Part 12 - Perjodohan

3K 315 48
                                    

Hey there! Baca part sebelumnya dulu baru baca part ini biar gak lupa alur 🤣 saking lamanya aku gak update wkwkw. Bissmillah semoga sampai ending rutin update seminggu setidaknya dua atau tiga kali biar bisa garap cerita Mas Bagaskara sama Mbak Apiola secepatnya.

💓💓💓

Ingatkah? Terlalu lama Aidan berurusan dengan Gladys, orang yang baru dia kenal, sampai-sampai membuat Sang Mama khawatir dengannya di rumah. Aidan sadar akan hal itu. Makanya waktu Mamanya menelfonnya, Aidan buru-buru pulang. Meskipun saat Mamanya menelfon tadi, dia masih bersama Gladys dan Adita.

Aidan saat ini terlihat lebih mempercepat kemudinya agar sampai di rumah. Urusan Gladys yang masih sakit, dia titipkan lagi pada Adita, sahabat Gladys. Walaupun begitu, Aidan juga tak meninggalkan tanggung jawab. Beberapa menit yang lalu, dia menyuruh Dita untuk menyimpan nomornya agar jika ada yang perlu bantuan, Aidan bisa membantunya.

Entahlah, sejak kapan pria dewasa ini bisa sampai berempati lebih pada perempuan yang baru ia kenal. Tanya hatinya sendiri saja dia tak tahu jawabannya. Bagaimana dia bisa menjawab alasannya? Tapi tak apa. Itung-itung sesekali terlibat bersama perempuan dari pada tak sama sekali sekali di usia yang sudah tak muda lagi dan matang untuk menikah.

"Sampai mana, Sayang?" tanya Ibunya lagi dalam sambungan telepon saat Aidan tengah fokus menyetir mobilnya.

"Ini Ma udah hampir sampai," jawabnya pada Ibunya dengan lembut.

Memang benar. Mobil Aidan saat ini sudah masuk ke area perumahan tempat dirinya tinggal bersama orang tuanya. Sengaja ia membunyikan klakson mobilnya ketika netranya melihat Ibunya berdiri di ambang pintu rumah. Entah, bagaimana bisa Aidan kehilangan sosok wanita paruh baya itu ketika dirinya menikah nanti. Dia tak bisa jauh dari wanita itu. Takut jika terjadi apa-apa, Aidan tak ada di sampingnya, "Aidan," panggilnya.

Aidan cepat-cepat memarkirkan mobilnya dengan rapi sebelum dua kakinya turun dari mobil dan menemui Mamanya yang sedari tadi menunggunya, "Lain kali kabari Mama sampai mana biar Mama nggak khawatir," ungkap wanita paruh baya itu saat melihat Aidan perlahan turun dari mobil hitamnya.

Tangan Aidan mengambil tangan wanita paruh baya itu dan segera mencium punggung tangannya sebelum masuk ke dalam rumah, "Iya. Maaf ya Aidan tadi bikin Mama khawatir," serunya pada wanita itu.

"Tadi bukan Dokter Selena kan yang kenapa-napa? Bukan temen kamu juga? Kok bisa ada orang yang nangis-nangis di jalan? Itu dia kenapa awalnya?" Mamanya menagih cerita lagi tentang siapa yang menangis saat dia menghubungi Aidan tadi.

Aidan tak mungkin menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada Mamanya. Apalagi dia sudah terlanjur mengatakan pada Mamanya dalam sambungan telepon bahwa dia baik-baik saja tak perlu ada yang dikhawatirkan. Soal wanita yang menangis ketika Mamanya menghubunginya tadi, Aidan terpaksa berbohong bahwa ada orang yang menangis di jalan dan posisinya dekat dengan Aidan. Makanya Mamanya mengira suara itu dari orang yang tak dikenal.

"Enggak. Nggak papa. Aidan juga nggak tau. Masuk yuk! Papa mana?" tanya Aidan yang berusaha mengalihkan pembahasannya agar Mamanya tak mengulik lebih lanjut cerita perempuan menangis itu. Biarkan menjadi angin belaka.

"Udah tidur Papa kamu," ungkap Mamanya saat menyahuti pertanyaan Aidan.

"Udah tidur? Kok Mama belum tidur?" tanya Aidan lembut.

Previous Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang