Ibu

273 55 4
                                    

“Seorang ibu yang sudah melahirkan dan membesarkan kita pasti ingin anaknya di perlakukan dengan baik oleh orang lain.

Dia akan sekuat tenaga, berusaha membuat agar anaknya bisa di terima oleh calon keluarga baru nya kelak.”
.
.
.
.

 

BAB 31

“Abi, kamu bayarin punya saya? Tidak usah, masa guru di bayarin sama muridnya.” Protes Kanaya.

“Ya gapapa sih bu, sebagai murid emang harus gitu kan.” jawab Abigail enteng.

“Tidak bisa, saya ganti saja uang kamu.” Tolak Kanaya

“Punya Naya, jadi nya berapa mang?” tanya Kanaya.

“Bu, udahlah santai aja. Anggap saja itu sebagai rasa terimakasih saya buat ibu. Kalau mau balikin, mending gini aja deh. Kita kapan-kapan makan disini lagi, nah nanti gantian ibu yang bayar. Impas kan?” Abigail memberikan tawaran yang menguntungkan dirinya sendiri, jadi dia ada alasan untuk makan bersama Kanaya lagi.

“Hmm boleh juga. Baiklah, begitu saja.” Akhirnya Kanaya menyetujui usul muridnya.

Akhirnya Abigail mengantar Kanaya sampai kerumahnya, namun saat ditawari mampir dia tidak percaya diri karena masih menggunakan seragam. Dia ingin bertemu orangtua Kanaya saat dirinya bukan lagi seorang siswa SMA. Abigail sudah tidak sabar lagi untuk segera lulus sekolah.

“Kamu serius tidak mau mampir dulu?” tawar Kanaya basa-basi.

“Lain kali saja bu.” Jawab Abigail sopan.

“Ya, sudah. Terimakasih yah sudah mengantar saya dan mentlaktir makanan juga. Tenang, nanti gantian saya yang tlaktir kamu.” Ujar Kanaya tulus.

“Siap bu, saya pamit dulu ya. Assalamualaikum.” Pamit Abigail sopan sambil melajukan motornya.

“Waalaikumsalam.”

Kanaya masuk kedalam rumahnya dan meletakan bungkusan sate yang di belinya di dapur. Dia menaruhnya di bawah tutup nasi, kemudian Kanaya pergi kekamarnya dan bersiap mandi. Kebetulan besok hari sabtu, sekolah libur jadi Kanaya bisa bersantai. Memang sekolahnya hanya lima kali dalam seminggu karena menerapkan aturan lima hari kerja. Dan untuk hari sabtu biasanya di pakai untuk ekskul atau acara sekolah.

“Oh iya lupa, besok kan aku harus nemenin mas Bagas ke rumahnya. Mana belum beli kado lagi.” Kanaya menepuk jidatnya sendiri.

Karena hari masih sore, dan kebetulan motornya juga sudah di tambal ban oleh bapaknya. Jadi dia memutuskan untuk mencari hadiah dan bingkisan sore ini setelah dirinya mandi dan berganti pakaian.

“Nay, ini sate, kamu yang bawa?” tanya mama Kanaya sepulang dari warung.

“Iya mah, tadi aku mampir ke mang Ujang.” Jawab Kanaya.

“Terus sekarang kamu mau pergi kemana lagi?” tanya mamanya ketika melihat Kanaya sudah mandi dan berakaian rapi sambil menenteng kunci motor dan helmnya.

“Mau cari hadiah buat orangtuanya mas Bagas mah. Soalnya besok mas Bagas ngajak Naya kerumah dia, buat nemenin hadir diacara perayaan ulangtahun pernikahan orangtuanya. Naya kan gak enak kalo gak kasih hadiah, kemarin aja mas Bagas kasih kado pas ulangtahun pernikahan kakek dan nenek.” Ujar Kanaya.

“Astaga, kenapa kamu gak bilang dari awal. Malah baru mau nyari sekarang, udah sana buruan cari yang bagus. Kalau uangnya kurang, kasih tau mamah ya, beli nya jangan yang murahan. Jangan malu-maluin mama sama bapak.” Mama Kanaya yang kaget malah heboh sendiri.

“Astaga mama heboh banget, Kanaya malah kelupaan loh mah. Makanya sekarang baru mau nyari.” Ujar Kanaya.

“Ya udah buruan sana.” Usir mamanya.

Kanaya pergi ke salah satu Mall yang paling dekat dari rumahnya, dia berkeliling dengan bingung mencari hadiah apa. Karena Kanaya belum pernah bertemu orantua Bagas, apalagi tau karakter dan kesukaan mereka. Walau pacar pura-pura, tapi harus totalitas dan menyakinkan. Setidaknya dia tau diri, kemarin saja Bagas memberi hadiah pada keluarganya. Tentu saja maksudnya adalah gantian.

Akhirnya setelah lelah berkeliling, dia mendapatkan sebuah hadiah yang langsung di bungkus. Dia juga membeli beberapa makanan kering sebagai bingkisan. Kanaya membelikan sebuah baju batik couple untuk kedua orangtua Bagas.

***

Semalam Bagas menghubungi Kanaya, katanya dia akan menjemput Kanaya sekitar jam Sembilan pagi. Bagas sengaja menghubunginya lebih awal karena agar Kanaya bersiap-siap terlebih dahulu.

Kanaya bagun untuk mengambil air wudhu, dia hendak menjalankan sholat subuh. Kebetulan dia sholat dirumah, sedangkan bapak nya sejak dulu memang rajin sholat berjamaah di mushola dekat tempat tinggal mereka.

Saat Kanaya keluar dari kamarnya dan hendak menuju tempat wudhu, dia tidak sengaja mendengar aktifitas di dapur rumahnya. Biasanya kalau hari sabtu, minggu atau hari libur lainnya. Sang mama jarang sekali masak di waktu pagi seperti ini, paling mentok dia beli nasi uduk Mba Darmi yang suka keliling kompleks setiap pagi. Karena kata mamanya, dia juga perlu hari libur seperti yang lain.

“Loh, mama ngapain udah uprek di dapur subuh-subuh gini?” tanya Kanaya penasaran.

Nampaknya sang mama sedang membuat kue, karena diatas meja sudah ada bahan-bahan untuk membuat adonan kue. Kanaya bingung, mau ada acara apa sehingga mamanya sudah bergelut di dapur pada hari libur begini.

“Mama mau bikin kue.” Jawab sang mama tanpa melihat Kanaya, dia focus dengan pekerjaannya sendiri.

“Mau ada acara apa sih mah?” tanya Kanaya penasaran, karena biasanya sang mama mau repot-repot membuat kue hanya kalau ada acara saja.

“Buat dikasih ke orangtuanya Bagas lah, jadiin bingkisan. Kamu jangan pergi dengan tangan kosong, apalagi ini pertemuan pertama kamu sama orangtua Bagas. Jangan petakilan, jangan bertingkah yang aneh-aneh, pokoknya harus jadi anak yang ramah dan baik.” Nasehat mamanya dengan nada peringatan.

“Ya ampun, mah. Kalau masalah bingkisan, Kanaya juga udah beli kemarin sekalian beli hadiah. Jadi harusnya mama gak perlu repot-repot begini, kan katanya mama juga perlu hari libur saat orang lain libur.” Kanaya tidak habis pikir, kenapa mamanya seantusias itu. Bahkan sampai bangun pagi-pagi sekali untuk membuat kue.

“Ya gapapa, kan biar banyak. Lagian ini homemade loh, mama juga pengin ngasih sesuatu buat calon besan.” Ujar mamanya sambil terkikik.

“Calon besan apaan sih mah.” Kanaya mengela nafasnya, sepertinya mamanya itu sudah ngarep menjadikan Bagas sebagai menantunya. Kanaya jadi semakin kurang nyaman dengan kebohongan yang di buatnya. Dia takut kalau suatu hari sandiwara ini berakhir, maka kedua orangtuanya pasti sangat kecewa.

“Ya, calon besan dong. Emang kamu sama Bagas gak mau nikah? Tujuan kalian pacaran kan buat menikah.” Tegas mamanya.

“Ya, tapi kan, kita masih mau saling mengenal dulu.” Kanaya mengelak.

“Jangan kelamaan, kalo udah saling cocok harus di segerakan menikah. Pacaran kan dosa, lagian kalian udah sama-sama dewasa.” Nasehat mamanya.

“Udah tau kalau pacaran itu dosa, tapi selama ini mama selalu nyuruh Kanaya nyari pacar terus.” Sindir Kanaya membuat mamanya tergagap.

“Ehem, kamu mau sholat subuh kan? Udah sana buruan, nanti keburu habis waktunya.” Mamanya mengingatkan Kanaya untuk bergegas sholat.

“Oh iya lupa.”

Kanaya langsung pergi meninggalkan mamanya dan mengambil wudhu, dia kembali ke kamarnya. Biasanya kalau sholat sendiri dia melakukannya di kamarnya sendiri. Tapi kalau sedang sholat berjamaah, mereka akan sholat di tempat sholat di rumahnya. Mushola kecil yang di khususkan untuk keluarga Kanaya melakukan sholat berjamaah.


TBC

Jangan lupa tinggalkan jejak vote dan komentarnya 🥳 Terimakasih 💓

Kapan nikah? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang