"Tuan Putri tidak ingin tidur?" tanya Rere ikut duduk di samping Grisyel. Kedua gadis ini sedang berada di balkon kamar apart. Grisyel yang tengah asik membaca lembaran kertas yang ia pegang menoleh.
"Berhenti memanggiku Tuan putri!"
Rere mengangguk kaku, "B-baik." keadaan kembali hening, hujan telah berhenti tetapi langit masih gelap, dan hawa dinginnya masih membekukan kulit. "Tasya, di sini dingin masuk yuk!"
Tasya mendelidik ke arah Rere, "Duduk diam, atau kau akan kubunuh!" Dengan cepat Rere duduk dengan normal. Nyalinya seketika menciut.
"Re, besok aku akan sekolah. Siapkan semuanya."
Rere tersentak, "Mengapa tiba-tiba?"
Tasya mendesis, "Mau kubunuh kau Rere." memang suara Tasya terkesan rendah, tetapi dengan nada dingin menyeramkan. Rere segera pergi dengan cepat, ia percaya ucapan Tasya tak main-main.
Grisyel berdiri dari duduknya, lalu menghirup udara rakus. "Jadi mereka yang sudah menyakitimu?" perlahan Grisyel menampilkan senyuman devilnya. "Tunggu saja. Tasya yang baru sudah tiba."
Aura yang di keluarkan Grisyel tak main-main, ada rasa dendam ketika selintas bayangan Tasya yang lemah tersakiti. Saking tajamnya aura yang Grisyel keluarkan, daun-daun dari tumbuhan di baklon seketika layu.
Grisyel sudah tau semuanya, ia sudah baca semuanya. Tentang siapa Tasya, ia sudah tau. Ini semua berkat Rere, babunya sudah bekerja keras. Grisyel tersenyum lebar. Senangnya mempunyai babu yang bisa diandalkan.
.............................
Pagi telah tiba...
Semuanya pun bahagia...
Seperti Grisyel yang memancarkan senyuman lebarnya. Rere sampai merasa ngeri, tak biasanya gadis itu seperti ini. Apa karna ini hari kembalinya ia kesekolah?"Tasya, ada apa? Mengapa sikapmu aneh seperti ini?" tanya Rere heran.
Tasya menoleh memberikan senyum lebarnya pada Rere. "Aku terlihat sangat cantik, baju ini sangat bagus," jawab Tasya tanpa beban. Ia tak memperdulikan Rere yang nafasnya sudah tercekat. Ingin sekali Rere menyumpah serapi gadis ini, tapi itu tak baik.
"Sebentar lagi kita akan berangkat Tasya, aku harap kamu tidak macam-macam." entah ini perasaan Rere saja atau bagaimana, Rere merasa ada yang direncakan oleh Tasya. Dan ia harus cari tau sebelum Tasya mengacaukan banyak hal.
"Jangan khawatir Rere. Aku takkan berbuat macam-macam. Hanya hal kecil saja." perkataan Tasya malah membuat Rere semakin khawatir.
.........................
Tasya dan Rere sudah sampai di sekolah SMA Harapan Jaya, yang mana SMA ter-fav di kota ini. Sekolah dengan fasilitas yang sangat mendukung, uang untuk masuk di sekolah ini pun tak main-main. Oleh karna itu sekolah ini di huni oleh orang-orang berada, dan seseorang yang di anggap miskin pasti akan mendapatkan comohan dan perilaku yang tak pantas.
Seperti halnya Tasya, karna identitas yang aslinya tak diketahui publik. Teman-temannya menganggap ia hanya anak yang mendapatkan bantuan dan tak mempunyai orang tua. Padahal sekolah ini adalah milik keluarganya, dan orang tuanya adalah investor terbesar di sekolah ini. Namun, Tasya tak diakui.
Kini, Tasya yang baru telah tiba. Tasya yang tak lagi lemah dan hampir mati sudah hilang. Hanya ada Grisyel yang dingin dan licik. Pandangan semua orang tentang Tasya akan berubah, Grisyel menekan hal itu!
Rere melirik takut wajah Tasya yang sangat dingin, berbeda dengan tadi saat berangkat. Rere sangat ingin bertanya, tapi ia urungkan saat gadis itu berjalan mendahuluinya.
"Re!" panggil Tasya, Rere menoleh lalu berlari kecil menghampiri gadis yang tengah memakai seragam berbalut jaket. Sepertinya gadis itu menyukai pakaian bernama jaket, pasalnya ia selalu ingin memakai itu.
"Ada apa Tu-"
Grisyel mendecih, "Kemana tujuan kita? Aku tak tau apa-apa di sini." Grisyel tak paham jalan berpikir Rere seperti apa. Mengapa babunya menjadi lelet seperti ini?
"Pertama, kita harus ke ruangan kepala sekolah. Kedua kita akan ke kelas," jelas Rere.
Grisyel mengangguk, "Tunjukan jalannya!" perintah Grisyel. "Kelas dua belas IPS dua. Benar?"
Rere mengangguk mantap.
....................
Grisyel bersandar di dinding ruangan kepala sekolah dengan kaki kiri yang bertumpu pada dinding dan tangan yang ia lipat di depan dada, serta mata yang terpejam. Ini adalah posisi menarik yang pernah Grisyel temukan.
Grisyel sedang memahami semua benda yang di pakai manusia, memahami dunia mereka yang menurutnya sedikit merepotkan. Dia menunduk membuat rambut yang ia gerai berjatuhan secara perlahan, gadis ini sangat cantik.
"Rere, pulang dari sekolah aku ingin membeli itu," ungkap Grisyel menunjuk benda yang di pegang oleh siswi di ujung koridor. Rere yang baru keluar dari ruangan kepala sekolah sedikit tersentak, tetapi kembali normal kemudian mengangguk.
"Kamu sudah tau benda itu?" tanya Rere, ahh ini pertanyaan konyol. Mereka berjalan beriringan di koridor yang di penuhi oleh murid-murid yang belum memasuki kelasnya.
Grisyel mengangguk sekilas, "Aku itu pintar," angkuhnya berkata fakta.
"Aku tau itu," sahut Rere memutar bola mata malas.
"Lantas. mengapa kamu bertanya, Rere? Ingin sekali Grisyel membunuh makhluk satu ini, tetapi Rere itu sangat menguntungkan alangkah baiknya ia manfaatkan.
"Ingin saja. Perkacapan kita terlalu dingin," ungkap Rere, entah keberanian dari mana ia dapatkan. Sesungguhnya Rere itu takut dengan Grisyel.
Tasya menunduk sambil tersenyum kecil, ia dengan santai merangkul Rere. "Kau takut bukan denganku? Tak perlu takut, kita teman. Berbicaralah seperti teman. Keluarga."
Rere tersentak, hatinya tersentuh ia jadi terharu. "Kamu membuatku ingin menangis rasanya."
"Menangis saja, kau akan di anggap orang tak waras," bisik Grisyel dengan senyuman remeh. Menjadi antagonis yang hebat harus menjadi protagonis dulu bukan?
Rere tertawa, ia merasa sangat senang. "Terima kasih Tasya."
Grisyel berhenti membuat Rere juga ikut berhenti , "Tak ada ucapan terimakasih, sama-sama, dan maaf dalam pertemanan!"
Rere tersenyum lebar, membuka telapak tangannya. "Teman?"
Grisyel membalas di sertai senyuman tulus. "Teman!"
Mereka kembali tertawa, seperti sepasang teman pada umumnya. Tawa mereka membuat banyak siswi menatap iri dan dengki pada dua gadis ini. Grisyel menyadari itu lantas membalas tatapan mereka dengan aura dinginnya. Ck! Antagonis kok dilawan.
Bodoh
....
....Tandai typo yah :)
Lov you ❤
KAMU SEDANG MEMBACA
TIME AT THE END OF TWILLIGHT
FantasyApakah Grisyel itu anak yang terlalu perasa? Atau memang rasa patah hati itu sesakit ini? Dunia terasa kosong dan hampa, seakan memintanya untuk pergi berlari sejauh-jauhnya. Lalu, seperti selalu ada batu berukuran besar menghempit dadanya, membuatn...