12

16 3 0
                                    

Makin kesini makin sedikit yang baca hehe...
Tpi gpp, aku harus bersyukur.
Alhamdulillah :)
......................

Berpulangnya Rere dan Tasya dari Mall, kedua gadis itu kelelahan dan berakhir tertidur pulas di tempat tidur dengan keadaan kacau, apartemen mereka pun ikut menjadi kacau. Mereka tertidur pulas sampai tak sadar matahari sudah mulai naik. Alhasil ketika mereka bangun keadaan menjadi risuh.

Gadis-gadis itu mondar-mandir dengan cepat, entah mengambil bedak, atau mengambil tas. Mereka sudah telat! Dengan gesit keduanya keluar dari apartemen, meninggalkan keadaan yang tak terurus di dalam.

Keduanya berlari ke luar, ketika sudah sampai mereka kembali panik.

"Kita mau naik apa?!" teriak Tasya gelisah.

"Ojek...ojek..." Rere mengeluarkan handphonenya, menekan dan mengggeser layar benda itu.

Tasya menggigit kukunya, kakinya pun tampak tak bisa diam. "Giman-"

"Ojeknya enggak ada, sekali ada kita bakal lama nunggu." Ucapan Rere membuat keadaan semakin berantakan.

"Taksi...Taksi..." Tasya bersorak senang karna mendapat ide, keduanya langsung berlari ke pinggir jalan raya.

"Selain Taksi? Bis?!"

Rere menahan tangan Tasya yang ingin berlari. "Bis udah enggak ada jam segini."

Tasya membulatkan matanya, kemudian bahunya merosot lemas. "Jadi gimana ini?" tanyanya yang entah pada siapa. Demi apapun, Tasya ingin menangis. Terlambat adalah hal yang sangat ia hindarkan, karna apa? Karna hukumannya lah?!

Sekitar 2 menit mereka berdiri tanpa arah di pinggir jalan raya, keduanya tampak gusar, tetapi tiba-tiba sebuah mobil hitam berhenti di depan mereka. Keduanya saling mengerutkan kening heran.

Kaca penumpang mobil itu terbuka perlahan, Tasya tersentak karna Mamanya berada di mobil itu, seketika otaknya langsung bekerja. 

"Mama mau liat apart? Ma, Tasya sarankan entaran  aja ma. Soalnya apartnya ada perbaikan, bising juga...Maa..." Matanya membola ketika Mamanya keluar dari bangku penumpang.

Sekilas, ada kerutan heran di wajah wanita paruh baya itu. "Masuk!"

Tasya melongo. "Loh?"

"Kalian mau sekolah kan? Ayo sekalian," jelas Tina dengan malas.

Tasya membulatkan mulutnya. "Oooo..."

"Yaudah masuk!"

"Eh, Iya Ma. Ayo Re!" Tasya buru-baru berjalan memutari mobil, ia memilih duduk di bagian kanan kursi penumpang. Sementara Rere berada di bagian kiri, dan Mamanya berpindah posisi ke depan.

"Pak cepet ya! Kami udah terlambat ini," ucap Tasya tanpa beban.

Rere menoleh ke Tasya. "Tasya," panggilnya.

"Ya?" Gadis itu terlihat polos ketika Mamanya dan Rere manatap horor padanya. Apa salah Tasya?

"Itu bokap lo woy!"

Mata gadis itu membulat pasi. "Ha, yang bener?" ia melihat ke kaca spion dan seketika tubuhnya menegang.

"Eh... Papa," sapa Tasya sedikit kaku.

"Iya non, bentar lagi sampai kok," cibir Roy--Papanya Tasya yang berada di kursi pengemudi.

Tasya menjadi kelabakan sendiri. "Ehh, enggak Pa becanda. Tadi enggak liat. Enggak niat juga, sumpah Pa. Suer nih... "

Rere dan Mamanya menertawakan ia, Tasya sendiri ingin menghilang rasanya, dan Papanya? Pria paruh baya itu tersenyum kecil.

..........................

Tasya menatap kosong jendela mobil yang menampilkan keadaan di luar, mereka sudah sampai di lingkungan sekolah. Mobil pun tepat berhenti di area parkir. Di dalam hatinya, Tasya ingin berteriak menjelaskan tadi itu tidak disengaja. Ia benar-benar tak melihat Papanya, dan karna tadi posisi Mamanya yang berada di bangku penumpang bukan bangku depan membuat ia mengira sang supir adalah Pak Toni-- supir pribadi orang tuanya.

Tasya membuka pintu, keluar dari mobil. Ia berdiri menunggu Papanya, ingin meminta maaf. Papanya yang baru saja mematikan mesin mobil  lalu keluar sedikit tersentak menemukan anak gadisnya berdiri di hadapannya.

"Pa, Taysa minta maaf. Tadi Tasya beneran enggak liat." Dengan wajah memelasnya Tasya mencoba merayu Papanya. Tasya hanya punya cara ini, dan semoga saja bisa berhasil.

Pria itu mengerutkan kening, bibirnya hampir terangkat, lalu ia menutup pintu mobil, dan siapa sangka? Roy merangkul anak gadisnya, ia juga sempat mengacak anak bontotnya ini. Mereka berjalan pelan.

"Pa? Papa maafin Tasya?" jujur, tubuh Tasya sedikit oleng dengan perlakuan Papanya. Ia tak pernah merasa seperti ini sebelumnya, karna ia tak pernah diperlakukan seperti ini.

"Menurut kamu?" Roy balik bertanya dengan alis terangkat.

Tasya menunduk menahan senyumnya lalu dengan cepat ia memeluk pinggang Papanya dengan semangat, senyumnya mengembang. "SAYANG PAPA BANYAK-BANYAK!"

Teriakan Tasya membuat Tina dan Rere yang semula berjalan lebih dahulu menoleh ke belakang, mereka terkekeh geli melihat Tasya yang bertingkah seperti anak kecil. Dan Papanya yang hanya bisa pasrah. Ekspresi keduanya sungguh lucu.

"Mereka ngapain tuh?" Rere menoleh ke samping.

"Mereka lagi akur Tan," ucap Rere hampir tertawa. Mereka kembali menghadap ke depan.

"Ada-ada aja mereka," kekeh Tina sambil menggelengkan kepalanya pelan.  "Ayo Re!"

"Iya Tante."

Tasya masih memeluk Papanya, ia merasa beruntung memiliki Papa tampan seperti Roy. Bisa jadi wajah cantiknya ini berasal dari wajah Papanya, bola mata Tasya membesar. Ia melepas pelukannya, mereka pun berhenti.

"Pa, wajah Tasya cantik gak?" tanya Tasya tiba-tiba dengan nada terkesan horor.

Pria baruh baya nan tampan itu kembali mengerutkan kening. "Cantik, emang kenapa?"

Tasya tersenyum lebar, rasanya kuping sebelah kiri dan kanannya ingin naik. Tasya bertingkah malu-maluin. "Aduh malu.... Ehh, Pa! Tungguin!"

Saat gadis itu melihat ke depan. Papanya sudah mendahului ia, segera Tasya berteriak sambil berlari pelan mendekat kembali pada Papanya.

Tasya menghempit tangan Papanya dengan cepat, tingkah Tasya membuat Roy berhenti dan hampir terhuyung ke depan. Dan sepertinya, Tasya tak memperdulikan itu, bahkan dengan tatapan Papanya yang seakan ingin menerkam ia.

"Untung Papa gak punya riwayat penyakit jantung nak," gumam pria itu.

Tasya yang mendengar itu hanya terkekeh pelan. Mereka pun kembali berjalan bergandengan menyusul Rere dan Tina yang sudah mendahului mereka sedari tadi.

Persyaratan yang dibuat Grisyel memang sangat menguntungkan. Karna Grisyel, Tasya bisa merasakan ini, seumur-umur hubungan antara Tasya dan Papanya tak pernah baik. Dan apa sekarang? Ahh, Tasya memang beruntung.

Walaupun begitu, Grisyel sudah merencanakan hal ini dengan tidak matang. Ia mengubah rencanya, yang semula ingin balas dendam, menjadi membungkam dan melindungi. Entah karna apa Grisyel ingin seperti itu.

Mungkin saja gadis itu bosan dengan sifat antagonisnya? Sehingga beralih pada sifat protagonis.






































*Tandai typo, terimakasih

TIME AT THE END OF TWILLIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang