Chapter 20

721 60 13
                                    

Klik bintang sebagai bentuk apresiasi♡˖꒰ᵕ༚ᵕ⑅꒱ Share juga kalo kamu suka sama cerita ini^^

⚠🗣️🗡️️⚠️

"Hah...? Yang benar saja!" Ray terkekeh geli.

Maya menatap heran pada Ray. "Kenapa malah tertawa? Kepalamu lho, yang mau diserahkan. Apa kau tidak takut?"

"Aku? Takut? Pada Bianca?" Ray menghela jengah.  "Lebih baik kau percaya pada Patrick yang menjadi pintar daripada percaya kalau aku takut pada Bianca."

Maya mengangguk paham. "Tapi aku yakin bukan cuma Bianca yang mengincarmu, Ray. Kau itu dalam bahaya. Sekalinya kau lengah, maka nyawamu yang akan melayang."

"Kurasa tidak." Ray menggeleng. Maya hanya mengernyit dengan raut bertanya. Dia sedikit bingung dengan pria di depannya ini. Meski hebat sekalipun, apakah tidak ada rasa takut barang sedikit saja dalam benaknya? "Kalau ada yang berani macam-macam padaku, pasti bawahan kakek sudah lebih dulu membunuhnya. Bukankah begitu?" Ray menyeringai.

Maya tersentak. "Benar juga! Aku hampir melupakan itu. Kakek ingin menjadikanmu kuat dan tidak akan mungkin membiarkan orang berbahaya berkeliaran di sekitarmu." Wanita itu mengangguk dan mengelus dagunya perlahan.

"Jadi, bagaimana kau membunuh Bianca? Apa dia mengatakan padamu fakta itu sehingga kau membunuhnya, atau kau cuma mengarang saja?" Ray berdeham.

Maya memutar bola matanya jengah. "Kau masih meragukanku?"

"Iya. Aku percaya cerita dan fakta kalau kita bersaudara, tetapi aku tak percaya sepenuhnya padamu." Ray mengangguk cuek.

Maya mengesah panjang. "Baiklah! Aku tak bisa memaksamu untuk percaya padaku. Terserah kau saja!" Wanita itu menarik nafasnya dalam-dalam dan mulai membuka mulutnya. "Jadi begini ceritanya..."

Siang tadi, usai makan di kantin...

Bianca, Jassy, Emily, dan Maya berpisah dengan Justin usai makan di kantin. Mereka berempat berjalan gontai keluar area kantin dan menyusuri koridor kelas. "Ughhh! Aku kenyang." Emily mengusap perutnya yang berubah buncit.

"Benar! Aku juga." Jassy mengangguk. Kini perut mereka semua terasa penuh karena makanan hari ini porsinya lumayan banyak. Jassy dan Emily kemudian mendekat dan mulai sibuk bercerita soal keseruan mereka dalam men-jugde orang, sementara Maya hanya bersenandung kecil di belakang mereka. Bianca yang melihat itu, otaknya mulai terpikirkan sesuatu.

"Aku mau ke toilet. Maya, temani aku sebentar, yuk?" Bianca tersenyum ramah dengan mata terpejam.

Jassy dan Emily memandang Maya dengan ambigu dan mendorong tubuh Maya ke dekat Bianca. "Sudah sana! Kau temani Bianca dulu. Hihi~"

"Benar. Kami sedang ada yang mau dibicarakan!" Emily mengangguk.

Maya tersenyum kaku dan menurut saja. Dia mengekor pada Bianca yang berjalan cepat sekali tanpa bertanya, seakan dia sudah tau letak toilet berada. "Hei, Maya." Bianca memanggil.

"Kenapa, Bianca?"

"Jujur saja. Luka di tanganmu itu bukan karena terjatuh, kan?" Bianca menutup pintu toilet dan menyudutkan tubuh Maya sampai ke dekat tembok. Maya hanya menggeleng kaku.

"Jangan bohong! Kau kira aku bodoh? Luka itu berasal dari senjata, kan?" Bianca menatap tajam pada netra Maya. "Jawab dengan jujur!"

Wanita itu terdiam sesaat dengan raut jengkel, kemudian dia menatap Bianca dengan bengis. "Haish...! Benar!" Maya berdecak dan wajahnya yang polos, berubah menjadi licik dengan senyum smirk yang tajam. "Luka ini bukan karena terjatuh. Matamu itu hebat juga," lirih Maya sambil menyudutkan balik tubuh Bianca.

PSYCHOPATH || BL18+⚠Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang