10. Barbarian

1.3K 123 0
                                    

Suara kokok ayam terdengar disertai adzan yang berkumandang. Gara membuka matanya. Arun masih tidur nyenyak disampingnya. Sambil miring dengan tangan menahan kepalanya, dipandangi wajah Arun sambil tersenyum.

Yang semalem itu mimpi apa bukan ya ? kita beneran ciuman kan ? dengan sengaja dan Arun nggak keberatan ? Gara terkekeh sendiri. Gara menyibak selimut yang menutupi dirinya lantas bangun duluan untuk menyalakan lampu.

“Sayang ? bangun. Ayo sholat subuh dulu” ucap Gara lembut untuk membangunkan Arun. Arun menggeliat. Masih belum sadar.

Gara lebih mendekat. Samar-samar tercium bau amis. Dilihatnya sekeliling sambil membuka selimut untuk memastikan. Terlihat noda merah yang tampak mengering di sprei. Mata Gara melebar dengan jantung tak karuan. Pandangannya menuju ke bagian bawah Arun.

Shit !!!!! aku tadi malam habis ngapain !!!! jangan-jangan aku merkosa Arun tanpa sadar ?! nggak mungkin nggak mungkin !!!

Gara panik, berjalan mondar-mandir mencoba mengingat sesuatu. Dia melihat tubuhnya masih berpakaian lengkap begitupun Arun. Juga tidak ada yang terbangun di bawah sana. Kalau beneran iya gimana dong ? Arun pasti marah besar. Gara mengacak-acak rambutnya yang sudah berantakan karena baru bangun tidur. Ragu-ragu dia mendekati Arun.

“Sayang ? bangun yuk.” Panggil Gara sambil menggerak-gerakan pundak Arun.

“Hmm ? jam berapa mas ?” tanya Arun sambil menggeliat.

“Udah subuh.” ucap Gara.

Arun duduk sambil mengucek matanya. Mengumpulkan tenaga sebelum berdiri.

“Arun ? anu...itu. Kita semalem-” Gara bingung bagaimana menanyakannya.

“Semalem ?” Arun teringat. Mereka berdua melakukan apa semalam. Pipinya bersemu.

“Apa aku tadi malem nyerang kamu ?” tanya Gara sambil meringis.

Terpasang raut bingung di wajah Arun. Apa mas Gara lupa ? apa tadi malam mas Gara nggak sadar ?

“I-iya. Mas melakukannya” jawab Arun pelan.

Gara bangkit dari duduknya di ranjang. Dia kembali berjalan mondar-mandir. Arun tak mengerti kenapa Gara begitu.

“Mas kenapa ?” tanya Arun.

Gara mendekati Arun. Mencengkeram pundak Arun dengan kuat. Arun kaget. Gara memandang Arun dengan nanar. Lantas menunduk dalam. Tak berani melihat ke dalam mata Arun. Dia merasa sangat bersalah.

“Maafin mas. Mas bener-bener nggak sengaja” aku Gara.

Hah ? jadi tadi malam mas Gara beneran nggak sadar waktu nyium aku ? Yaaaah nggak seru. Arun kecewa namun tidak marah karena Gara yang melakukannya.

“Mas Gara sakit ?” tangan Arun menyentuh dahi Gara. Mengecek suhunya apakah Gara mengalami demam. Tapi hasilnya normal.

“Aku nggak sakit” ujar Gara. “Ka-kamu nggak marah ?” lanjutnya.

“Marah ? kenapa ?”

“Bukannya kamu bilang belum siap. Tapi aku malah dengan tidak sadar udah nyerang kamu”

Belum siap ? perasaan tadi malam aku bilang nggak masalah kalau hanya pelukan dan ciuman. Ini mas Gara udah mulai pikun atau habis mimpi aneh terus nggak bisa ngebedain mana yang nyata dan mana yang enggak.

“Bentar deh. Maksud mas apa sih ?” Arun yakin ada yang tidak beres di percakapan mereka.

“Maaf. Mas nggak sengaja merawanin kamu.” Ucap Gara pelan sambil menunduk dengan perasaan bersalahnya.

“HAH !? me- apa ? merawanin ?!” Arun setengah berteriak. Lalu disambut anggukan Gara.

“Bibir aku kan memang udah nggak perawan lagi. Mas lupa ? kita pernah nggak sengaja ciuman di dapur waktu masak di rumah” terang Arun.

“Kok bibir sih.” Gara tambah bingung. Kalau soal itu mana mungkin Gara lupa karena menjadi momen first kiss-nya. Yaaah walaupun yang semalam bisa dibilang lebih memorable.

“Lha terus apa ? kan emang semalem mas nyerang aku. Nyium bibir aku tiba-tiba” ungkap Arun.

Nyerang ? apakah ciuman tadi malam itu termasuk serangan kalau dengan senang hati aku menyambutnya ?

Jujur Arun sangat malu. Hanya mengingatnya saja sudah membuat dirinya tersipu. Apalagi harus menceritakan ulang dengan suara yang keras dan jelas. Terlebih dihadapan Gara yang menjadi pasangannya.

“Bu-bukan itu maksud mas” Gara baru ngeh kalau sejak tadi Arun belum menangkap topik yang sedang dibicarakan.

“Bukan ? lalu apa ?”

“Itu”

Gara menunjuk bagian bawah Arun dengan pandangannya. Arun mengikuti arah yang dimaksud Gara. Astaga !!! Arun terkejut. Lantas menarik selimut untuk menutupi separuh badannya.

“Kok nggak bilang dari tadi” Arun panik.

“Aku juga bingung gimana mau jelasinnya”

Mereka berdua diam. Arun berpikir keras. Aku yakin semalem kita nggak ngapa-ngapain selain ciuman. Kalaupun aku udah nggak perawan bukannya terasa sakit ya soalnya baru pertama kali ? Ingat Arun dari pelajaran otodidak seputar seksualitas.

“Sekarang tanggal berapa ?” tanya Arun.

“Kayaknya sih 11. Kenapa ?”

“Oh. Pantesan” Arun tertawa.

“Kamu kenapa ?”

“Mas...mas...kamu lucu banget sih” kata Arun masih sambil tertawa.

“Baru kali ini kamu ngatain aku lucu. Padahal pengennya dikatain ganteng.” protes Gara.

Arun semakin terbahak-bahak. Tidak biasanya dia bisa tertawa los seperti ini selain dihadapan Amira, Salma, Hendra dan Ardi. Bahkan dihadapan Shofi saja tidak pernah. Mungkin Gara memang sudah benar-benar menjadi bagian dari keluarganya.

“Kamu kenapa malah ketawa ? ngakak lagi.”

“Aku masih perawan kok mas. Ini cuma jadwal bulanan aja” jelas Arun.

Sejak tadi bilang perawan dan ciuman. Istilah tabu itu entah kenapa tanpa terasa sudah menjadi kata biasa.

“Jadwal bulanan ? maksud kamu haid ? menstruasi ?”

“Iya. Emang udah tanggalnya kok”

“Astaga. Aku sampai panik setengah mati tau nggak. Kirain aku udah-“ Gara tak melanjutkan kalimatnya.

Kenapa aku bego banget sampai ngelupain satu kemungkinan itu. Kayaknya nih otak perlu di ruqyah dulu sampe bener-bener bersih.

“Ya udah mas wudhu dulu deh terus sholat subuh. Soalnya bakal lama kalau aku duluan yang pake kamar mandi”

Gara menurut. Arun heran pada dirinya sendiri. Kenapa aku nggak ada malu-malunya sama sekali ya ? Arun yakin setelah ini pasti semua sifat yang ada pada dirinya tidak akan sungkan lagi keluar untuk ditunjukkan pada Gara. Termasuk jati dirinya yang sesungguhnya adalah kaum barbarian.

Sailing With You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang