Grisyel duduk diam memperhatikan punggung lelaki itu, mereka sudah sampai di kantin. Bisikan-bisikan kecil terdengar membicarakannya. Grisyel berulang kali menghembuskan napasnya mencoba sabar sembari menunggu Rere yang sedang mengambil makanan untuknya.
Grisyel hanya ditemani dengan segelas air putih yang ia minta tadi, jejeran bangku di mejanya juga kosong. Mereka seakan menghindarinya, tapi mana Grisyel peduli. Malah lebih bagus jika tidak ada manusia-manusia munafik yang mengganggu hidupnya di bumi.
Grisyel berpikir sejenak, ia tersadar. Ada satu pertanyaan yang muncul tiba-tiba. Pertanyaan itu, tujuannya selain tertarik untuk apa di sini?
Tujuan, bukankah tertarik saja cukup. Tatapan Grisyel berubah menjadi kosong. rasanya ia sangat kekanak-kanakan. Bumi hanyalah dunia yang tidak terlalu menarik, masih ada si Pluto yang dipunuhi dengan kekuatan hebat dan energi tanpa batas. Apa mungkin Grisyel harus pergi? Lagi pula untuk apa dia di sini?
Bangku di sebelahnya berdecit tanda seseorang menarik benda itu, Grisyel tersadar dari lamunannya dan segera menoleh. Awalnya Grisyel merasa pelakunya adalah Rere, tapi ia salah besar. Mulutnya terkatup rapat, seakan tak bisa berkata-kata.
"Sekarang gadis kecil ini bisa memperhatikanku lebih dekat," ujar lelaki itu. Siapa lagi jika bukan lelaki yang sempat memenuhi isi kepala Grisyel. Jika di lihat dari dekat begini, entah kenapa jantungnya berdebar kencang.
Grisyel bergerak salah tingkah. Namun hanya sejenak, hingga ia kembali diam. Grisyel belum ada niat membalas perkataan lelaki tadi, ia hanya takut lelaki itu bukan berkata dengannya. Namun, di meja ini hanya ada dia.
Gadis itu memijit pangkal hidungnya. "Berhenti mengatakan gadis kecil," tekan Grisyel mengubah tatapannya menjadi datar. Ada rasa tak suka ketika panggilan itu di sebut orang lain bukan 'dia' untuknya.
Lelaki itu memiringkan kepalanya. "Teringat dengan seseorang ya?"
Deg...
"Aku tak suka bunga!" Saat itu Grisyel menyampakkan bunga yang lelaki itu genggam dengan wajah geli.
lelaki itu memiringkan kepalanya. "Teringat dengan seseorang ya?"
Jantung Grisyel berpacu sangat cepat, matanya membola. Emosinya bercampur aduk. Ia menggebrak mejanya lalu berdiri sambil menunjuk wajah lelaki itu. "BERHENTI MEMBUATKU MENGINGATNYA LALAKI JAHAT!" Wajah Grisyel merah padam saat ia mengatakan itu.
Seisi kantin langsung membisikkan Tasya kembali, terlebih gadis itu segera pergi dengan tangan terkepal dan kepala tertunduk. Hanya ada satu hal di kepala Grisyel, mencari tempat sunyi.
Hingga kedua kakinya berlari ke arah taman belakang sekolah, gadis itu menghela napas lega saat melihat suasana sunyi di sekitarnya. Grisyel tak menyangka ia malah suka menghindari manusia, rasanya sunyi tanpa satupun manusia lebih baik. Kemudian, kakinya melangkah kearah pohon rimbun di sebelah selatan, lantas ia langsung terduduk di bawah pohon itu. Sangat tentram, angin sepoi-sepoi mengibaskan rambutnya. Grisyel sengaja melepaskan Ikat rambutnya, sebenarnya ia suka saat rambutnya tergerai, lebih tepatnya 'dia' yang suka itu.
"Aku suka dengan gadis tanpa ikat rambut."
Grisyel berteriak frustrasi, bertahun-tahun Grisyel mencoba melupakan lelaki itu. Bertahun-tahun Grisyel lupa dan menjadi hadis liar penuh ambisi. Lalu sekarang apa? Mau bagaimanapun ceritanya, mau ke arah manapun ia berlari. Kisahnya akan selalu terluka.
Wajahnya kembali kusut, baru beberapa saja merasa tenang, perasaan aneh itu menghujani jiwa Grisyel. Cairan bening dari pelupuk matanya luruh begitu saja. Dada Grisyel sangat sesak, mengingat betapa menyedihkannya hidupnya. Ia itu menjadi gadis yang sangat aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIME AT THE END OF TWILLIGHT
FantasíaApakah Grisyel itu anak yang terlalu perasa? Atau memang rasa patah hati itu sesakit ini? Dunia terasa kosong dan hampa, seakan memintanya untuk pergi berlari sejauh-jauhnya. Lalu, seperti selalu ada batu berukuran besar menghempit dadanya, membuatn...