8

24 6 0
                                    

Kejadian nyatanya.

"Dia itu merusak pemandangan, andai saja ia tak ada, " comoh salah satu siswi berbisik pada temannya. Semua siswi berbisik satu sama lain membicarakan Tasya dan gadis di sebelahnya. Mereka benar-benar di tatap hina oleh siswi-siswi.

"Lihatlah. Seperti kotoran!"

"Sampah tempatnya di tempat sampah, bukan di sekolah mewah seperti ini."

"Gue kira dia udah kehilangan muka untuk kasini."

"Sampah gak punya muka!"

"Dia berlagak keren,  padahal kotoran tetaplah hina!"

Dari Tasya menginjakan kakinya di sekolah ini sampai ia tertawa bersama Rere, sebenarnya seluruh warga sekolah menghinanya. Sebenarnya cacian dan makian sudah memenuhi pendengaran Tasya sedari tadi. Sebenarnya, mereka di bicarakan. Namun, Tasya tak terlalu peduli.

Tetapi saat ada siswi menatap mereka sangat iri, Tasya langsung membalas tatapan itu. Siswi itu menggeram marah, bersama teman-temanya ia berbondong menghampiri Tasya yang terlihat kalem.

"MAU LO APA SAMPAH!" erang gadis itu melotot tajam ke arah Tasya.

Tasya meneliti penampilannya. Rambut ikal, wajah penuh riasan, leher kotor, baju hina, rok...ah tidak itu bukan rok, dan kaus kaki berwarna.

"Re, orang gila dari mana ini?" bisik Tasya. Perutnya mual melihat penampilan gadis ini.

Mendengar itu tawa Rere hampir saja meledak, "Kalau dilawan nanti kita sama kaya dia. Mending pergi aja yuk!"

Tasya mengangguk, "Nanti pas istirahat aja kita berkelahi. Kami pergi, daa!" wajah Tasya terlihat lucu, tetapi di mata gadis-gadis itu, wajahnya meledek.

Daa...
Hahaa..
"Putriku memang pintar, lebih tepatnya licik sih." suara berat menggema di ruangannya. Seperti iblis.

Tasya kembali menampilkan wajah datarnya, mereka kembali berjalan ke kelas. Sampai di pintu kelas Tasya tiba-tiba berhenti. Lalu entah kenapa senyum miringnya muncul. Dengan sekali tendang pintu di depanya terbuka dan air terjatuh dari atas.

Tasya berjalan pelan masuk ke dalam kelas diikuti Rere. Mereka berjalan tanpa memperdulikan tatapan para siswa-siswi yang merdecak kesal.

"Apa tak ada guru Re?" tanya Grisyel. Rere menoleh padanya.

"Ad-"

"Hai, anak-anak!" seorang guru perempuan masuk menyapa. Grisyel menoleh pada guru itu, entah kenapa saat melihat wajahnya Grisyel merasa tak asing.

"Ini murid baru itu yah?" Rere mengangguk kaku. "Perkenalkan dirimu, lalu duduk yah. Tasya duduk!"

Tasya mengerjabkan mata beberapa kali. Lalu, "Bangku?" tanyanya dingin.

"DUDUK DI LANTAI AJA!" sahut salah satu siswi membuat teman-temannya tertawa keras. Mereka pun memulai merendahkan Tasya seperti biasa.

Membosankan, ternyata di kerajaan lebih sadis yah, batin Grisyel.

"Udah-udah," lerai guru perempuan itu. "Tasya. Kamu duduk di sana." Perempuan itu menunjuk bangku paling pojok. Tasya mengangguk, lalu berjalan ke arah bangkunya.

"Kaki." Tasya berhenti menunduk melihat kaki seorang siswi yang sepertinya berniat menyandungnya. Siswi itu tersentak lalu mengembalikan kakinya ke posisi semula.

Guru perempuan bernama Ghea itu menghela nafas, ada yang berbeda. Lalu ia beralih pada murid barunya. "Ayo, perkenalkan dirimu nak."

Rere menoleh lalu mengangguk. Ia berdiri tegak menghadap siswa-siswi di sini. "Enggak perlu diperkenalkan, kita gak akan pernah dekat. Terimakasih." to the poin. Tasya menyukai itu.

"Nak?" Ghea mengerutkan kening. Perkenalan seperti apa itu?

"Buk. Izinkan saya duduk di samping Tasya." sebelum mendapat izin dengan santai Rere melangkah pelan ke bangku Tasya.

"Tidak perlu perkenalan yah?" Tasya menahan tawanya.

Rere mengedikkan bahu. "Berlian tidak perlu mengenal kotoran."

Selanjutnya mereka kembali melanjutkan pelajaran seperti biasa, walaupun tetap banyak yang menghina Tasya secara terang-terangan. Tasya hanya diam, lebih tepatnya menyusun rencana.

Hahahaha.

.......................

"Baik anak-anak pelajaran selesai, di lanjutkan setelah istirahat. Ingat, jangan ada yang mencoba bolos," ucap Ghea yang tidak dihiraukan siswa-siswinya. Mereka malah melongos pergi, sementara Ghea menghela nafas.

Tasya melirik ke arah Rere, yang ternyata juga melirik ke arahnya. "Siap buk. Terimakasih!" ucap mereka serempak lalu tertawa bersama.

Ghea terkejut, tapi entah mengapa ia tersenyum senang. Bibirnya seakan bergerak sendiri. "Terimakasih," ungkapnya tulus.

Grisyel yang sedang merangkul Rere hendak keluar kelas berbalik dengan Rere yang juga terikut. "Menghargai guru." Setelah mengatakan itu Grisyek berbalik berjalan ke luar kelas masih tetap merangkul Rere.  Namun, baru beberapa langkah, tiba-tiba Grisyel berhenti mendadak.

Rere menoleh dengan heran, tapi seakan paham ia mengikuti pandangan Grisyel. Di depan sana, ada 2 orang berbadan besar memakai setelan hitam. Rere tersentak, ia melihat keadaan sekitar. Ternyata mereka dikepung oleh orang-orang berbadan besar.

"Mereka siapa Re?" tanya Grisyel sedikit panik, karna tiba-tiba juga perasaannya menjadi tak karuan.

"M-mereka pe-pengawal p-pa-pa," ucap Rere terbata-bata.

Grisyel melepas rangkulannya, berjalan cepat kearah orang berbadan besar itu. "Mau apa kalian?" tanyanya dingin.

2 orang berbadan besar itu melihat ke arah mobil hitam yang entah kenapa bisa berada di lapangan sekolah. Grisyel sontak melihat mobil itu, dan dengan sekuat tenaga ia menyingkirkan dua orang besar itu. "Minggir atau kau kubunuh," tekan Grisyel.

Setelah 2 orang itu memberinya jalan, ia segera berlari ke lapangan. Dan betapa terkejutnya ia ketika seorang pria keluar dari dalam mobil menampilkan senyuman manis. Di detik selanjutnya bola mata Grisyel mengecil, dia berada di depan pria itu.  Apa-apaan ini?

"Bagaimana sayang? Kau tak rindu denganku?" bisik lelaki itu tepat di telinga Grisyel. Seketika Grisyel menegang.

Deg.

A-apa i-ini dia?...
Ba-gaimana bi-bisa?
Mungkinkah?....































Terimakasih ♡

TIME AT THE END OF TWILLIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang