30

83 3 0
                                    

"San!"

Sandi menoleh, menatap Satya yang justru diam beberapa saat dengan tatapan yang begitu tenang.

"Rasi suka hujan. Tapi dia nggak berteduh saat dia tau hujan akan membasahi dia," ucap Satya dengan intonasi yang begitu tenang.

Sandi memahami ucapan Satya. Itu bukan soal hujan. Satya yang telah berlalu membuat Sandi juga bergegas mendekati Rasi dengan perasaan yang cukup gelisah. Ia yakin Rasi tak akan membencinya meskipun Rasi telah mengetahui semuanya. Namun ia sendiri yang ragu, apakah ia sanggup berhadapan dengan seseorang yang begitu berbesar hati, yang akan selalu memaafkannya.

Bagai lautan yang menerima kembali ombak yang pulang.

"Cantik."

Suara itu membuat Rasi menoleh. Lantas ia tersenyum dengan begitu damai. Seolah penantiannya akhirnya berujung. Seseorang yang benar kata Satya telah ia tunggu, akhirnya muncul setelah hampir satu pekan tak ada kabar sama sekali.

"Langitnya. Lautnya," ucap Sandi yang kini duduk di samping Rasi.

Rasi memalingkan pandangannya dari Sandi, kembali menatap lautan di bawah langit yang begitu hangat. Semburat merah mudanya tak membuat mata sakit, justru terlihat begitu hangat. Manis. Menenangkan. Rasanya langit di pantai sore ini begitu indah, paling indah di antara yang pernah Rasi lihat. Deru ombak lautan turut andil dalam damai yang Rasi rasakan saat ini. Juga seseorang yang kini duduk di sampingnya itu, yang tengah memperhatikannya menatap lautan.

Beberapa saat kemudian, Sandi menyodorkan kotak makan transparan yang membuat Rasi dapat melihat isi kotak makan itu, roti lapis isi stroberi yang tampak memenuhi kotak makan. Sandi juga menyusulkan susu kotak rasa cokelat dan meletakannya di atas kotak makan itu. Rasi pun menerimanya. Ia memandangi kotak makan dan susu cokelat itu.

Sandi kembali menatap lautan di depan sana sambil menuturkan kata, "Andai waktu itu kita nggak ketemu, mungkin nggak ya, sekarang kita duduk bareng disini?"

"Mungkin aja," jawab Rasi tanpa merubah arah pandangannya.

"Andai waktu itu aku nggak ngejek kamu karena kamu belepotan, kamu nggak akan ngajarin aku naik sepeda. Dan.."

Ucapan Sandi barusan berhasil membuat Rasi mengalihkan pandangannya, menatapnya.

"Ah.. Bukan. Andai waktu itu aku nggak ngajak liburan keluarga di kota ini, kamu nggak akan ketemu aku.. Dan semua pasti masih baik-baik aja. Kamu masih bisa bersama Papa kamu. Dan aku tetap tinggal sama keluarga aku di kota Ayah."

Sandi menghela napasnya sembari memasukkan tangannya ke saku jaket, kemudian berkata, "Andai waktu itu-"

"San.." potong Rasi sebelum Sandi melanjutkan perkataannya, membuat Sandi menoleh ke arahnya juga. "Aku memaafkan semuanya. Termasuk diri aku sendiri. Jadi kamu juga sebaiknya gitu.. Seharusnya.."

"Kalau kamu langsung mengenali aku waktu pertama kita ketemu di hari orientasi sekolah, kamu masih mau kenal aku sampai sekarang?" tanya Sandi dengan tatapan sendunya.

Rasi diam beberapa saat, memperhatikan raut muka Sandi yang terlihat begitu penuh kekhawatiran. Kegelisahan sebab takut barangkali ia dibenci.

Rasi menganggukkan kepalanya perlahan sembari merekahkan senyuman hangat dan berkata, "Aku akan tetap mau mengenal kamu."

Sandi tersenyum bersamaan dengan air mata yang menetes begitu saja dan ia sadari, sehingga ia menyekanya dengan segera. Rasa cemas dan takutnya seolah menghilang begitu saja. Dadanya terasa lebih lega, pundaknya terasa lebih ringan, dan matanya terasa lebih hangat sebab peluh matanya kembali menetes. Ia tau, Rasi akan memaafkannya. Memaafkan segalanya. Hal-hal yang tidak bisa ia hindari di masa lalu. Dan itu adalah penerimaan terbesar yang lebih dari cukup.

BILYWhere stories live. Discover now