Part 29 - Ajakan Menikah?

2.2K 345 24
                                    

Yok vote komen yok ramaikan!!!

♡♡♡

Menjelang pukul delapan malam, Gladys masih menemani Aidan di klinik Dokter Seli. Klinik itu tak terlalu besar tapi mampu memberikan pertolongan pertama untuk luka Aidan. Sayangnya, malam ini Dokter Seli meminta Aidan untuk dirawat di kliniknya. Aidan tak diizinkan langsung pulang. Alhasil, Gladys yang menemani kekasihnya itu di klinik.

Satu jam yang lalu, Aidan memutuskan untuk mengistirahat matanya. Sama seperti Aidan, sebenarnya rasa kantuk yang menyelimuti mata Gladys juga tak kalah kuat dari kantuk Aidan, tapi Gladys merasa kasihan jika laki-laki itu tak mengistirahatkan tubuhnya yang luka. Gladys rela berbohong pada Aidan dan meminta Aidan tidur terlebih dahulu. Sedangkan dirinya masih betah menjaga Aidan.

Sungguh, saat melihat sorot mata Aidan yang tertutup sempurna, perempuan itu tampak tersenyum tipis. Keraguan-keraguan yang ada dalam hatinya terkadang tiba-tiba sirna ketika mendengar dengukuran lembut dari tidur Aidan. Sepertinya laki-laki itu sangat lelah sampai tidurnya benar-benar nyaman.

Berkali-kali Gladys menyamakan Aidan dengan Arga. Tapi nyatanya, Aidan tak bisa disamakan dengan Arga kekasihnya yang dulu. Dari segi bicara dan perlakuan kecil Aidan, pun sangat berbeda waktu awal menjalin hubungan. Bagaimana bisa keduanya disamakan?

Tutur kata, cara bicara, dan bagaimana Aidan memperlakukan perempuan sangat berbeda dengan Arga. Lantas apa yang dulu membuat Gladys ragu menjalin hubungan dengan laki-laki baik itu? Bukankah Aidan lebih unggul dibanding mantan kekasihnya itu?

Saat tangan Gladys ingin menyapu pipi laki-laki yang masih terjaga dalam tidurnya itu, tiba-tiba tangan kekar milik laki-laki itu memegang tangannya dengan lembut. Laki-laki itu ternyata terbangun dari tidurnya, "Kamu nggak pulang?" tanyanya pada Gladys.

"Kamu udah bangun?" tanya Gladys balik.

Gladys terhenyak saat sentuhan tangannya terekam di mata Aidan. Niat hati ingin diam-diam mengusap pelan pipi laki-laki itu. Tapi ternyata laki-laki itu dengan sigap merasakan sapuan lembut dari jemari Gladys, "A-aku mau izin ke Bos kalau besok libur kerja. Nggak papa gaji dipotong, aku mau ngerawat orang sakit," serunya menjawab pertanyaan dari Aidan.

"Kata Dokter, tadi kamu disuruh rawat inap sehari di klinik. Ada rujukan ke Rumah Sakit besok pagi buat pemeriksaan rontgen. Kamu dari tadi belum ngabarin keluarga kamu, terus besok kalau mau ke rumah sakit masa kamu sendiri, ya ... ya aku mau ikut ke rumah sakit lihat hasil rontgen kamu," tambahnya pada Aidan yang dibalas laki-laki itu dengan kekehan pelan.

Tangan Gladys yang bertengger di pipi Aidan masih digenggam erat laki-laki itu dengan tangannya, Gladys menanyakan lagi perihal Mama Aidan, "Kapan rencananya kamu mau ngabarin Mama kamu? Hari ini kamu nggak pulang, Beliau pasti nyari kamu," ujarnya yang masih memikirkan Bu Ayana.

"Lebih baik dikasih tau aja keadaan kamu. Karena kalau tahu dari orang lain, takutnya malah kecewa ke kamu. Aku tahu dia perempuan yang paling kamu jaga perasaannya," seru Gladys lagi yang meminta Aidan untuk menghubungi Mamanya lagi. Karena Mama Ayana belum mendapatkan kabar dari Aidan.

Aidan mengangguk pelan. Denyut nadinya berdetak cepat saat Gladys mengatakan kalimat yang menyenangkannya, "Iya nanti telfon Papa. Cuma Papa yang bisa jelaskan ke Mama perihal keadaanku sekarang. Kalau aku sendiri yang bilang, sudah bisa dipastikan Mama bakalan drop dan banyak pikiran."

Panggilan aku-kamu perlahan melekat dari mulut keduanya. Selama beberapa jam di klinik, dua insan itu bertukar permintaan untuk saling memahami karakter satu sama lain, membahas perihal hubungan orang dewasa, sampai masalah komunikasi satu sama lain. Benar, menyelaraskan komunikasi formal dan nonformal memang tak mudah. Terlebih keduanya bekerja di tempat yang sama. Ada jenjang karir yang berbeda.

Previous Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang