Happy reading...
Satu vote kamu sangat berharga bagiku :)
.....................Isakan tangis keluar dari seorang perempuan yang tengah dirangkul suaminya itu. Mereka duduk di bangku luar kamar inap anaknya. Yaps, Tasya sudah di pindahkan ke ruang inap setelah sadar tadi.
"Gara-gara aku yah? Aku yang membuat dia kaya gitu," lirih Tina kembali mengeluarkan air mata, hati Roy teriris dengan keadaan istrinya. Ia menghapus air mata Tina dengan lembut.
"Bukan kamu sayang." Roy menenangkan istrinya. Rahang Roy seketika mengeras mengingat siapa orang yang telah mencampurkan racun di makanannya, ingin Roy memutar waktu, biar ia yang berada di atas brangkar itu, bukan anaknya. Demi apapun, Roy akan menghabisi orang itu!
Tunggulah kematianmu, batin Roy.
Pintu kamar inap Tasya terbuka, memunculkan Dimas dengan wajah datar seperti biasa. "Tante sama Om gak mau masuk?"
Pasutri itu menoleh, Roy mengangguk. "Ini mau masuk, tapi Tante kamu nangis terus ini."
"Udah dapet pelakunya Om?" tanya Dimas to the poin, ia sangat berharap kalau itu bukan tante Tina. Roy menggeleng pelan, Dimas langsung mendengus, ia pergi tanpa berpamitan.
Roy beralih pada istrinya, menatap lembut wanita yang ia cintai. "Masuk yuk!"
Tina mengangguk pelan. "Tasya gak bakalan benci sama aku kan Roy?"
Roy menggeleng. "Kecuali kalo kamu pelakunya."
Tina mengusap matanya lalu mengangguk mantap. "Bukan aku pelakunya."
Roy tetap mengangguk walau hatinya sedikit curiga dengan Tina, tapi ia harus berfikir positif. Mana mungkin Tina ingin melukai anaknya sendiri, terlebih itu Tasya.
Mereka masuk ke dalam kamar, Tasya tengah tertidur lelap di atas brangkar dengan infus di hidungnya. Rere yang tengah bermain handphone melihat dengan datar siapa yang datang.
Rere bangkit dan berjalan ke arah pasutri itu, lalu berbisik dengan tajam. "Cari pelakunya, dan ia harus merasakan apa yang Tasya rasakan. Bahkan ia tak boleh bahagia!" selanjutnya Rere pergi, masih dengan hati yang bergejolak.
Tina dan Roy menatap sendu putri mereka. "Tasya sangat beruntung bukan?" tanya Tina mendekat ke arah brangkar.
"Sangat beruntung, dia punya banyak orang yang menyayanginya." Roy menambahkan dengan nada setuju.
Tina mengelus pipi Tasya dengan lembut, air matanya kembali menetes, ada rasa yang sebelumnya tak pernah sesakit ini. Tidak, Tina tak berbohong ini sangat sakit. Ibu mana yang tega melukai anaknya? Jika ada, Tina bukan seperti itu. Tina hanya tak ingin membuat putrinya risih dan tak nyaman dengan dirinya, oleh karna itu Tina menjaga jarak dengan Tasya.
Tina hanya ingin menjadi ibu yang baik, tetapi entahlah sikap anaknya terhadap ia membuat Tina mundur sebelum berperang. Tina tersenyum simpul.
Namun, kali ini Tina harus mencoba untuk jadi ibu yang baik, harus lebih berusaha, karna pasti anaknya membutuhkan ia, pasti itu.Roy mengelus bahu istrinya dengan lembut sambil menatap sendu putrinya. "Aku janji akan mendapatkan pelakunya, demi putri kesayangan kita."
Tina mengangguk, tersenyum haru. Keluarga kecilnya pasti akan sangat bahagia sekarang, rasanya kali ini ada cahaya di antara mereka. Iya, cahaya itu Tasya, seorang anak yang pernah mereka telantarkan dahulu. Dulu, dan di menit sebelumnya mereka seakan menutup mata dengan apapun tentang Tasya putri mereka. Namun sekarang, mereka harus perbaiki apa yang mereka rusak kemarin.
.................................
Grisyel tersenyum penuh arti, ternyata menjadi protagonis sehebat ini rasanya. Protagonis memang lemah, tetapi ada rasa nyaman yang belum pernah Grisyel dapatkan. Memang, menjadi antagonis itu mengasyikkan, bahkan bisa membuat candu. Namun, protagonis lebih menenangkan dan Grisyel menyukainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIME AT THE END OF TWILLIGHT
FantasyApakah Grisyel itu anak yang terlalu perasa? Atau memang rasa patah hati itu sesakit ini? Dunia terasa kosong dan hampa, seakan memintanya untuk pergi berlari sejauh-jauhnya. Lalu, seperti selalu ada batu berukuran besar menghempit dadanya, membuatn...