31. Private Number

1.2K 109 0
                                    

Para tamu meninggalkan rumah Gara saat jam menunjukkan pukul 22 entah lebih berapa tepatnya. Kedua penghuni rumah itu harus membereskan sisa-sisa bekas pesta sebelum istirahat dengan tenang. Sebelum berpesta mereka tadi sholat Isya’ berjamaah di rumah ini. Sungguh hal yang indah jika diingat kembali. Arun menyimpan bungkusan kado yang ia terima di kamar belajar, ia sekalian berganti piyama tidur lalu menuju kamar sebelah.

“Makasih banyak mas, aku nggak nyangka dapat kejutan kayak tadi. Tapi itu masih belum sebanding karena mas udah buat air mata aku mubazir. Liat nih mata aku masih sembab”

“Nggak pa-pa mubazir. Yang pentingkan udah nggak salah paham lagi” jawab Gara.

Arun mengunci pintu kamar, sementara Gara berganti pakaian. Ia melepaskan kemeja kerjanya dan berganti kaos santai. Ia juga menanggalkan celana kain formal yang ia pakai, menyisakan boxer dan melapisinya dengan celana longgar untuk tidur. Kini ia tak malu lagi berganti di hadapan Arun. Tentu saja dalam batas yang wajar.

“Mas nggak ngasih aku kado ?” tanya Arun.

“Hmm... kejutan yang tadi masih belum cukup ?” goda Gara. Tentu saja ada kado yang sudah dia siapkan.

“Ck...nggak seru” Arun berdecak.

“Sini” tangan Gara menyuruh Arun mendekat.

“Ngapain ?” Arun enggan bangun dari duduk nyamannya di tempat tidur.

“Sini dulu” pinta Gara. Arun bangun menurutinya.

“Ini kado kamu” Gara memeluk Arun erat.

“Mas ngado aku pelukan ?”

“Bukan”

“Terus apa ?”

“Aku. Aku kado buat kamu. Kamu bebas mau ngapain aku malam ini” ucap Gara percaya diri.

“Astaga” Arun tak percaya dengan kenarsisan suaminya.

“Kenapa ? aku serius lo. Kesempatan ini nggak bakal datang tiap hari”

“Gitu ya ?” Arun tercetus ide jahil.

Perlahan tangan Arun masuk ke dalam kaos Gara. Ia menyusuri tubuh suaminya itu, menyentuhnya dengan lembut. Lantas telapak Arun berhenti tepat di dada Gara dan merasakan debaran jantung yang begitu cepat. Arun berjinjit, mendekatkan bibirnya di telinga Gara dan berbisik.

“Emang aku bisa apa ? Kan mas Gara yang lebih pro” ucap Arun pelan sambil menyeringai.

Arun kembali ke kasur dan merebahkan dirinya. Dia sengaja mempermainkan Gara.

“Capek banget hari ini. Ayo mas, istirahat. Udah berhari-hari mas Gara lembur dan kurang tidur. Pasti lebih capek daripada aku”

Gara masih diam tak berkutik di tempatnya menapak. Awas ya sayang ! kalau kamu nanti sudah siap, aku nggak bakal segan bikin kamu merintih keenakan.

###

Suara ponsel Arun berdering. Dia yang sedang sibuk memasak, meminta tolong Gara untuk mengangkatnya. Namun begitu Gara mengucapkan kata ‘halo’, panggilan itu terputus.

“Dari siapa mas ?” tanya Arun.

“Nomor tak dikenal.”

“Coba mas telepon balik, siapa tahu tante atau Ardi lagi nggak punya pulsa. Biasanya usil miscall gitu sih” jelas Arun.

Gara menelepon kembali nomor tersebut. Terdengar nada sambung yang menandakan bahwa nomor tersebut memang masih aktif. Gara menunggu lama namun panggilan itu seolah dibiarkan tidak diangkat, atau mungkin si pemilik masih sibuk dengan hal lain.

Sailing With You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang