17

26 2 0
                                    

Hari Senin adalah hari yang begitu panjang bagi Rasi. Hujan yang cukup deras mengawali hari, membuat rasa kantuk menyelimuti gadis berjaket abu-abu itu. Sedari tadi ia duduk di bangkunya sambil memperhatikan Tari yang mahir crocheting. Cukup bosan menunggu jam pertama dimai, Rasi ingin sekali memainkan gitar yang ada di belakang seandainya saja ia memiliki cukup energi. Oleh sebab itu, ia memilih untuk menidurkan kepalanya dengan lipatan tangan sebagai bantal.

"Tar, jangan bangunin dulu, ya?" pinta Rasi kepada sahabat sekaligus teman sebangkunya.

"Jam pertama ini ke Lab Biologi, loh," kata Tari mengingatkan.

Rasi menutup kepalanya dengan topi jaketnya lantas berkata, "Iya, nanti nyusul. Sepuluh menit doang."

"Heran, deh! Masih pagi gini tidur di kelas."

Mudah sekali bagi Rasi untuk tidur walau tak sepenuhnya terlelap. Suara hujan bercampur dengan percakapan orang-orang mendominasi kelas. Hingga beberapa saat kemudian sang ketua kelas menginformasikan untuk segera menuju ke Lab Biologi seperti yang sudah dikatakan Tari. Tampaknya Rasi tak mendengarkan sebab ia tetap tertidur. Tari hampir saja membangunkan Rasi, namun Satya mencegahnya. Ia tau Rasi akan merasa pusing jika dibangunkan begitu saja. Bersamaan dengan itu, Sandi mendekat untuk menyuruh Satya dan Tari segera ke lab.

"Ntar Rasi ketinggalan, San," ucap Mentari dengan pelan.

Sandi mengernyitkan dahi tak mengerti. Satya pun bingung maksud Tari.

"Senin kemarin kalian nggak masuk, sih. Jadi.. praktik ini buat latihan uprak. Nanti kerjanya sama temen sebangku, nganalisis golongan darah tapi analisa yang dikumpulin cuma satu. Terus nanti dipresentasiin kayaknya. Bara udah sepakat sekelompok sama Kevin. Jadi kalian berdua sekelompok. Gue sama Rasi, nih.."

"Gue satu kelompok sama Satya, kan?" tanya Sandi kepada Tari, membuat gadis itu mengangguk.

"Lo sama Satya jadi satu kelompok aja dulu. Lagian gue ada urusan Pramuka, jadi nanti nyusul," lanjut Sandi yang disetujui ketiganya.

Satya tak begitu senang dengan solusi yang Sandi berikan. Mengingat kemarin Sabtu bagaimana Sandi melukai perasaan Rasi, sekarang berlagak memberi perhatian. Meski demikian, Satya akhirnya mengalah demi Rasi kemudian keluar kelas bersama Tari. Sandi yang berjalan di belakang memperhatikan Satya dan merasa bahwa sahabatnya itu bersikap tak seperti biasanya. Sandi lantas berlari menuruni tangga mendahului Satya dan Tari untuk segera menuju ke ruang Pramuka.

Satya menghela napasnya. Tari memperhatikan sejak tadi Satya tak banyak bicara, terutama saat ada Sandi. Terbesit sebuah kecurigaan barangkali ada masalah di antara Satya dan Sandi. Naluri perempuan biasanya memang lebih kuat. Terbukti bahwa Satya akhirnya angkat bicara sebelum Tari bertanya.

"Tar, lo pernah berantem sama Rasi? Sampai lo ngerasa canggung."

"Nggak pernah, deh. Soalnya Rasi gampang banget buat gue luluh. Kenapa? Lo berantem sama Sandi?"

Tari seolah paam situasinya, membuat Satya menunjukkan ekspresi wajah yang menjawab pertanyaan Tari.

"Waktu sahabat lo buat salah ke orang lain, harusnya ingetin dia kalau yang dia lakuin itu salah, kan? Tapi lo justru diem, takut persahabtan lo rusak karena kesalahpahaman."

"Gue ngerti, Sat. Lo peduli sama Rasi tapi lo nggak bisa berbuat apa-apa pas tau gimana perlakuan Sandi ke dia," ucap Tari seolah mengetahui isi pikiran Satya.

"Sat, kayaknya nggak ada orang yang sepeduli itu ke sahabatnya melebihi kepedulian lo ke Rasi. Gue aja sebagai sahabat Rasi kadang nggak bisa jadi seseorang yang sepenuhnya mengerti dia. Gue rasa, satu-satunya cara adalah ngebiarin Rasi ngerasain bahagia yang dia mau. Selama itu juga, kita sebagai orang-orang terdekat Rasi harus seneng kalau dia seneng. Kita nggak berhak ngelarang dia buat bahagia. Walaupun gue kadang kesel banget sama sikapnya Sandi."

BILYWhere stories live. Discover now