanila itu.

BILYWhere stories live. Discover now