Arga begitu egois. Tak patut dipertahankan. Bahkan Arga lah yang selama ini menyiksa Gladys dalam hubungannya. Mau seberapa kuat Gladys mempertahankan juga tetap sia-sia. Perlakuan Arga sama sekali tak bisa ditoleransi. Sebaik apapun Arga dulu padanya, tetap untuk kali ini Arga tak patut dijadikan laki-laki pilihan yang nantinya mendampingi hidupnya.
Dengan langkah gontai masuk ke dalam Kosnya, Gladys masih terlihat melamun memikirkan hubungannya dengan Arga yang sudah benar-benar kandas. Babak belur di lutut dan sikunya masih terasa perih. Gladys ingin buru-buru masuk ke dalam rumah untuk membersihkan tubuhnya yang luka.
Kos-kosan yang ditempati Gladys bak rumah kontrakan kecil yang disediakan Ibu Kosnya. Hanya Gladys dan Dita saja yang menempatinya. Rumah itu memang bukan rumah yang begitu luas, namun jika hanya ditempati mereka berdua, rumah itu sangat cukup, "Bodoh!" umpat Gladys merutuki dirinya lagi berkali-kali.
Gladys terus-menerus menggerutu saat masuk ke dalam rumah sampai-sampai Duta yang sedang ada di dapur mendengar umpatannya. Dita menoleh memperhatikan Gladys yang bertingkah aneh saat masuk ke dalam rumah, "Siapa yang bodoh? Pulang-pulang bukannya ucap salam dulu malah ngatain bodoh," sahut Dita yang terlihat tengah memasak di dapur kecil rumah itu.
Tak ada sahutan dari bibir Gladys. Dia terlihat menggertak-gertakkan kakinya dengan raut wajah sebalnya. Bibirnya mengerucut panjang menyesali apa yang tengah dia perbuat dulu. Sampai-sampai Dita heran sendiri dengan Gladys. Bagaimana tak heran, Gladys pulang-pulang dengan kondisi lutut dan siku yang memar. Tak ada angin tak ada hujan sahabatnya itu menggerutu sebal sendiri, "Lo kenapa sih? Pulang-pulang babak belur. Lutut lo kenapa? Berdarah gitu. Habis digebukin warga lo?"
"Nanti aja gue ceritain," ungkap Gladys yang masih tak ingin menceritakan segalanya ke arah Dita. Dia lebih memilih berjalan mengikuti arah kakinya yang ingin masuk ke dalam kamar mandi. Gladys rasa, guyuran air sangat dibutuhkan saat ini untuk menyadarkan dirinya yang terkadang masih memikirkan Arga.
"Lagian ye, tiga hari yang lalu baru aja sembuh dari demam sekarang lutut benjol kayak gitu. Ada masalah ape sih tuh anak? Perasaan sial mulu hidupnya," cerca Dita saat Gladys mulai masuk ke dalam kamar mandi sedangkan dirinya sibuk membuat sup ayam di dapur.
Asik memasak untuk menu makan malam bersama Gladys, tiba-tiba pendengaran Dita diganggu oleh suara anak kecil dari balik pintu kosnya. Dita tak tahu bocah dari mana yang tengah memanggil keras nama Gladys itu, "Miss Gladys!"
"Miss Gladys, ini Zio!"
"Miss Gladys!" teriaknya berkali-kali yang membuat guratan wajah milik Dita merengut kesal.
Dita menghela napas panjangnya. Dia lantas menutup panci yang berisi sup ayam mendidih itu sebelum langkah kakinya mengecek siapa bocah yang tengah memanggil Gladys, "Eh buset dah! Siape yang teriak-teriak malem-malem gini. Anak kecil nggak tau adab. Orang lagi masak juga. Bocil kampung mana sih ini? Berisik banget! Manggil-manggil Gladys," gerutunya sembari merapikan meja dapur dengan kain lap.
"Miss Gladys! Ini Zio. Ayo buka pintunya! Zio ada di lual lumah," teriak anak kecil itu lagi yang membuat Dita semakin kesal karena dianggap menggangu aktivitasnya memasak.
Sungut Dita seakan keluar mendengar teriakan itu lagi. Ujung daster yang dia pakai sampai-sampai dia pelintir karena geregetan pada anak kecil yang memanggil Gladys di depan pintu Kosnya, "Kagak diajarin Bapaknya apa gimana sih ini? Berisik banget," ungkap Dita sebelum dirinya membukakan pintu rumah itu.
Saat langkah Dita sampai di depan pintu. Tatapannya terlihat bersungut seakan ingin menerkam anak kecil yang menggangunya. Tangannya perlahan membuka pintu itu dengan bibir yang siap menggerutu sebal, "Ada apa sih, Tuyul? Gladys lagi mandi. Ini kagak lihat gue lagi masak sayur? Mau gue guyur muka lo pakek sayur sop? Bocah ada-ada aja malem-malem teriak. Kalau mau minta permen nanti aja. Ganggu orang lagi mas-"
KAMU SEDANG MEMBACA
Previous Love (END)
RomanceGanti cover ~~ Comeback update [Tiap Hari) Tak mencari pasangan hidup karena masih ingin membahagiakan orang tuanya adalah alibi Aidan Lavindo Alfareza. Sungguh jika disandingkan dengan saudaranya, dia sudah layak menikah karena usianya yang begitu...