Chapter 19

626 55 3
                                    

Halo semuaaa! Akhirnya kita bertemu kembali setelah sebulan tak berjumpa^^
Sebelum mulai, jangan lupa berikan vote sebagai pengganti THR 😉😉

⚠️🔑🔑⚠️

"Bunuh dia!!"

Ray terdiam. Namun pikirannya menjelajah ke mana-mana. Dia menatap tajam pada Maya dan dengan cepat mengambil belatinya. Jleb! Dia melempar belati itu dan tepat menancap di pundak Maya sampai darah mengalir ke lengannya.

"Kghhh...! Apa yang kau... lakukan?" tanya Maya sambil memegang pundaknya.

Ray mendelik. "Aku sangat bodoh kalau sampai percaya padamu!" Ray bangun dan mendekati Maya. Dia mengambil pedang Maya dan membuka sarungnya. Kilauan cahaya yang terpancar dari tajamnya pedang itu, membuat Ray sedikit menyipitkan matanya.

"Hei, bocah! Apa kau kira... aku berbohong?" Maya mencabut belati itu dan menutupi lukanya dengan kain putih.

"Tidak. Aku tau kau jujur," ujar Ray dan berjalan ke belakang Maya. Dengan cepat dia mengarahkan pedang itu ke leher Maya sampai membuat wanita itu mendongak. Jarak pedang dan leher Maya hanya setengah centi saja. "Tapi aku tidak akan senaif itu untuk langsung percaya."

"...benar. Memang beginilah seharusnya sikapmu. Tetap waspada dengan... orang asing." Maya memejamkan matanya. "Tebas saja leherku kalau kau... mau. Toh, aku memang sudah lama ingin... mengakhiri hidupku yang... menyedihkan ini."

Ray terdiam. Dia menatap kosong pada wajah Maya yang terlihat pasrah. "Aku tak pernah seperti ini sebelumnya. Jadi ingatlah! Kau akan kukecualikan." Ray menarik lagi pedang itu dan berjalan kembali ke bangkunya.

"Apa... maksudnya?" Maya mengernyit.

"Luka di tanganmu, dan tujuanmu datang ke sini. Ceritakan semuanya padaku tanpa ada yang terlewatkan."

Maya membulatkan matanya dan sedikit berbinar. "Tentu saja." Wanita itu mengangguk dengan mantap.

"Kalau kau berani berbohong, siap-siap saja lehermu yang akan kutikam dengan belati ini!"

"Percayalah padaku!" Maya mulai mengambil nafas panjang. "Jadi, Ray. Luka di tanganku ini hanya luka biasa, bekas aku berlatih bersama teman-temanku. Kami berlatih segala macam bela diri dan segala macam senjata yang ada. Aku hampir bisa menggunakan semua jenis senjata tajam, tetapi yang paling aku suka adalah pedang." Maya tersenyum sambil menatap lekat pada pedangnya.

Luka begitu, apanya yang biasa?, Ray bermonolog.

"Lalu, apa tujuanmu datang ke sini? Apa karena chip yang berpindah tempat? Kurasa bukan cuma karena itu." Ray mengangkat sebelah alis matanya.

Maya mengangguk. "Benar. Alasan keduaku datang menemuimu adalah karena..." Maya terdiam sesaat dengan raut wajah ragu. Ia seakan tak bisa mengatakan hal itu begitu saja karena ini menyangkut orang-orang di sekitarnya, dan di sekitar Ray juga.

"...adalah karena... apa?" tanya Ray tak sabaran.

"Aku ingin memberitahukan dua masalah yang penting. Dan hanya kau saja yang boleh tau soal ini. Tetapi aku takut untuk mengatakannya." Maya terlihat lesu. Entah raut itu sungguhan atau hanya sekedar akting.

"Takut dengan apa?"

"Ini hanya bisa dikatakan pada rekan yang bisa dipercaya. Sedangkan kau? Apa kau percaya padaku? Dan, apakah aku bisa mempercayaimu untuk kuceritakan hal yang penting ini?" Maya menyeringai. "Bisa saja setelah kuceritakan, kau menyebarkannya pada teman-temanmu."

Ray berdecak sebal. "Baiklah! Tak usah kau ceritakan."

"Hah? Kenapa?" Maya membulat kaget.

Ray menghela panjang. "Aku masih belum bisa percaya padamu seratus persen. Dan kau juga tidak percaya padaku, karena bisa saja aku membocorkan hal ini pada orang lain. Jadi, untuk apa kau cerita? Sudahlah! Lebih baik kita tak usah memperpanjang masalah ini. Berikan saja pedangmu itu padaku. Aku akan menebas lehermu sesuai permintaanmu tadi." Ray bangkit dan memberikan tangannya, meminta pedang itu dari Maya.

PSYCHOPATH || BL18+⚠Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang