Hari ini Tasya kembali ke sekolah membuat gadis 15 tahun itu tak henti-hentinya tersenyum lebar. Ia tak sabar, sungguh tak sabar. Dengan cepat gadis dengan rambut digerai itu menuruni tangga menghampiri semua orang di bawah. Hari ini akan jadi sangat menarik, pikir Rere melihat tingkah petakilan dari Tasya.
Kedua gadis itu kini sudah duduk bersebelahan di meja makan, dengan Revan di sebelah kiri Tasya juga Tina dam Roy di depan mereka. Tasya mengambil roti dan toples selai, mengoleskan selai untuk Rotinya adalah hal yang menarik bagi Tasya. Tanpa pikir panjang, setelah rotinya siap Tasya memakan rakus rotinya, ia seketika teringat harus cepat.
"Pelan-pelan, sayang," tegur Tina yang di angguki oleh Roy.
"Kamu enggak bakal telat kok."
Tasya menggeleng menyelipkan rambutnya di belakang telinga dengan risuh. "Asya mau bikin satu sekolah kaget, Pa!" serunya seraya mengayunkan kedua kakinya. Tak lupa senyum lebar gadis itu.
Tina dan Roy kompak menghela nafas pelan. "Senyaman kamu aja sayang."
Tasya mengangguk menyenggol bahu Rere membuat gadis dengan rambut pendek berponi itu menoleh. "Sekarang?" tanyanya. Tasya mengangguk girang. Jadilah Rere menghabiskan makanan dan minuman dengan cepat.
"Udah."
Gadis-gadis itu bersama bangkit lalu berlari kecil menyalami Tina dan Roy, juga Revan. "Babay kakak ganteng. I love you!" Tasya dengan cepat mengecup pipi Revan lalu segera melongos pergi meninggalkan orang-orang yang menegang di meja makan.
"SEKOLAH! KITA SEKOLAH!" riang Tasya memeluk lengan Rere yang tengah terkekeh. Mereka bersama-sama memasuki mobil, duduk di kursi penumpang. "AYO PAK! KITA KESEKOLAH!!" seru Tasya berteriak.
Pak supir terkekeh mengangguk cepat. "Siap non." Mobil pun melaju meninggalkan perkarangan rumah. Rere tersenyum kecil mengeluarkan varfum dari tasnya.
"Sini, pakai dulu."
Tasya menoleh dengan riang ia menghadap ke arah Rere agar gadis itu mudah menyemprotkan minyak wangi ke tubuhnya. Rere tertawa kecil menyemprotkan farfum berwangi permen karet itu pada Tasya. Jika Grisyel sangat anti dengan wangi-wangian seperti ini, ataupun skincare, maka Tasya menyukainya. Walaupun bukan berarti Tasya pencandu, tapi katanya ia suka sensasinya.
"Asya gak dipakaian kaya yang kemaren?" tanyanya polos. Rere yang sedang merogo tasnya menoleh lalu menggeleng.
"Enggak, pake body lotion aja nih. Belum pake kan?"
Tasya menggeleng. "Emang body lotion tuh apa, Re?"
Rere tampak menghela nafas. "Bocil gak boleh tau. Udah nurut aja."
Tasya memicingkan matanya lalu mendengus pelan membanting tubuhnya ke kursi dengan tangan yang terlipat di depan dada. Rere melirik sekilas, ngambek kayanya, pikir Rere.
Acara ngambek-ngambekan itu masih berjalan bahkan sampai mereka sudah berada di sekolah. Rere menghela nafas pelan, ia lupa Bahwa Tasya adalah kebalikan dari Grisyel. Rere menahan lengan gadis itu.
"Body lotion itu handbody. Yang gunanya untuk melembabkan kulit, biar enggak kering. Paham kan?" jelas Rere sedikit jengah. Perlahan senyum Tasya muncul, gadis itu mengangguk semangat.
"KALO GITU, AYOO! KITA KE KELAS!" Tasya berteriak menarik tangan Rere dengan semangat. Gadis ceria itu kembali, syukurlah. Jika tidak, Rere tak yakin masih bisa hidup. Uhh, mengerikan.
"Hai, Rere!" sapa seseorang di depan mereka. Tasya berdiri tegak membalas riang sapaan orang itu, dan yang disapa malah mengerjab polos. Tasya menoleh ke arah Rere, apa-apaan gadis ini huh!
"RERE!" Tasya berteriak keras tepat di telinga Rere membuat gadis itu tersentak mengusap kupingnya.
"TASYA! SAKIT KUPING AKU!"
"MAKANYA JANGAN SALTING GITU RE!" balas Tasya mulai berlari kecil.
"SINI KAMU! AKU ENGGAK SALTING YAH!" Rere berlari mengejar Tasya yang berteriak sambil berlari itu. Tanpa Rere sadari, wajahnya memerah entah karna apa. Sialnya, Tasya melihat itu.
"CIEE YANG SALTING! PIPINYA MERAH ITU!" ejek Tasya kembali melajukan larinya saat Rere semakin mendekat. Kedua gadis itu menjadi tontonan, terutama untuk seseorang yang menyapa Rere tadi--Dimas, ia terkekeh melihat pertengkaran dua sohib itu. Sebelum akhirnya mata Dimas membola melihat Tasya terjatuh di sana.
Rere tertawa hendak menangkap Tasya saat gadis itu terjatuh di tanah. Namun, Tasya buru-buru menyadarinya dan bangkit kembali berlari dengan berteriak mengejek Rere yang tak bisa menangkapnya. Hari ini udaranya sejuk, tapi mengapa keberuntungan tak berpihak pada Tasya lagi.
Ya, gadis itu kembali terjatuh. Namun, kali ini tidak jatuh di tanah, melainkan jatuh di dada bidang seorang lelaki. Tasya meringis mengusap hidungnya sambil menundurkan langkah.
"Maaf, aku gak sengaja." Tasya mendongak menatap wajah orang yang ia tabrak, seketika tubuhnya membeku. Di dalam sana Grisyel memberontak tak percaya.
"SYA! ITU MURID BARUNYA!" teriak Rere menghampiri kedua manusia itu. Tasya mengulum bibirnya mendengar teriakan Rere tadi.
"Maaf, aku Tasya bukan Grisyel." Kata itu terlontar begitu saja dari mulut Tasya. Lelaki itu masih diam di tempat.
"Grisyel? Di mana?"
"Kamu mau dia keluar?"
Lelaki itu mengangguk singkat. "Aku mau gadisku," gumamnya.
Tasya mengangguk girang. "Kalau kamu mau, nanti jam istirahat dia keluar." Tasya melongos pergi sambil memegangi hidungnya. Gadis berwajah ceria itu mengapa banyak orang, hingga ia terkejut saat ada tangan merangkul bahunya.
"Grisyel sedang love-love yah," bisik Rere. Tasya terkikik menutup mulutnya.
"Awas loh Re, entar aku aduin biar kamu dibunuh sama Grisyel," peringat Tasya yang sebenarnya hanya bercanda. Ia itu bukan tipe pengadu. Namun, Rere malah percaya pada gadis itu. Ahh, bodohnya Rere.
"Jangan dong," melas Rere memurungkan wajahnya. "Aku takut tau sama Grisyel," bisik Rere lagi. Tasya terkekeh geli mendengarnya.
"Iyakan, Grisyel itu mukanya serem." Mereka tertawa kecil masuk ke dalam kelas dengan bersamaan. Kelas yang semula ramai bak pasar seketika hening. Tasya tak perduli itu, malah dengan santainya ia duduk di kursi paling depan, diikuti Rere yang duduk di sebelahnya.
Para ciwi-ciwi mendekat ke arah Tasya, sepertinya mereka akan caper nih. "Ehh, Tasya. Lo udah ngerjain tugas belum?"
"Iya nih, lo kan udah lama tuh gak dateng. Lo bisa kok minjam buku gue."
"Oiya, lo tau gak? Kita punya murid baru loh."
"He'em. Ganteng tau, cocok kayanya sama lo."
"Tapi, cowo gak terlalu penting ya. Eh, lo udah serapan atau belum nih?"
"Gue ada bawa bekal. Masakan emak gue no racun-racun club yee."
"Jangan songong lu markonah!"
"Lah, saha teh yang songong!"
"Elu! Jamet! Hahaha."
"Sadar diri ya anjir!"
"APA LU!"
"YA APA!"
Tasya memutar bola matanya malas, ia tak terlalu suka manusia-manusia bermuka dua ini. Namun, Tasya tetaplah Tasya yang sulit menyampaikan unek-uneknya. Hingga ia hanya diam dan sesekali mengangguk pada ocehan manusia-manusia itu.
Rere sadar Tasya tidak nyaman dengan teman-teman sekelasnya, tapi ia terlalu malas meladeni manusia-manusia ini. Juga, Rere terlalu malas untuk mengerti keadaan Tasya. Karna Tasya bukan Grisyel.
Segitu dulu, tandai typo ya
KAMU SEDANG MEMBACA
TIME AT THE END OF TWILLIGHT
FantasyApakah Grisyel itu anak yang terlalu perasa? Atau memang rasa patah hati itu sesakit ini? Dunia terasa kosong dan hampa, seakan memintanya untuk pergi berlari sejauh-jauhnya. Lalu, seperti selalu ada batu berukuran besar menghempit dadanya, membuatn...