Part 1 - Ruang Rawat

6.3K 631 165
                                    

"Papa lama banget di toilet," seru Azka yang sedari tadi terlihat menoleh ke arah kamar mandi rumah sakit. Hampir beberapa menit berlalu, Sang Papa yang katanya pamit ke toilet tak kunjung keluar. Entah lah dia sedang apa disana.

Attalaric Azka Alfareza, adalah anak bungsu laki-laki dari pasangan Ayana dan Jefri. Tepatnya adik terakhir Aidan setelah Aviola. Yash! Karena Aviola adalah kembaran Aidan. Saat ini Azka menginjak usia empat tahun lebih muda dari Aidan, dan dia saat ini membenci statusnya yang tak kunjung mendapatkan izin untuk menikah karena tak diperbolehkan melewati kakaknya.

Hanya Aviola yang lolos, Aviola lebih dulu menikah ketimbang Aidan. Bahkan saat ini Aviola tengah mengandung anak kedua dari pernikahannya. Anak pertamanya telah menginjak usia lima tahun. Terbayang kan bagaimana Azka seperti cacing kepanasan karena harus dipaksa orang tuanya untuk menunggu Aidan menikah terlebih dahulu.

"Meditasi mungkin," jawab Ayana yang juga menajamkan netranya memperhatikan pintu toilet yang masih tertutup itu.

Azka menggeleng. Ia tersenyum miring saat melirik pintu kamar mandi yang masih tertutup, "Bukan meditasi Ma, tapi Papa di toilet sambil jualan batagor," lawaknya keras sampai Mamanya ikut terkekeh karena kalimat dari Azka.

Saat ini Sang Mama masih tak diperbolehkan untuk pulang dari rumah sakit karena infeksi lambung yang dideritanya masih terkadang membuatnya merasa tak nyaman. Jefri meminta Ayana untuk tetap singgah di rumah sakit dalam pantauannya sampai benar-benar sembuh. Dan saat ini, anak-anak Ayana ada di ruangan ini, terkecuali Aviola yang sedang ada urusan dan tak bisa menjenguknya, "Kalau Papa denger bisa ditimpuk kamu," seru Ayana pada Azka yang masih tertawa meledek Papanya yang ada di kamar mandi.

"Minum lagi ya, Ma?" titah Aidan yang sedari tadi tak ikut bercanda dengan adik dan Mamanya. Dirinya sedari tadi hanya menyimak, terkadang tersenyum tipis saat lelucon itu dilontarkan. Benar-benar kaku urusan humor.

"Mama nggak haus, Dan! Nanti aja ya?" balas Ayana seraya tersenyum menahan gelas yang disodorkan Aidan.

Tangan Aidan mengusap tangan Mamanya dengan pelan, "Ayo lah, biar cepet sembuh. Biar cepet pulang dari rumah sakit," seru Aidan pada Mamanya.

Bibir Ayana seketika mengembang saat mendengar perhatian dari anak sulungnya, "Mama itu nggak kenapa-napa. Mama sakit karena udah tua aja. Kamu sama adik-adik kamu udah gede. Wajar kalau Mama dikit-dikit sakit perut, sakit punggung, sakit yang lain-lain. Umur Mama semakin hari kan semakin renta, Nak! Kamu nggak perlu khawatir!" jelasnya pada Aidan.

"Mama cuma mau pesan, kalau misalkan nanti takdir Mama sama Papa kamu sudah selesai, jaga Papa kamu sebagai pengganti Mama. Papa kamu itu laki-laki terbaik pilihan Mama," tambahnya lagi mengucapkan kalimatnya ke arah anak-anaknya sampai membuat raut wajah Aidan berubah seketika.

"Mama ngomong apa sih? Kalimat itu belum siap Aidan terima untuk sekarang ini. Jangan ngomong aneh-aneh! Aidan belum siap. Mama tetep harus sehat. Yang ada dipikiran Aidan, Mama sama Papa sehat-sehat terus. Nggak ada yang lain," balas Aidan.

Kepala Ayana mengangguk. Tangannya mengusap pelan pipi anak sulungnya. Sesekali menatap ana bungsunya dengan tersenyum, "Tapi semua manusia bakalan kembali ke Tuhan lagi, Dan! Yang tua yang muda juga sama. Mama cuma mau mengingatkan aja. Siap ataupun nggak siap. Kamu tetep harus jaga adik-adik kamu nanti. Kalaupun Mama yang lebih dulu pergi dari pada Papa, kamu harus jaga Papa kamu juga. Masalah umur nggak ada yang tahu," tutur Ayana pelan.

Previous Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang