13

32 1 0
                                    

Sandi baru saja selesai mandi. Rambutnya yang masih basah ia kibaskan bak pemain sepak bola yang berkeringat. Usai sudah penderitaannya selama lima hari. Setelah mengganti perban pada lengan kiri bagian atas, Sandi menuju ke dapur. Ibunya tengah membuat olahan makanan yang aromanya sangat menggugah selera. Rupanya Mariam tengah memasak semur ayam kesukaan putra bungsunya.

“Pantesan Sandi pengen cepet selesai mandi, ternyata Ibu masak makanan kesukaan Sandi,” ujarnya merayu ibunya.

Mariam tersenyum hangat, “Biasanya Sandi mau nambah kalau makan sama makanan kesukaan Sandi, makanya ibu masak ini biar Sandi makan banyak, biar lekas sembuh.”

“Iya ya, Bu. Tapi Ibu mau masak apapun, Sandi suka semua.”

“Ya sudah, sekarang Sandi sarapan dulu biar nggak kesiangan ke sekolah. Ibu nggak mau Sandi naik motor kencang lagi, loh,” ujar Mariam memperingatkan.

Sandi mengangguk sembari mengambil nasi ke piring yang ia bawa. Sejenak Sandi diam lantas berkata, “Bu, Sandi tiba-tiba keingat waktu itu, soal kejadian itu lagi.”

Mariam menatap anaknya dengan tatapan sendu. “Sandi..”

“Sandi harap anak itu tumbuh jadi anak hebat, Bu.”

Mariam tersenyum sebab Sandi tidak lagi menyinggung hal itu untuk menyalahkan dirinya sendiri. Mariam kemudian menuju ke warungnya sebab beberapa pembeli sudah menunggu di depan sana.

Selepas sarapan, Sandi hendak segera berangkat ke sekolah. Walaupun Mariam menasihatinya untuk beristirahat terlebih dahulu, akhirnya Mariam mengizinkan Sandi berangkat. Hari ini putranya harus mengikuti upacara pelepasan jabatannya serta pelantikan DA baru. Sebagai calon mantan Pradana yang mana merupakan pemegang kunci upacara agar terlaksana, Sandi tentu harus ada di sana.

Sandi menyiapkan buku sesuai jadwal hari ini lalu memasukkannya ke dalam tas. Ia meraih ponselnya yang berada di meja. Ternyata ia kehabisan kuota internet, maka tak ada informasi apapun yang bisa ia terima. Kemudian ia mengambil dompetnya dan memeriksa sebentar. Sesuatu menghilang dari sana, namun ia rasa tak masalah. Barangkali jatuh bersamaan dengan kecelakaan. Tak lupa Sandi berpamitan kepada Mariam yang tengah sibuk melayani pembeli. Setelahnya, ia segera berangkat dengan motornya yang masih berfungsi dengan baik walaupun bagian depan dan kiri motor tergores cukup parah.

“Semoga Bily udah berangkat,” ucap Sandi sebelum bergegas pergi.

»—«

Beberapa anak sudah berada di kelas pagi ini. Satya masih memfokuskan matanya ke laptop di hadapannya. Ia tengah menggarap sebuah PowerPoint yang kalau bisa akan ia kumpulkan hari ini. Tugas-tugas yang belum ia selesaikan cukup banyak dan cukup memakan waktu. Namun jika tak segera ia selesaikan, maka beban tugasnya juga tak akan berkurang.

“Ras, coba lihat ini!” pinta Satya kepada Rasi yang duduk di sampingnya.

Meskipun Bara sudah mengerjakan tugas itu, Satya memilih Rasi untuk membantunya ketimbang teman sebangkunya sendiri. Rasi pun bangkit lantas berdiri di belakang Satya untuk memeriksa yang Satya minta.

Sesaat kemudian, seorang siswa memanggil Rasi dari depan pintu. Si pemilik nama pun segera mendekat. Rupanya Farhan, teman satu SMP Rasi dulu.

“Gimana, Han?”

“Gue mau minta tolong lo, Ras.”

Rasi mengernyitkan dahinya. “Minta tolong apa? Mungkin gue bisa bantu.”

“Tapi sebelum itu, ada hal yang mau gue tunjukin ke lo dulu.”

Farhan hendak melanjutkan perkataannya namun seseorang melintas di hadapannya. Sejak tadi keduanya berbincang tanpa memedulikan siapapun yang lewat, namun kedatangan Sandi berhasil mengusik Farhan. Keduanya saling melempar tatapan tanpa arti dalam sekejap. Sandi terus berjalan memasuki kelas dan melewati dua orang yang sedang berbincang itu. Ia tak melirik Rasi sama sekali seolah tak peduli dengan urusan Rasi dan Farhan. Perasaan Rasi mendadak buruk melihat Sandi melewatinya begitu saja.

BILYWhere stories live. Discover now