Part 49 - Jawaban

1K 177 12
                                    

Aidan bisa bernapas dengan lega ketika adiknya mengabarkan bahwa Mamanya banyak makan akhir-akhir ini. Terkadang kondisi Mamanya yang kadang stabil kadang tidak membuat Aidan takut terjadi sesuatu, "Ma, habis ini, Ma! Mama sabar dulu. Aidan masih usahakan."

Kini Aidan ada di rumah Gladys. Meskipun Gladys masih bersikap dingin pada laki-laki itu, tapi dalam lubuk hati Gladys yang paling dalam, ia tetap tak tega memperlakukan Aidan semena-mena.

Gladys tak tega melihat wajah kusut Aidan. Bahkan gara-gara dia, laki-laki itu kecelakaan yang menyebabkan kakinya tak bisa berjalan dengan normal sementara ini. Gladys benar-benar merasa bersalah hingga ia memutuskan untuk menolongnya dan membawanya bertemu dengan Sang Mama.

"Silahkan masuk!" seru Gladys pada Aidan yang mempersilahkan Aidan untuk masuk ke rumahnya.

Di ruang keluarga terdapat Mama Gladys yang tampak menonton televisi. Mamanya sontak beranjak ketika melihat Gladys mempersilahkan tamu untuk masuk. Dipikirnya Dita yang datang, ternyata Aidan. Wanita paruh baya itu langsung mengubah senyumnya.

"Ada Mas Aidan, Ma!" seru Gladys bingung harus menjelaskan apa ke Mamanya.

Raut wajah Mamanya masih tampak bingung juga. Sedari tadi ia menatap Gladys untuk meminta penjelasan. Tapi Gladys bungkam dan hanya menunduk. Hal itu yang membuat Mamanya menghela napas, "Mau apa?" tanya Bu Amira.

"Saya nggak bisa terima orang asing masuk," serunya lagi ke arah Aidan.

Sungguh, sebenarnya Bu Amira juga tak ingin menjawabnya dengan kalimat itu. Tapi Bu Amira harus tegas bahwa anaknya tak boleh menjalin hubungan dengan Aidan. Bu Amira tak ingin menambah masalah. Dia lebih baik tak ikut campur urusan keluarga Aidan.

"Kedatangan saya kemari mau bicara sama Tante dan Gladys juga. Mama mau ketemu sama Tante Amira. Mama mau minta maaf. Saya berharap Tante sama Gladys mau menemui Mama saya di rumah sakit," ungkap Aidan dengan tatapannya yang memohon.

"Tante, saya paham. Di posisi ini Tante berhak sakit hati. Tapi saya yakin Mama saya bukan bermaksud mau melukai hati Tante, Mama saya punya trauma besar dari kecil. Ditambah lagi Mama saya takut kehilangan adik saya yang hampir keracunan," tambahnya lagi.

"Saya percaya bukan Tante yang melakukan hal buruk itu. Saya yakin ini karena kesalahpahaman. Dan Mama saya meminta saya untuk bawa Tante dan Gladys ke rumah sakit. Mama pengen ketemu. Saya mohon Tante!" seru Aidan lagi pada Bu Amira. Aidan memohon agar Bu Amira menyetujui permintaannya.

Tapi ....

Perempuan itu menggeleng, "Saya nggak mau ikut campur urusan keluarga kamu. Saya nggak mau punya masalah sama orang lain," jawabnya pada Aidan.

"Tante ... Mama bener-bener butuh Tante. Mama mau ketemu sama Tante," ungkap Aidan.

Tetap saja. Wanita paruh baya itu masih tak mengubah jawabannya. Dia tetap tak ingin mencampuri urusan keluarga orang lain, "Kedatangan Saya kesana belum tentu bakalan berbuah baik. Saya nggak mau nambah masalah. Dan saya nggak mau dicap pembawa masalah di keluarga orang. Maaf!"

Mendengar jawaban itu Aidan reflek tertunduk. Lututnya lemas ingin ambruk di hadapan Bu Amira. Harus bagaimana Aidan jika keduanya menolak untuk bertemu Mamanya? Apa Aidan tega pulang dengan tangan kosong?

"Mama mau ketemu Tante untuk minta maaf. Mama sakit. Mama kritis. Nggak bisa kesini. Saya mohon Tante! Mama butuh Tante sekarang. Mama nunggu Tante," pintanya lagi pada Bu Amira.

Tapi Bu Amira tetap menggeleng, "Putuskan benar-benar hubungan dengan anak saya. Saya nggak mau anak saya terlibat apapun di keluarga kamu. Dia sudah saya jodohkan dengan anak teman Papanya. Semoga kamu bisa menerima. Dan saya nggak bisa menemui keluarga kamu," jawab Bu Amira sebagai penolakan bagi Aidan.

Previous Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang