Chapter 3

3.2K 245 117
                                    

Sebelum membaca, alangkah lebih baiknya kalian klik bintang di pojok kiri bawah:3

🗡🗡

Jleb! Jleb! Jleb!

Suara tujahan dan tebasan belati itu kian menggema di satu ruangan, kegesitannya saat mengayunkan belati itu sangat terampil seperti tak ada celah, kemampuan Ray semakin hebat dan mumpuni.

"Kau tau Jack, dari awal masuk aku sangat tidak menyukaimu. Tatapanmu bagai parasit yang akan menganggu rencanaku, dan parasit itu diciptakan untuk di singkirkan." Ray menyeringai dan memutar-mutar belati di tangannya itu.

"K-kau...pem..bun..uh! Jang..an ganggu.. Hall..ey.." Jack memegang luka tebasan dan tusukan di perutnya itu, darahnya muncrat sampai membasahi lantai yang semula kering.

"Kau masih bisa mengkhawatirkan orang lain disaat keadaanmu seperti ini? Mengagumkan sekali, Jack. Sangat jauh berbeda dari orang-orang payah yang aku bunuh sebelumnya, mereka menangis histeris minta di ampuni."

"Be-berapa...ba..nyak orang.. yang.. su..dah kau bu..nuh..?" Jack menahan sakit yang teramat sangat di tubuhnya, sedikit lagi saja ia akan meregang nyawa. Ray tertawa lepas dan menyeringai. "Hmm.."

"Bagaimana kalau aku katakan ada seribu satu orang yang sudah aku bunuh?" seringai Ray.

"Da..sar.. gila.." ucap Jack dengan nafas yang hilang timbul, layaknya penderita asma kumat.

"Rasanya menyenangkan, Jack. Melihat teriakan dan jeritan mereka, apa lagi saat aku menyayat kulit mereka satu persatu, dan memenggal leher mereka seperti memotong wortel." Ray menarik jari tangan Jack dan mengirisnya. "Ahhhk!"

"Bahkan aku merekam saat-saat mengasyikkan itu, mau lihat?" Ray terkekeh dan menunjukkan video di ponselnya itu, Jack yang sudah tidak kuat menahan lagi akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya.

"Ck! videonya belum kuperlihatkan, tapi kau malah mati."

"Mengesalkan!"

Bugh! Bugh!

Ray menginjak kepala Jack berkali-kali sampai hancur, darah serta isi kepala Jack berhamburan kemana-mana, Ray mendesis dan menggosok kakinya ke keset yang ada di depan pintu.

"Euh, padahal aku juga pembunuh tapi melihatmu aku jadi paranoid." Bryan meringis ngeri. "Bullshit!" dengus Ray.

Mayat Jack ia biarkan begitu saja, di samping mayat-mayat lain yang sudah membusuk. Bau bangkai dan amis menyeruak keluar dan membuat Bryan mual-mual sampai muntah.

"Apa? Begitu saja kau sudah muntah, ada apa denganmu?" Ray terkekeh dan mengelap belati kecilnya dengan kain putih kemudian ia simpan lagi di dalam laci mejanya.

"Bau darah aku suka, tapi bangkai... Euh, menjijikkan! Kenapa kau tidak membuangnya? Itukan sangat bau." Bryan bangun dan berjalan mendekati Ray sambil melipat tangannya di depan dada. Ray menggeleng pelan.

"Itu koleksiku, aku tidak akan pernah membuangnya. Aku sangat kesepian di villa sebesar ini, Bry. Jadi aku mencari teman bermain, awalnya mereka kubiarkan hidup Bry, tapi seperti ada yang mengganjal di benakku."

Ray memasang flashdisk ke laptop dan memindahkan video ia membunuh Jack ke laptop. Bryan menghela pasrah.

"Apa mereka membuatmu marah?"

"Tidak, Bry. Kami bermain bersama, tapi.. rasanya hatiku tetap kosong dan sunyi. Akhirnya ku putuskan untuk membunuh mereka, ternyata sangat menyenangkan Bry." seringai Ray.

"Sudahlah, itu cerita lama."

Ray mengambil sekotak susu di kulkas kecil dan meminumnya, tenggorokannya terasa kering setelah bercerita singkat tadi. Hal yang tidak penting keluar lagi dari mulutnya.

PSYCHOPATH || BL18+⚠Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang