22

14 3 0
                                    

Rere melanjutkan ceritanya. Kali ini raut wajahnya tampak serius. Saat ingin membuka mulut Rere di hentikan karna kedatangan Tina yang membawa brownis serta di belakangnya ada ART yang membawa cemilan lainnya.

"Ini makanannya, di makan yah sayang. Mama mau ke kamar dulu."

Grisyel menatap binar makanan yang berjejer. "MAKASIH MAA!" serunya yang di angguki Tina.

Rere pun tersenyum kecil. "Makasih Tante!"

Tina mengangguk lagi. "Sama-sama!" selanjutnya Tina berlalu dari meja makan, para ART juga sudah pergi. Buru-buru Grisyel dan Rere mengambil piring dan menaruh makanan apa yang mereka makan. Grisyel mengambil sepotong Brownis lalu langsung melahapnya. Ia meloncat senang, Ini yang ia inginkan.

"lanjut gak nih?" tanya Rere yang sudah duduk enteng mencomot mochi di tangannya.

Grisyel mengangguk menelan kunyahan brownis di mulutnya, ia pun ikut duduk. "Lanjut."

Rere mengangguk. "Jadi gini, adek kelas ..."

................

"RERE! AKU TAK NYAMAN MEMAKAI INI !! APA INI!!" Grisyel langsung berdiri dari kursi riasnya. Gadis itu menatap horor dua wanita ini, yang satu mamanya yang satu sahabatnya.

Rere mendengkus. "Aku hanya ingin merawat wajahmu,  Tasya. Jadi tenanglah."

Grisyel menggeleng takut, ia tak mau memakai benda-benda aneh itu. Geli rasanya. "TIDAK! AKU TAK MAU!" Gadis itu berlari ke luar dari kamarnya, menuruni tangga dengan cepat berusaha menulikan telinga dari teriakan menggoda mamanya serta Rere.

Tampak di ujung sana ada Revan yang sepertinya baru pulang dari kantor, Grisyel segera berlari ke arah lelaki itu bersembunyi di belakangnya dari Rere yang tiba-tiba sudah berlari mengejar.

"Aku gak mau!" sentak Grisyel memegang pundak belakang Revan membuat lelaki itu tersentak kaget.

"Hei, kenapa ini dek?"

Grisyel menunjuk Rere dan mamanya yang sama-sama berkacak pinggang di depan mereka. "Mereka! Masa mau ngasi aku benda-benda aneh itu! Geli ihh! Rere juga, kuker atau gimana sih Re! Maaaaa Tasya gak mau."

Revan mengulum bibirnya menahan tawa, adiknya ini sungguh lucu. "Emangnya mau di apain sih, Ma? Sampe kaya gini anaknya?" tanya Revan pada mamanya.

Tina terkekeh geli. "Kami cuman mau kasi perawatan sama kulit adik kamu, skincarean, Van," jelas Tina.

Revan menggelengkan kepala heran. "Lah, bukannya ciwi-ciwi suka sama skincare yah," kekeh lelaki itu. "Jadi adik aku ini cewe atau enggak sih," godanya.

Grisyel langsung memukul punggung Revan, dengan kesal ia berteriak pada lelaki itu. "AKU ITU PEREMPUAN YAH! KAU MAU LIAT TUBUHKU HAH!"

Revan yang semula tertawa keras menjadi terdiam karna adiknya memanggil ia dengan kata 'kau'. Namun, tak berselang lama ia lanjut terkekeh kecil. "Jangan dong dek, nanti kakak terkam kamu."

Wajah Grisyel memerah paham dengan nafas memburu, ia kesal sangat kesal. Di tambah dengan deru tawa mereka, ahh Grisyel ingin pergi rasanya. "KESEL! AKU KESEL!"

Revan terkekeh merangkul adiknya berbisik pelan di telinga kanan Griyel. Seketika Grisyel menegang mendengar bisikan itu, "Aku tau kau bukan adikku. Kembalikan dia."

"Tasya?" Grisyel mengerjabkan matanya pelan, ia terkekeh hambar melihat wajah Revan di samping.

"Hahaha." Tawa Grisyel meledak, tapi selanjutnya wajah gadis itu menjadi datar. "Tenang, adikmu masih baik."

Revan tersenyum miring memegang kedua bahu adiknya, tatapan mereka beradu. "Apa kau itu seperti adikku?"

Grisyel menggeleng. "Adikmu lemah, aku tidak," sombongnya sambil dagu bangga, membuat Revan terkekeh mengacak pelan rambut Grisyel.

"Grisyel bukan namamu?"

Gadis itu mengangguk, dan siapa sangga Grisyel memeluk Revan dengan erat. "Bantu aku membalaskan dendam adikmu. Kumohon," pinta Grisyel memasang wajah sedih.

Rahang Revan yang semula mengeras mengendur luluh dengan perkataan Grisyel, lalu dengan kaku ia membalas pelukan Grisyel. "Bantu aku juga bahagiakan adikku." Revan menghirup aroma rambut adiknya. Ini sangat ngaman.

Grisyel mengangguk. "Tasya pasti bahagia, aku jamin."

Diam-diam ada seseorang yang tersenyum miring di balik pagar. Ia memegangi dadanya yang terasa sedikit sesak, seseorang itu meringis pelan. "Untung saja aku sudah merasakannya."

.................

A/N : skip part selanjutnya

TIME AT THE END OF TWILLIGHTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang