Grisyel tak henti-hentinya berdecak kagum dengan apa yang ia lihat sekarang, senyumnya mengembang sangat lebar, ia belum pernah berada di posisi ini sebelumnya. Berada di keramain dunia manusia yang menarik.
Rere tersenyum kecil melihat tingkah Tuan Putrinya yang bisa di bilang norak, tapi tak apa, asal gadis itu bahagia ia juga. Rere beralih ke arah tukang bakso yang sedari tadi harumnya sudah mengganggu perutnya. Oiya, mereka sedang berada pusat kota, dan karna baju Grisyel dan Rere yang terkesan mencolok mereka menjadi pusat perhatian.
"Tuan Putri, di sana ada makanan enak. Apa anda ingin mencobanya?" Rere menghampiri Grisyel membuat gadis cantik itu berhenti dari aktivitasnya.
"Boleh, aku ingin mencoba makanan di sini. Apakah lezat?" binar mata Grisyel memancarkan harapan, entah sejak kapan gadis cantik ini suka makan. Biasanya ia suka mengacau.
"Sangat lezat." Rere menunjuk penjual bakso itu, "Di sana tempatnya Tuan Putri."
Grisyel mengangguk, dan saat ia ingin melangkah jantungnya berdetak cepat. Jantungnya terasa tertusuk besi tajam, Grisyel hampir lupa bahwa ia berada di dunia manusia, ia harus lebih mengontrol kekuatannya di sini. "S-sakit."
Inilah akibatnya jika ia melanggar peraturan yang ia buat sendiri. Grisyel mengepalkan tangan, ia harus lebih berhati-hati pada kekuatannya. Bisa jadi gara-gara ia gegabah masalah akan muncul, dan itu akan merepotkan.
Rere yang paham segera merangkul Grisyel yang menahan sakit, Rere sempat tersentak beberapa detik sebelum ia paham kondisi Grisyel. Tuan putrinya akan menggunakan kekuatan penghilang tempat yang mana tubuh Grisyel akan langsung berada di tempat yang ingin ia tuju dalam hitungan detik. Seperti yang ia lakukan tadi pagi.
"Sudah, aku masih kuat Re." Grisyel menjauhkan dirinya dari Rere, ia bukan gadis lemah yang selalu di papah. Grisyel akan bertahan, dan ia harus bertahan.
Dengan jalan tertatih Grisyel menghampiri sang penjual bakso, menurutnya ini cukup sederhana seperti pasar di negrinya. "Halo pak, menu istimewanya 2 yah."
Sang penjual bakso terkejud, "Bakso maksudnya mbak?"
Grisyel mengerutkan kening, "Mbak?" Grisyel tak paham apa yang di ucapkan penjual makanan ini. Dan satu lagi, mengapa ia menjadi pusat perhatian? Apakah mereka belum pernah melihat gadis cantik sepertinya?
"Ehh." Rere datang menyelamatkan Grisyel. "Saya saja yang memesan, Tuan Putri bisa duduk disana sambil menunggu."
Perkataan Rere barusan membuat semua orang di sekeliling mereka terkejut, tapi ada juga yang menahan tawa. "Baiklah, urus pria gila itu sebelum ia kubunuh."
Dengan aura suramnya Grisyel duduk di salah satu bangku yang sudah disediakan. Gejolak amarah di hatinya seakan perlahan mengebu-ngebu, tatapan dari orang-orang di sekiling Grisyel membuatnya tak suka. Seketika ia ingat dengan mimpinya tadi malam.
"Orang kaya yah neng?" sontak Rere menoleh pada sang penjual bakso.
Rere tersenyum sopan, "Enggak kok pak, hanya orang biasa," tutur Rere. "Maafin temen saya yah pak, dia emang rada gitu orangnya."
Lelaki tua sang penjual bakso itu tersenyum simpul, "Iya neng, enggak papa. Bapak ngerti."
Rere mengangguk, "Pak, sama es tehnya 2 yah."
"Siap neng." Rere tersenyum kecil menghampiri Tuan Putrinya. Entah kenapa tiba-tiba perempuan cantik itu malah terlihat senang, merasa bingung Rere bertanya.
"Mengapa wajah anda sangat ceria Tuan Putri?" Grisyel menoleh dan tersenyum kecil.
"Aku hanya membayangkan sesuatu hal yang lucu." Senyum yang sangat manis dengan tanpa beban Grisyel pamerkan. Ia sadar jika ia menjadi pusat perhatian, tetapi Grisyel senang karna tatapan mereka malah berbeda ketika ia memerkan kecantikannya.
"Tuan Putri, jangan terlalu banyak tersenyum. Mereka memperhatikanmu," saran Rere. Ia melihat banyak tatapan yang melihat wajah cantik gadis di depannya ini.
Grisyel menaikkan alis, "Biarkan saja mereka, aku memang sangat cantik," sombongnya yang terkesan tidak perduli. Seakan teringat dengan sesuatu Grisyel kembali berucap, "Oiya Rere, panggil saja aku Grisyel."
Rere tersentak, "Ken-"
"Yaa... Menurutku itu lebih bagus. Aku hanya ingin menjadi manusia seperti mereka, aku ingin melupakan kehidupanku di istana. Lagi pula umur kita tidak terlalu jauh," Jelas Grisyel memotong perkataan Rere. Gadis itu merenggangkan ototnya, berfikir apakah ini akan menarik? Sepertinya iya.
"T-tapi itu tak sopan," cicit Rere, Rere pastikan bibirnya akan sangat kelu, dan pasti banyak hal yang menganjal jika ia memanggil Tuan Putrinya dengan nama asli gadis itu.
Grisyel mendengus, ini merepotkan. "Yasudah, kau panggil aku dengan nama tubuhku ini. Ehh, siapa namanya aku lupa, dan tolong jelaskan tentangnya!"
.........................
KAMU SEDANG MEMBACA
TIME AT THE END OF TWILLIGHT
FantasyApakah Grisyel itu anak yang terlalu perasa? Atau memang rasa patah hati itu sesakit ini? Dunia terasa kosong dan hampa, seakan memintanya untuk pergi berlari sejauh-jauhnya. Lalu, seperti selalu ada batu berukuran besar menghempit dadanya, membuatn...