Dita sedari tadi menghubungi Aidan dan memastikan bahwa Aidan akan bertemu dengannya secepatnya. Perempuan itu sengaja berjalan keluar gang untuk menunggu Aidan yang katanya akan sampai sebentar lagi menemuinya. Pertanyaan kecil di hati Dita sedari tadi mencuat, sejak kapan ada laki-laki rupawan mau menolong Gladys yang tengah sakit di sela-sela Gladys masih bodoh dan mengharapkan laki-laki setan?
Dita juga tak tahu alasan Aidan dengan mudahnya membantu seseorang yang baru dikenal. Dirinya hampir percaya diri. Menganggap Aidan menolong Gladys karena berkat dirinya yang menghubungi Aidan. Tingkat kepercayaan diri Adita meningkat seketika. Pertanyaan, 'apa mungkin gara-gara dirinya, Aidan mau membantu Gladys?' tiba-tiba terngiang di otak Dita.
Perempuan bermata bulat itu berdecak. "Ah elah, kalo nolong temen balasan dari Tuhan dapat jodoh tampan, mapan, rupawan mah gue rela bantu Gladys sampe nenek-nenek," serunya menghayal sembari senyum-senyum sendiri.
Dita terlalu jauh memghayal. Sampai tak sadar dirinya asik menghayal berpacaran dengan Aidan di dalam mobil mewah. Sempat-sempatnya menghayal sampai sejauh itu. Belum lama menghayal impiannya, lamunan Dita buyar seketika saat ponselnya berdering. Perempuan itu menoleh ke arah ponsel yang ia simpan di dalam saku bajunya. Ia merogoh ponsel itu dan mengangkat sambungan telepon yang kebetulan dari Aidan, "Kos kamu dimana?" tanya Aidan.
"Jalan Anggrek gang 7. Kenapa Pak?" jawab Dita langsung saat Aidan bertanya dalam sambungan telepon itu.
"Saya udah hampir sampai," seru Aidan.
Kedua bola mata Dita melihat dua lampu mobil yang menyorot mendekatinya. Karena jalan Anggrek sedikit sepi dari keramaian kendaraan, Dita sangat yakin jika mobil itu adalah mobil Aidan. "Oh Bapak pakai mobil hitam?" tanyanya pada Aidan.
Ya benar. Mobil hitam yang berjalan ke arah Dita itu adalah mobil Aidan. Aidan belum sempat menjawab pertanyaan Dita yang masih terhubung di dalam sambungan telepon, ia lantas mematikan sambungan telepon itu dan menghampiri Dita yang terlihat berdiri menegakkan kedua kakinya di depan tiang listrik yang ada di pinggir jalan, "Adita kan?" tanya Aidan saat ia membuka kaca mobil miliknya.
Adita sempat melongo saat melihat Aidan menghampirinya. Mata siapa yang buta melihat sosok laki-laki rupawan yang menghampiri? Dita kira semua perempuan juga tak akan waras melihatnya. Rambut klimis laki-laki itu masih tertata rapi karena polesan pomade. Dita yakin, dari merek mobil yang dikendarai saja pasti harganya milyaran rupiah, begitupun juga dengan harga pomade yang dipakai, tak mungkin kan pakai merek pomade yang dijual di toko klontong?
Gak main-main ini. Rejeki nomplok.
"Pak Aidan—"
"Iya saya Aidan," jawab Aidan saat Adita menatapnya tak berkedip.
Sebenarnya saat Dita menghubungi Aidan tadi, Aidan hampir sampai di rumahnya usai mengantarkan Gladys pulang. Tapi ia mengurungkan niatnya untuk pulang karena Dita menghubungi dan mengatakan jika Gladys demam usai pulang dengannya. Sebagai seorang laki-laki asing yang baru saja mengantarkan Gladys pulang, Aidan merasa takut dibilang tak tanggung jawab. Jadi ia putar balik menuju Jalan Anggrek lagi. "Gladys masih demam?"
"Masih Pak. Saya nggak tau berapa suhunya karena saya nggak ngukur pakai termometer. Tapi makin lama makin menggigil aja tubuhnya Gladys. Diajak ngomong nggak nyaut," tutur Dita memberitahu Aidan.
"Ayo Pak! Beberapa meter dari gang udah sampai kok," ungkap Dita saat Aidan beranjak memarkirkan mobilnya lebih minggir lagi agar tak menghalangi akses kendaraan lain yang melintas.
Usai memarkirkan mobilnya, Aidan turun dari mobil hitam itu dengan mengenakan jaket denim yang ia pakai saat ini. Memang, semakin malam cuaca di daerah sana semakin dingin. Dan Aidan tak mau mengambil resiko besar dalam tubuhnya, "Pemilik kos ada?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Previous Love (END)
RomanceGanti cover ~~ Comeback update [Tiap Hari) Tak mencari pasangan hidup karena masih ingin membahagiakan orang tuanya adalah alibi Aidan Lavindo Alfareza. Sungguh jika disandingkan dengan saudaranya, dia sudah layak menikah karena usianya yang begitu...