23. Enlightenment

1.3K 121 0
                                    

Persidangan selesai menjelang waktu Ashar. Masih tersisa sekitar satu setengah jam hingga bel pulang. Sejak pagi Gara langsung menuju gedung direksi dimana lokasi sidang berlangsung, kini dia kembali menuju gedung desain dengan siap mental akan serbuan pertanyaan.

Keramaian masih berlangsung. Rasanya hari itu para staff tidak bekerja secara produktif karena mengikuti info terkini jalannya persidangan dari orang dalam. Sedangkan Arun dan Shofi memilih mencari tempat sepi untuk rehat dari kebisingan.

"Ka, ikut nggak ?" tanya Shofi pada Arun.

"Kemana ?"

"Dari hasil sidang tadi, kita kan bakal berhenti magang disini. Mumpung masih anget kehebohannya, sekarang aja yuk pamitan." Ajak Shofi.

"Boleh. Sekalian ambil semua barang kita yang disimpen disana. Gue gak bakal mau balik lagi kesini." ucap Arun.

"Iya...iya."

"Ayo ladies gue kawal kalean kesana" tutur Satria yang tiba-tiba nongol.

"Lo mau pamitan juga ?"

"Lanjut kerja lah" jawab Satria bangga. "Btw beb, pak Fahmi beneran kakak lo ?"

"Bab..beb..bab..beb. Jangan panggil gue gitu !" Shofi menampar lengan Satria geregetan.

Mereka bertiga berjalan menuju gedung desain lewat pintu belakang. Arun tiba-tiba berhenti.

"Apa gue nggak usah ikut aja ya. Gue malu, di dalem pasti lagi rame" ucap Arun.

"Tenang aja, kan ada mas Gara" goda Shofi.

"Justru karena itu. Satu biro lagi"

"Cobaan pengantin baru ya ? hehe" Satria ikut menimpali.

Secara harfiah mereka sudah bukan pengantin baru lagi. Arun semakin bimbang. Dia tidak suka menarik perhatian, tapi dirinya akan sangat tidak sopan jika pergi begitu saja tanpa berpamitan dengan para staff disana yang sudah banyak membantu dirinya.

"Bismillah aja, pasti bisa diatasi" dukung Shofi.

"All is well. All is well" tambah Satria dengan mantranya.

Begitu masuk gedung, mereka bertiga berpencar. Satria naik tangga menuju lantai dua, Shofi belok ke arah bironya, dan Arun terus berjalan lurus menuju biro perencanaan. Aku masuk mau ngomong apaan ya ? permisi ? punten ? masa nyelonong gitu aja.

"Kamu kok kesini, nggak langsung pulang aja ?"

Arun menoleh ke belakang. Terlihat Gara baru keluar dari ruangan Yono. Haduh kok barengan gini. Sekalian aja deh ngekor masuk di belakang mas Gara.

"Iya mas, aku mau ngambil barang-barang aku sekalian pamitan"

"Pamitan ?"

Arun mengangguk. "Nanti aku jelasin di rumah aja ya. Temenin aku masuk dulu, aku takut. Gerogi banget ini"

Gara meraih tangan Arun. Terasa sangat dingin pasti karena terlalu gugup. Arun berjalan sambil menunduk. Entah ekspresi apa yang harus ia pasang dalam menghadapi situasi ini dihadapan para rekan kerja Gara dengan tambahan status yang tidak hanya sebagai anak magang tapi sebagai istri dari salah satu staff perusahaan. Baru masuk selangkah ke area biro tersebut, mereka berdua langsung disambut deheman yang saling bersahutan hingga berubah menjadi ciye.

"Selamat datang kembali nyonya Gara" sambut Heri meriah.

"Ehem..ehem. Nggak sungkan mesra-mesraan nih ?" goda Erina melihat mereka berdua gandengan tangan. Gara dan Arun menarik tangan mereka bersamaan.

Sailing With You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang