Prolog

8.7K 739 129
                                    

"Ada jadwal penyuluhan vaksinasi hewan di Bekasi, Dok! Dokter ikut?" tanya seorang perempuan yang berjalan di samping Aidan.

Beberapa menit yang lalu, memang perempuan itu tak sengaja bertemu Aidan di koridor Rumah Sakit Antara. Kebetulan perempuan itu berprofesi sebagai Dokter Umum di rumah sakit ini, terlihat dari jas putih yang melekat di tubuhnya. Sedangkan Aidan di rumah sakit ini bukan untuk praktek, namun untuk menjenguk perempuan yang sangat ia cintai, yang tengah dirawat di rumah sakit ini.

Perempuan cantik berlesung pipi itu terlihat akrab dengan Aidan saat mereka tengah berjalan bersama. Tampak kenal sejak lama, sampai tak ada celah mereka saling bersendau gurau bersama sepanjang mereka berjalan.

Kepala Aidan tampak mengangguk dengan bibir ranum yang terlihat tersenyum tipis. Ia tersenyum ramah ke arah perempuan yang kebetulan sudah ia kenal lumayan lama itu, "Iya. Saya udah dapat surat tugasnya. Ada beberapa dokter hewan juga yang sudah janjian untuk datang bersama. Kamu mau ikut juga?" tanya Aidan seraya terkekeh pelan.

Perempuan itu membalas tawa Aidan dengan senyum simpulnya. Rona pipi merah yang terlihat disana menandakan bahwa dirinya menyukai sosok laki-laki bertubuh tegap yang berprofesi sebagai dokter hewan itu. Tapi sayangnya, Sang Empu yang disukainya memiliki hati yang sulit untuk ditebak soal perasaan pada perempuan, "Bukan ranah saya, Dok! Pasien kita kan beda jenis. Semoga acara vaksinasinya berjalan dengan baik ya, Dok! Tidak ada kendala apa-apa," jawabnya.

Aidan mengulum senyum simpulnya lagi. Yang membuat perempuan itu ikut tersenyum juga, "Iya semoga," jawab Aidan langsung.

Perempuan itu memang telah Aidan kenal sejak acara seminar di kampusnya dulu. Pernah satu acara. Dan sering terlibat di beberapa acara seminar juga yang membuat mereka sering bertemu. Perempuan itu bernama Selena, dokter umum yang juga ternyata kenal dekat dengan Dokter Jefri, Papa Aidan.

"Dokter kesini mau jenguk temen? Atau ada keperluan lain di rumah sakit? Mau ketemu Dokter Jefri?" tanya perempuan itu lagi ke arah Aidan.

Dan sontak kepala Aidan terlihat menggeleng ketika menanggapi pertanyaan dari perempuan itu. Mungkin perempuan itu tak tahu jika Mama Aidan dirawat di rumah sakit tempat ia bekerja. Dua hari yang lalu, Mama Aidan dilarikan di rumah sakit ini karena Infeksi lambung yang dideritanya. Bukan karena Aidan ada keperluan dengan dokter lain Aidan ada di rumah sakit ini, melainkan karena ingin menjenguk Sang Mama yang tengah dirawat di rumah sakit, "Mama saya dirawat disini lima hari yang lalu," jawabnya.

"Ibu Ayana? Bu Ayana sakit apa? Dokter Jefri kok nggak cerita?" tanya perempuan cantik itu memastikan.

Kepala Aidan mengangguk jelas. Bibirnya tersenyum getir ke arah perempuan itu sebelum dirinya menjawab pertanyaan, "Iya. Mama dirawat disini karena infeksi lambung. Kebetulan Papa sendiri yang merekomendasikan Mama untuk dirawat di rumah sakit ini," jawab Aidan kemudian.

"Di kamar nomor berapa kalau boleh tau?" tanya Selena dengan guratan khawatir yang melekat di paras ayunya.

"Kamar VVIP nomor satu," jawab Aidan.

"Kapan-kapan saya jenguk Bu Ayana ya? Saya udah lama nggak ketemu sama beliau. Kalau saya sudah selesai praktek dan ada waktu luang, saya usahakan mampir kesana," seru Selena yang membuat Aidan menganggukkan kepalanya.

"Iya boleh. Saya tunggu kedatangannya," jawab Aidan kemudian.

"Siang ini saya kebetulan ada jadwal praktek. Kalau begitu saya permisi dulu. Sampai bertemu lagi, Dok!" pamit Selena yang tak bisa banyak mengobrol dengan Aidan karena kesibukannya di rumah sakit.

Aidan tampak menarik sudut bibirnya untuk tersenyum ramah ke arah perempuan itu sebelum ia mengeluarkan kalimat yang bernaung di bibirnya, "Iya silahkan. Hati-hati," jawab Aidan.

Usai menatap Selena yang berjalan menjauh darinya, langkah kaki Aidan kemudian berjalan menyusuri lorong rumah sakit lainnya, berlawanan dengan arah jalan Selena. Langkahnya sengaja ia percepat agar bisa menggantikan Sang Papa menjaga Mamanya di ruang rawat inap. Mumpung dirinya sudah selesai dengan urusan pekerjaannya, Aidan sengaja meluangkan waktunya untuk menjaga Mamanya di rumah sakit.

"Aaakkkhhh sakit," pekik seorang perempuan yang menjerit kesakitan. Aidan sempat terperanjat karena kaget mendengar jeritan itu secara tiba-tiba bersumber dari perempuan yang berjalan berlawanan arah dengannya. Saat dirinya menoleh ke sumber suara, ia tak sengaja melihat dua perempuan yang saling memapah.

Perempuan yang terlihat kesakitan itu, tangannya tampak dibalut perban dan temannya sepertinya hanya mengantarnya ke rumah sakit ini. Entah, Aidan juga tak mengerti apa yang terjadi dengan perempuan itu, "Gue nggak mau tau, kucingnya Solihin harus dibawa ke pelosok pluto aja. Sakit banget ... Assshh! Gara-gara makhluk itu tangan gue jadi korban kekerasan," gerutu perempuan yang tangannya dibalut perban itu.

Sedangkan temannya tampak berusaha memapah karena ternyata bukan hanya tangan saja yang terluka. Namun kaki perempuan itu juga terluka, "Kan kucingnya kagak sengaja nyakar lo. Udah deh, nggak usah lebay. Udah diobati dokter juga. Nanti juga sembuh sendiri kalau waktunya sembuh," sahut temannya meladeni omelan dari perempuan yang kesakitan itu.

"Sembuh sendiri sembuh sendiri gimana?Nggak bisa. Gue mau pindah kosan. Ya ampun Solihin ngerepotin gue aja lo. Gue udah bayar kosan masih aja kena ulah dari kucing lo. Ah ... Untung aja nih kaki gue kagak buntung dicakar kucing itu. Coba kalau sampe buntung. Gue aduin Kak Seto biar dipidana undang-undang perkucingan. Ngadi-ngadi jadi kucing," gerutu perempuan itu lagi yang dibalas temannya dengan helaan napas panjangnya.

"Emang kucing nggak ada akhlak lu ye? Udah tau orang lagi makan. Malah dicakar. Mana kuku tajem-tajem lagi kayak omongan tetangga," omelnya sepanjang jalan lorong rumah sakit.

Sambil terseok-seok, langkah kaki perempuan itu terhenti seraya netranya memastikan bahwa tangan dan kakinya baik-baik saja usai cakaran kucing itu menerjang beberapa bagian tubuhnya, "Ya bukan salah kucingnya juga. Kucing lagi duduk di bawah meja makan Kosan, kenape lo injek palanya? Ya jelas dia nyakar lah. Ah bego juga lo... Ya salah lo juga," omel temannya kemudian.

"Kan gue kagak tau kalau dia di bawah kaki gue. Harusnya dia tau mana kaki orang sama mana musuh dia. Main cakar-cakar aja. Nggak mikir dulu. Orang cantik begini dicakar. Kan kaki gua nanti bekasnya jadi koreng gara-gara dicakar kucing. Kalau kaki gue korengan gimana mau daftar jadi Miss Universe?" gerutu perempuan itu balik.

"Kucing mana bisa mikir sih dodol!" sahut temannya.

Aidan yang sedari tadi tak sengaja mendengar percakapan dua perempuan itu lantas tersenyum tipis. Senyumnya masih ia tahan sembari melanjutkan langkahnya berpapasan dengan dua perempuan tadi. Ada-ada saja. Dengan gagahnya, ia melewati dua perempuan yang masih berdebat di koridor rumah sakit hanya karena cakaran kucing. Sangat lucu bukan? Aidan yang terlihat kaku, tiba-tiba terhibur dengan tingkah dua perempuan yang tak ia kenal berdebat masalah yang sama sekali tak penting menurut Aidan.

Ada-ada saja memang kelakuan human. Perkara dicakar kucing, rumah sakit jadi konferensi meja bundar untuk berdebat. Karena terlalu fokus menyimak percakapan dua perempuan tadi, Aidan jadi lupa tujuannya kesini untuk menjenguk Mamanya.

Perihal sayang, Ibu tidak ada duanya, kata Aidan dalam buku matematikanya sewaktu ia menginjak sekolah dasar dulu. Aidan melanjutkan langkahnya menuju lantai lima ruang rawat VVIP untuk bertemu Ibunya. Dan disana, ia akan bertemu dengan surga nomor satu yang tengah berjuang melawan penyakitnya.

Ikuti part 1 di laman selanjutnya.

Tunggu respon ah, baru update part 1 ... Testmoni bebyyyyy wkwkwkw

Previous Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang