16

15 2 0
                                    

Maapin aku :)
Ternyata aku khilaf buat nama Ayah sm Kakak Tasya sama 😭
Jdi aku ubah yah, maapiinnnn.....
Ayah Tasya : Roy
kakak Tasya : Revan
Biar kalian gak riwet bacanya hiks 🤧
Happy reading manteman 🤧

Btw, kalo kalian tukang skip. Aku saranin langsung ke paragraf terakhir, kalian bakal nemuin Revan, baca aja ia ngomong apa. Ucapan si Revan sebenarnya adalah inti dari part 15 dan 16.

......................

Bulu kuduk Tasya meremang, kupingnya berdengung dengan suara tembakan itu. ia melihat dengan jelas tubuh suster ngaret tertembak, tetapi suster itu masih bisa bangkit dan menendangnya sangat keras. Sangat biadab memang.

Kepala Tasya berkunang-kunang ketika kepalanya kembali terbentur ke dinding, suara tembakan tadi terulang beberapa kali membuat Tasya meringsut ketakutan memeluk tubuhnya yang tiada henti mengeluarkan darah dari luka. Bibir Tasya bergetar hebat mendengar derap langkah seseorang.

Sekilas Tasya melihat tubuh suster itu yang berlumuran darah, ia menunduk memejamkan matanya. Nyalinya sudah benar-benar hilang, ditambah suasana dan latar yang sangat mendukung. Tanpa sadar air mata Tasya menetes deras saat seseorang berdiri di hadapannnya. Tasya mengeratkan dekapan, ia berserah untuk selanjutnya.

Seseorang itu berjongkok di hadapan Tasya sambil tersenyum pedih. Tepat saat seseorang itu berjongkok, Tasya semakin menundurkan dirinya, padahal itu tak ada guna. Tasya sudah di pojok. Tak berani menatap wajah seseorang itu, sehingga Tasya bertanya dengan keberanian yang tersisa, "Ka-kamu s-siapa?"

Seseorang itu mengulas senyum tipis lalu mengelus rambut Tasya dengan lembut. "Ini Kakak sayang." Sontak Tasya langsung mendongak, ia mengerjabkan matanya. Tasya tak salah liat bukan?

"Kakak Tasya?" tanya Tasya meyakinkan dengan suara seraknya.

Revan mengangguk. "Iyah, Kakak Tasya." Tasya tersenyum cerah, kembali meneteskan air matanya, tanpa babibu ia langsung memeluk kakaknya dengan erat. Revan mengelus punggung adiknya yang bergetar, entahlah rasanya sangat sakit melihat adik kecilnya terluka seperti ini. Bahkan rasanya, Revan juga ingin ikut menangis.

Tadi, Revan mendapatkan kabar bahwa adiknya diracuni, Revan pun tak tau kronologinya. Namun, saat sampai di rumah sakit, dan masuk ke kamar inap adiknya. Ternyata adiknya tak ada di sana, ia langsung bergegas ke ruangan CCTV. Rahangnya mengeras ketika terlihat adiknya diseret paksa oleh suster gila yang mungkin sudah pingsan itu.

Tenang, ia hanya menembakkan beberapa tembakan bius di tubuh suster itu. Namun, Revan angkat tangan jika suster itu meninggal, karna ia menembakkan peluru bius beberapa kali. Jadi, bisa saja wanita gila itu meninggal karna overdosis.

Gedung yang mereka pijaki adalah gedung yang sudah tak terpakai, dulu gedung ini adalah bagian dari rumah sakit. Namun, karna ada sesuatu faktor gedung ini tak terpakai, hanya dipakai untuk keperluan yang mendadak saja.

Mitos yang beredar dari gedung ini membuat banyak orang tak berani berpijak di sini. Keadaan gedung ini pun semakin tak terurus seiring berjalannya waktu. Kini, Mereka sedang berada di lorong pembunuhan, yang mana karna minimnya orang berlalu-lalang membuat tempat ini menjadi sarang pembunuhan dan kejahatan.

Revan siap memukul siapa orang yang membawa Tasya ke rumah sakit ini, kenapa ia tak berfikir dua kali? Atau sekedar mengecek kondisi rumah sakit. Dengan amarah yang mengebu Revan menggendong adiknya ala koala, lalu mengambil rambut suster itu dan menyeret nya dengan raut datar. Di ujung sana terdapat anak buah Revan yang sedang menunggu, mereka berbarengan menelan ludah kasar ketika bosnya menatap mereka dingin.

"Urus dia!"perintah Revan sambil mencampakkan tubuh suster itu. Lalu pergi dengan aura yang dingin. menurut anak buah Revan yang perlu di takuti di sini bukan para hantu melainkan bosnya yang auranya melebihi makhluk astral.

TIME AT THE END OF TWILLIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang