Part 21 - Celaka

2.5K 349 122
                                    

Part sebelumnya banyak yang komen wkwkwk agak antusias update jadinya wkwkw. Semoga yang ini juga banyak. Sekali-kali 100 komen aku masih nunggu wkwkw. Happy reading! Agak panjang jangan capek wkwkwkkw

💓💓💓

Selesai menjemput Mama dan Ppnyanyang terjebak mobil mogok, Aidan kembali. Dia lagi-lagi mengambil duduk di sebelah Gladys meskipun sedari tadi Mama Selena mengisyaratkannya untuk duduk di samping putrinya. Hanya saja, Aidan menolaknya dengan sopan dan tetap mengambil duduk pada tempatnya semula. Sedangkan Papa dan Mamanya mengambil duduk tepat di sampingnya.

"Mas Jefri kebetulan telat service mobil. Jadinya mogok di jalan. Tapi untungnya ada Aidan. Jadi semua aman, kok! Maaf jadi telat ini," ungkap Ayana meminta maaf pada semua pasang mata yang memperhatikannya.

Tentu. Mama Selena mengangguk pelan tak menjadi masalah besar baginya. Dia justru sangat senang ketika Jefri dan istrinya hadir di momentum pertemuan dua keluarga seperti ini, "Nggak papa Bu Ayana, Dokter Jefri. Kami bisa memaklumi kok."

Terlihat, Jefri menjabat tangan Oma Sukma dengan erat sembari tersenyum ramah diikuti dengan istrinya yang juga ikut menjabat wanita lansia itu dengan lembut sebelum menuturkan sebuah kabar basa-basi, "Apa kabar Oma Sukma?" tanya Jefri ke arah Oma Sukma sembari tersenyum lebar.

"Baik. Aidan ini anak sulungmu, tho? Anak bungsu yang mana?" tanya balik Oma Sukma. Maklum, mungkin Oma Sukma belum terlalu hapal dengan anak-anak Jefri karena Jefri ke Semarang hanya sekedar singgah sementara saja dulu waktu Aidan masih kecil. Bahkan, terakhir kali ke Semarang saat Ayana hamil anak ketiga, adik dari Aidan. Selebihnya tak pernah lagi.

"Iya Oma. Ini Aidan kembarannya Aviola. Aviola sama suaminya lagi di jalan menuju ke sini. Anak bungsu katanya nggak ikut dulu karena ada acara lain," jawab Ayana mewakili Jefri yang ditanya.

Mama Selena sedari tadi tak pernah ketinggalan menerbitkan senyumnya ke arah Jefri ataupun istrinya. Semua kalimat yang tersirat selalu masuk ke dalam telinganya sebagai pendengar yang baik, "Dimakan dulu hidangannya! Ayo nggak usah sungkan-sungkan. Ini semua acara kita," ucapnya terkekeh.

Aidan sedari tadi tak terlalu menyimak pembicaraan kedua orang tuanya. Dia malah fokus ke arah Gladys yang kesulitan membuka tutup botol yang dia pegang. Entah, ingin minum saja mengapa tutup botolnya sangat sulit untuk dibuka? Dan akhirnya Gladys tak jadi minum, dia menaruh botol minuman itu lagi ke meja.

Lantas tanpa permisi, tangan Aidan reflek mengambil botol yang baru saja ditaruh oleh Gladys. Hanya dengan satu putaran, tutup itu terbuka sempurna. Mungkin tenaga Aidan lebih besar dari Gladys, makanya Aidan lebih mudah membuka tutup botol itu, "Ini!" serunya menyodorkan botol minum itu ke arah Gladys saat dia berhasil membukanya.

Gladys sontak tertegun karena tiba-tiba Aidan membukakan tutup botol miliknya. Padahal Gladys sama sekali tak meminta bantuan. Saat dia melirik ke arah Aidan, dua pasang bola mata itu tak sengaja berpapasan beberapa detik. Dan Aidan terlihat tersenyum tipis sebelum ia mengalihkan pandangannya ke makanannya lagi.

"Miss Gladys!" Gladys spontan terlonjak. Lamunannya buyar ketika anak kecil memanggilnya. Suara itu sangat familiar di telinga Gladys. Siapa lagi kalau bukan suara Zio.

Gladys lantas menoleh ke belakang. Tepat di belakangnya ternyata ada Zio bersama orang tuanya. Gigi rapat nan mungil dari anak kecil itu meringis, menunjukkan senyumnya ke arah Gladys saat Gladys menatapnya, "Zio!"

"Zio mau duduk sama Miss Gladys!" pinta anak kecil itu.

Laki-laki kecil itu lantas mendekati Gladys yang duduk di samping Aidan. Dia duduk di pangkuan Gladys dengan tenang sedangkan kedua orang tuanya hanya menggelengkan kepalanya pelan karena melihat anaknya yang malah lebih dekat dengan guru lesnya dibanding dengan mereka sendiri.

Previous Love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang