00 Prolog

2.4K 103 36
                                    

Perempuan itu bersenandung lirih sambil tangannya yang tak berhenti mengusap lembut kening si kecil yang berada di sampingnya. Bibirnya tersenyum hangat kala menatap mata tertutup itu.

Tak terasa bayi mungilnya ini dua bulan lagi akan menginjak umur 9 tahun. Menurutnya, si manis ini masih bayi untuknya.

"Bunda sayang kamu ... Malaikat Bunda." Ujarnya pelan sembari mengecup kening itu lembut, dia tidak ingin membangunkannya.

Dengan perlahan tubuhnya pun beranjak dari ranjang ber-sprei pink itu, sebentar menatap wajah damai putrinya yang sudah tertidur pulas, lalu akhirnya kakinya melangkah keluar dari kamar dan tak lupa menutup pintu kamar ini lagi.

Baru saja keluar dari kamar si manis, perempuan itu di kejutkan dengan seorang lelaki yang tiba-tiba lewat di hadapannya sambil menguap lebar.

Dia terkekeh, "kalau ngantuk ya tidur, Jen."

"Belum, masih ada yang perlu di kerjain," lelaki itu menjawab, "oh iya, boleh pinjem laptop Kakak nggak? Punyaku ngelag terus."

Dia yang mendapat pertanyaan seperti itu lantas mengangguk, kakinya melangkah menuju kamarnya dan di ikuti oleh lelaki itu di belakang.

"Kan udah di bilangin beli yang baru, masih aja pakai yang lama."

Lelaki itu hanya menyengir sambil mengusap rambut sedikit gondrongnya ke belakang. Ah, sepertinya dia harus potong rambut besok. Tetapi Jaerin sangat menyukai rambut gondrongnya, bagaimana dong?

Keduanya sudah memasuki kamar yang bernuansa abu-abu ini, dengan si lelaki yang masih mengikuti langkah si perempuan untuk mengambil laptop-nya di meja kerjanya.

"Kak."

Saat sudah sampai kamar, perempuan itu menoleh ketika namanya di panggil.

"Masih belum inget dia ...?" tanyanya.

Sang empu yang mengerti pertanyaan itu untuknya lalu menolehkan kepalanya ke belakang, tepatnya menatap foto yang berada di atas meja kerjanya. Foto dimana dia masih remaja dulu, bersama dengan sosok lelaki yang sampai saat ini dia tidak tahu itu siapa.

Memang terlihat romantis. Foto sedikit usang itu menampakkan dirinya bersama sosok lelaki tadi berlatarkan banyaknya bunga Camellia. Dengan pose dia memeluk lengan si lelaki sambil menyandarkan kepalanya, dan si lelaki yang tengah menatapnya lembut.

Jika Jeno ke kamarnya seperti ini, pasti lelaki itu akan bertanya kepadanya dengan pertanyaan yang sama seperti tadi.

Siapa dia? Siapa lelaki itu? Kenapa Jeno selalu bertanya apakah dia sudah mengingatnya atau belum? Siapa? Sebegitu berartikah lelaki itu untuknya?

"Jen, tolong jangan buat Kakak mikir lagi. Kepala Kakak sakit." Ucapnya dengan tangan yang terangkat memijat keningnya.

Jeno menatap sendu perempuan berambut sebahu itu. Dia menghela napasnya kecil dan di rasa sekarang matanya mulai memanas.

"Tapi Kakak harus inget dia. Udah mau setahun ... dan Kakak bener-bener mau lupain dia?"

"Jen ...."

"Please, Kak ...."

Perempuan itu tetap bungkam, namun pikirannya tengah kemana-mana. Ya, sudah selama delapan bulan ini dia mencoba mengingat seperti apa yang Jeno katakan tadi, namun benar-benar sulit baginya. Kepalanya akan sangat sakit bila berusaha mengingat itu.

"Dia yang selalu di samping Kakak. Dia yang melindungi Kakak dan merubah hidup Kakak."

Samar-samar itu yang dia dengar dari Jeno sebelum lelaki itu keluar dari kamarnya sambil membawa laptop miliknya. Telinganya berdengung, dan tiba-tiba dadanya terasa sangat sesak.

[4] YOU FOR ME ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang