44. Wish You Were

251 10 63
                                    

Vote sebelum membaca
Happy reading♡
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
Song recommendation :
Paul Kim - Me After You
*fyi, kalo aku sih sesenggukkan dengerin ini:"

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
《● You for Me ●》
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

Langkahnya lemas memasuki gedung yang menjulang tinggi di hadapannya, tatapannya kosong mengarah ke depan, tak jarang tubuhnya akan terhuyung ke samping saat ada yang tak sengaja menabrak bahunya.

Murid lain ada yang menatapnya aneh, ada juga yang menatapnya sedih. Jeno tidak memperdulikan itu, dia terus berjalan menyusuri koridor dan menaiki beberapa tangga. Tubuhnya lemas sekali.

"Jen?"

Kepalanya menoleh ke belakang saat suara itu memanggilnya, dia tersenyum tipis menatap lelaki yang mulai mendekat ke arahnya.

Renjun menepuk bahu itu pelan beberapa kali, seperti menyuruhnya untuk kuat dan ikhlas, hal itu membuat si empu lagi-lagi hanya bisa tersenyum tipis. Keduanya lalu sama-sama melangkahkan kaki untuk ke kelas mereka yang bersebelahan.

Lelaki bermarga Huang itu tentu saja sudah berangkat sejak beberapa menit yang lalu, dia baru saja kembali dari kantor guru. Berbincang dengan Suho tadi.

"Lo yang sabar, Jen. Kuat, Jaemin udah tenang." Ujar Renjun.

Jeno tersenyum mendengarnya, "gue bisa nahan, Jun. Tapi kak Jia ..." jawabnya lirih.

Renjun menatapnya sendu dari samping. Benar, Jeno sampai saat ini masih terlihat kuat, meskipun saat di Gyeongju lelaki itu sempat menangis. Jeno hanya menangis dalam diam, dan dia tahu itu pasti sakit sekali.

Sesampainya di depan kelas 3-B, keduanya menghentikan langkah mereka. Bisa Renjun lihat, Jeno kini tengah menatap kedua bangku kosong di dalam sana. Satu bangku milik Jia, dan satu lagi bangku milik Jaemin yang sejak seminggu ini masih ramai oleh bunga-bunga di atas meja lelaki itu.

Menghela napasnya panjang, Renjun tersenyum saat Jeno berpamitan kepadanya untuk pergi ke kelasnya, pun dengan dia yang mulai melangkah memasuki kelas.

Renjun yang tadinya berniat langsung duduk di bangkunya seketika menghentikan langkahnya, saat melihat sosok kembarannya di sana tengah duduk di bangku samping Jiyoon, dan berposisi menghadap ke belakang. Tepatnya tengah menidurkan kepalanya di atas meja milik Jia serta menghadap ke bangku Jaemin.

"Chan." Panggilnya lirih ketika tubuhnya sudah berada di samping lelaki itu.

Tidak. Renjun berdiri di samping Jiyoon yang tengah duduk di bangkunya sendiri, dia menatap Haechan dengan sendu. Meskipun kembarannya adalah anak yang tidak bisa diam dan menjadi happy virus, namun anak itu tetaplah seseorang yang memiliki hati rapuh ketika kehilangan orang yang di sayang.

Seperti ini contohnya. Dia kehilangan Jaemin, sahabatnya.

"Chan." Panggilnya untuk yang kedua kalinya, hal itu membuat Jiyoon ikut menatap si empu dengan sedih.

"Gue kangen Jaemin, Njun ..." lirihnya masih menatap kosong bunga-bunga di sampingnya.

Ada air mata yang mengalir di tulang hidung lelaki itu. Haechan sangat kehilangan Jaemin, meskipun mereka jarang terlihat bersama.

Namun menurut Haechan, Jaemin adalah teman yang asik, sahabat yang paling baik di saat semua orang tidak ada yang membelanya ketika dia bertengkar seperti anak kecil dengan Renjun maupun Guanlin.

[4] YOU FOR ME ✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang