Part 30 - Minta Restu

2K 333 16
                                    

Pagi ini Aidan sudah dipindahkan di ruang rawat inap Rumah Sakit Antara. Rumah Sakit ini adalah rumah sakit tempat Papanya bekerja. Dia sudah menyerahkan semua urusan kesehatannya ke Papanya dengan catatan Sang Mama tak diperbolehkan diberitahu kondisi Aidan. Mungkin Mamanya akan diberitahu mengenai kondisi Aidan pada pagi ini.

Agak mengecewakan bagi Mama Ayana karena kondisi Aidan disembunyikan darinya. Tapi mau bagaimana lagi? Aidan dan Papanya sepakat untuk melakukan rencana itu agar Mamanya tak banyak pikiran dan jatuh sakit. Fisik Mamanya sangat lemah jika banyak pikiran, terlebih lagi sejak sering masuk rumah sakit karena penyakit lambung yang dia derita.

Kali ini Gladys yang masih setia menemani Sang Kekasih. Semalaman kurang tidur tak menjadi masalah berat baginya. Justru, Gladys mulai mencoba untuk mengenal Aidan lebih dalam. Ternyata, selama ia menjalin hubungan dengan Aidan, Aidan tak hanya banyak mengungkapkan kata-kata saja, dia juga sering memberi perhatian ke Gladys diam-diam. Padahal, kondisinya Aidan terbaring sakit. Tapi dia tak mau pujaan hatinya ikut sakit karena menjaganya.

Tau apa yang dilakukan Aidan selama bercengkrama semalaman di rumah sakit bersama Gladys? Entah dari mana asalnya, Aidan membelikan sebuah kasur lipat agar Gladys tidur dengan nyaman saat menjaganya. Iya, klinik kemarin yang dia tempati memang sedikit sempit dibanding dengan kamar rawat inap VVIP yang saat ini Aidan tempati.

Makanya, Aidan memutuskan untuk membelikan Gladys kasur lipat empuk agar Gladys tidur dengan nyenyak kemarin. Tak hanya itu, meskipun saat ini pindah ruangan, tangan Aidan tak pernah lepas menggengam tangan Gladys seolah-olah tak ingin Gladys pergi dari pandangan matanya. Alhasil, gerak wanitanya itu terbatas.

"Hasilnya masih dibawa Papa kamu ya, Mas?" tanya Gladys pada Aidan.

Gladys sedari tadi menanyakan hal yang sama pada Aidan. Dia sangat ingin mengetahui hasil CT-Scan yang dibawa Dokter Jefri. Dan Papa Aidan itu belum mengabari sama sekali apa hasilnya. Apakah ada patah tulang di bagian belakang punggung Aidan atau baik-baik saja? Gladys hanya khawatir akan hal itu.

Aidan sebenarnya juga ingin tahu hasilnya. Tapi dia juga belum tahu. Belum diberitahu oleh Papanya, "Iya, sabar aja."

"Kapan katanya mau kesini?" tanya Gladys lagi.

"Bentar lagi Sayang, Papa kesini sama Mama. Tapi aku yakin hasilnya baik," jawab Aidan. Dia berusaha memberikan aura positif pada kekasihnya. Dari raut wajah Gladys saja sudah terlihat bahwa perempuan itu menyemburkan raut kekhawatiran.

"Aidan," Saat Gladys dan Aidan sibuk bertukar kata sembari saling menggengam tangan satu sama lain, sebuah panggilan dari wanita paruh baya membuyarkan tatapan Aidan yang awalnya menatap kekasihnya.

Aidan sangat hapal suara itu. Suara perempuan pertama yang dia cintai. Mamanya, kini berdiri di ambang pintu dengan kelopak mata yang akan menjatuhkan buliran bening dari sana saat menatap Aidan.

"Mama," sahut Aidan yang membuat Gladys menguraikan genggamanya di tangan Aidan. Gladys sontak menyingkirkan tubuhnya dan bergeser di posisi sebelah kiri tangan Aidan, agar Mama Aidan tak terhalangi oleh tubuhnya jika Gladys ada di sebelah kanan tangan Aidan.

"Kamu tega banget sama Mama. Kenapa nggak bilang sendiri ke Mama kemarin kalau kamu kayak gini? Mama semalaman nunggu kamu pulang, Nak! Tau nggak? Mama khawatir sama anak-anak Mama kalau pulang larut nggak ada kabar. Mama nggak bisa tidur mikir kamu belum pulang," omel Mama Ayana. Sebenarnya Mamanya tak memarahinya, hanya omelan kekhawatiran dan rasa takut yang menggebu-gebu saja.

Wajar, seorang Ibu perasaannya sangat kuat. Mau Aidan berbohong seribu kali tentang keadaannya, feeling Mama Ayana juga akan terasa. Jika ada hal yang janggal.

Previous Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang