Part 32 - Petaka?

2K 312 68
                                    

Menjalani perawatan selama tujuh hari di rumah sakit terkadang membuat Aidan bosan. Pasalnya dia rindu tempat kerjanya, ingin segera bekerja kembali. Tapi nyatanya, fisiknya belum siap untuk menerima pekerjaan berat. Pulang dari rumah sakit pun, Aidan masih diminta Papanya untuk singgah di kursi roda. Bagaimana bisa ia melakukan pekerjaan berat sedangkan untuk berjalan terkadang masih tertatih?

Siang ini Gladys berkunjung ke rumah Aidan bukan sebagai guru les Zio melainkan sebagai kekasih Aidan. Mama Ayana juga terlihat ramah ke Gladys karena menganggap Gladys perempuan yang sopan padanya. Selama beberapa hari di rumah sakit, menurut Mama Ayana Gladys sangat telaten merawat Aidan. Dia ikut luluh dengan sikap Gladys. Dokter Jefri? Jangan tanya, dia sangat baik dan menganggap Gladys sebagai anaknya sendiri karena sudah merawat Aidan.

Sebenarnya semenjak Gladys jadi guru les Zio, keluarga Aidan juga sangat baik padanya. Bukan hanya saat ini saja. Tapi dari dulu juga seperti itu, meskipun pernah ada konflik antara Aviola dan Gladys, tapi keluarga yang lain tak pernah ikut campur sampai masalahnya selesai. Jangan tanya perasaan Aidan, semakin hari perasaannya pada Gladys bertambah.

"Gladys, Mama Ayana minta maaf ya? Jadi ngerepotin kamu beberapa hari ini jagain Aidan di rumah sakit," seru Mama Ayana pada Gladys saat Gladys terlihat memapah Aidan yang ingin berpindah dari kursi roda ke Sofa ruang keluarga.

Gladys menggeleng pelan dengan senyum ramahnya pada Mama Ayana, "Nggak papa Ma," jawabnya.

Melihat anak sulungnya yang meminta bantuan pada Gladys mengenai apapun, Mama Ayana berdecak sembari menggeleng-gelengkan kepalanya, "Aidan nempel kamu terus tuh, Mama sering dicuekin sekarang," sahutnya menyindir Aidan.

Mendengar Mamanya berkata seperti itu, Aidan sontak terkekeh pelan. Bak perempuan yang tengah terbakar cemburu karena perhatiannya teralih ke perempuan lain. Memang, sedari dulu kedekatan Aidan dan Mama Ayana tak diragukan lagi. Hubungan Ibu dan anak itu sangat erat. Bahkan, hal apapun yang membuat Mama Ayana tak suka, dia berani meninggalkannya demi kebahagiaan Sang Mama, "Kapan Aidan nyuekin Mama, hm?"

"Kemarin malam di rumah sakit, waktu kamu mau tidur. Tangan kamu gak lepas dari Gladys. Nggak boleh gitu, nikah dulu baru pegang tangan anak orang. Jaga kehormatan Gladys. Gladys perempuan seperti Mama. Jangan sampai kamu rusak!" tutur Mama Ayana.

"Berarti udah dapat lampu hijau ya?" tanya Aidan pada Mamanya.

Mamanya menghela napas dan tersenyum simpul. Saking keinginannya terkabul menikah dengan Gladys, Aidan menagih restu terus ke Mamanya sampai Mamanya perlahan merestui, "Sembuh dulu lah, Nak! Masa sakit begini mau ngelamar anak orang. Iya, Mama ngikut keputusan kamu, kamu udah gede kan? Udah bisa memutuskan mana yang baik mana yang buruk. Kasihan anak Mama udah tua. Takut kepengen buru-buru ngerasain surga dunia."

"Gunakan aja waktu-waktu ini untuk mengenal satu sama lain dulu asal jangan kelamaan. Kalau udah dirasa cocok, boleh ajak Mama sama Papa ke rumah Gladys. Atau kapan-kapan, Mama undang keluarga Gladys buat makan malam bareng. Gampang lah pokoknya itu bisa diatur yang penting kalian saling mengerti saling cocok satu sama lain dulu," tambah Mama Ayana.

"Nikah kan gak cuma surga dunia aja yang dipikir, nggak cuma nafkah batin juga. Aidan juga harus mikir nafkah yang lain," seru Mama Ayana lagi.

Langkah Azka terhenti saat melihat kakak dan mamanya saling bercengkrama di ruang keluarga. Dua kata yang sangat populer di telinga Azka 'Surga Dunia' itu terucap dari mulut Mamanya. Pembahasan yang menarik bagi Azka jika ikut bercengkrama bersama Mamanya.

Adik bungsu Aidan itu ikut menanggapi percakapan. Dia berjalan dengan santainya ke arah Aidan, "Apa nih surga dunia surga dunia? Lagi ngomong apa? Kalau ngomongin surga dunia ajak-ajak jangan simpen sendiri," celetuknya sembari ikut duduk di depan Aidan dan Gladys, lebih tepatnya duduk di samping Mama Ayana.

Previous Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang