Part 10 - Salah Dokter

2.8K 348 78
                                    

"Dis, kenapa?" tanya Dita saat dirinya mencoba untuk membantu Gladys membaringkan tubuh ringkih itu.

Pertengkaran beberapa menit yang lalu, Adita yang melerai. Dia juga yang mampu mengusir Arga di tengah sunyinya malam. Guratan wajah Gladys sepertinya terlihat begitu lelah. Pikirannya sedari tadi masih berkecamuk, mau dibawa kemana hubungannya dengan Arga saat ini.

"Nggak papa. Gue tadi cuma pusing aja. Nggak sempet minum. Dehidrasi," jawab Gladys pada Adita yang mencoba untuk membantunya memakai selimut tebal miliknya.

Dahi Adita berkerut. Sungguh, jika diminta untuk berkata jujur. Adita lelah sendiri melihat hubungan Gladys dan kekasihnya. Sedikit demi sedikit membaik besoknya ribut lagi. Dan bodohnya, Gladys masih menerima permintaan maaf dari mulut laki-laki itu dengan dalih karena mereka akan segera melangsungkan pernikahan beberapa bulan lagi jika Arga mampu menepati janjinya untuk menemui Ibu Gladys.

"Lo banyak kepikiran kali ah, makanya begini," serunya pada Gladys.

Ada rasa iba di hati Dita saat melihat wajah Gladys yang semakin malam semakin memucat. Tapi dia juga tak bisa membenarkan perilaku Gladys yang teramat bodoh dengan hasutan cinta laki-laki. Ya, Dita memaklumi. Gladys memang sangat terpukul saat kehilangan seorang ayah beberapa tahun yang lalu. Tapi bukan dengan cara seperti ini dia mendapatkan cinta laki-laki. Banyak di luar sana laki-laki tulus yang bisa mencintai Gladys. Bukan dengan iming-iming tubuh molek yang disenangi banyak pria.

"Cerita ke gue. Lo sama jigongnya hiu ada masalah apa? Kenapa dia kasar sama lo tadi? Bisa-bisanya dikasih tangan sama Tuhan buat ibadah malah cosplay jadi tangannya setan," seru Adita yang tak ada henti-hentinya menghujat Arga di depan Gladys.

"Besok aja ceritanya. Lagi males banget ngomong," rintih Gladys yang sedari tadi berkutat dengan kepalanya yang pusing.

Dita mengerti. Sahabatnya itu juga masih benar-benar terpukul dengan masalah percintaannya. Dia bingung sendiri menyadarkan sahabatnya agar terlepas dari laki-laki biadab itu. Sampai mulutnya loncat ke kutub utara juga Gladys susah untuk sekedar dinasehati, "Ya udah, gue temenin lo tidur ya? Soalnya takut lo kenapa-napa tengah malam," ucapnya.

"Makasih ya, Dit?" sahut Gladys pelan.

Dita mengangguk. Bibirnya tersenyum simpul ke arah sahabatnya yang tengah terbaring. Begitupun juga dengan dirinya. Kini, Dita merebahkan tubuhnya di samping Gladys, "Sama-sama."

"Dit," panggil Gladys.

Dita bergumam saat sahabatnya itu memanggilnya, "Hm?"

"Emang bener ya? Bokap lo anggota aparat? Lo tadi bilang ke Arga kalau bokap lo anggota aparat. Selama gue jadi temen lo, lo nggak pernah cerita tentang bokap lo," seru Gladys.

Dita hanya membalasnya dengan cengiran kuda, "Iya. Emang kenapa?" tanyanya balik pada Gladys.

"Bokap lo dinas dimana?" tanya Gladys lagi pada Dita yang sedari tadi hanya cengar-cengir memberi ulasan senyum ke arah Gladys. Namun senyumannya itu membuahkan arti yang tak dimengerti oleh Gladys.

"Kampung Rawa Badak. Jadi hansip disono. Kenapa emang?" jawabnya seraya meledakkan tawanya di hadapan Gladys. Iya, selama ini ayah Adita bukan dari petinggi negara ataupun orang-orang besar jabatan. Tapi dia benar-benar bangga dengan sosok ayahnya. Kata hansip sudah melekat di hati Dita, tak peduli orang mau mengatakan apa. Hansip tetap anggota aparatur negara menurut Dita.

"Serius lo, jangan becanda mulu!" sahut Gladys sebal.

"Gue serius Gladys. Bapak gue hansip," Dita mengatakan kalimat itu dengan penuh penekanan karena Gladys tak percaya dengan ucapannya.

Previous Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang