Dua setengah tahun kemudian...
Dika mendapatkan telepon dari rumah. Ibunya berkata bahwa Amira mampir datang kesana siang itu mencari keberadaan Graha (Dika merupakan panggilan khusus untuk keluarganya, sedangkan Graha dikenal oleh teman-teman dan orang luar).
"Sebenarnya ibu tidak setuju dengan caramu berpisah dengannya. Kamu harus jujur padanya. Ibu yakin kamu masih mencintainya bukan" ucap Miranthi dengan suara lembut penuh kasih.
"Tapi bu, Dika nggak mau egois. Aku yakin hubungan kita tetap akan berakhir meski aku jujur"
"Walaupun begitu kalian harus menghadapinya bersama. Kamu tidak perlu berbohong begitu, ini salah. Apapun yang terjadi nanti biarlah terjadi, tapi tidak seperti ini. Kamu kabur dan membuatnya terluka"
Hening. Miranthi tahu bahwa anaknya cukup keras kepala atas apa yang sudah ia putuskan. Ia ingin sekali membantu mereka kembali bersama lagi, karena Miranthi melihat bahwa Amira juga masih sangat mencintai Graha, putranya.
"Dia datang kesini. Berharap kamu sekali lagi menemuinya sebelum dia menjalani proses lamaran minggu depan nanti. Dia masih mencintaimu, nak. Temuilah dia. Jelaskan yang sebenarnya. Ibu yakin meski dia marah dan kecewa, dia pasti memaafkanmu"
"Aku.. aku tidak yakin bu"jawabnya.
"Percayalah dengan ibu. Kali ini saja. Pulang ya, temui dia" pinta Miranthi penuh harap.
Dika terus kepikiran dengan percakapan itu. Hingga akhirnya dirinya memutuskan untuk pulang ke Indonesia. Di pencetnya nomor telepon rumah yang lama ia simpan, berharap nomor itu masih aktif bisa dihubungi. Jantungnya berdetak tak karuan. Ia sangat cemas.
"Halo ?"jawab suara dari seberang.
"Amira.." panggil Dika ragu.
"Maaf, mbak Amira sedang tidak di rumah. Dengan siapa ini ?"
"Salma ?"
"Mas Graha ?"
Dika menghembuskan napas lega. Untung Salma yang mengangkatnya bukan orang tua mereka. Dika meminta tolong padanya untuk menyampaikan pesan pada Amira. Dika memberikan sebuah tempat dan waktu untuk bertemu. Ia berharap Amira akan datang dan saat itulah ia akan mengakui semua kebohongannya.
***
Dika kecewa karena setelah ia menunggu, Amira tidak datang. Tentu saja Dika paham, naif sekali jika dia percaya bahwa Amira masih mau menemuinya. Tapi ia bersyukur, setidaknya Salma yang datang dan menemuinya kesana secara langsung. Meski cerita yang ia sampaikan cukup membuatnya terkejut. Beberapa hari lagi Amira akan dilamar oleh temannya. Dia adalah Setya, sosok yang mampu menghapuskan semua luka Amira yang telah ditoreh Graha. Meski Dika merasa kecewa, ia tak mampu melakukan hal yang lebih jauh lagi jika memang itu adalah pilihan Amira.
Pertemuan yang direncanakan Dika ternyata tidak berhasil. Namun Tuhan berkehendak lain. Disaat ia pulang lagi dan hendak kembali untuk bekerja, dalam perjalanannya menuju bandara tak sengaja taxi yang ia tumpangi hampir menabrak seseorang. Dia bersama sang supir ikut keluar dari taxi, alangkah terkejutnya Dika ternyata sosok wanita itu adalah Amira.
"Bagaimana kabarmu ?" tanya Amira ramah, seolah-olah tidak ada yang terjadi.
Dika tersenyum. Senyum yang ia paksakan. Dalam benaknya ia sangat ingin merengkuh tubuh wanita itu yang masih menjadi penjaga hatinya. Namun niat itu ia urungkan, karena melihat sebuah cincin tersemat di jari manis Amira. Mereka berdua duduk menepi mencari tempat nyaman untuk mengobrol. Dika menunda keberangkatannya menuju bandara.
"Aku baik. Selamat atas pertunanganmu. " ucap Dika. Amira tersenyum.
"Terimakasih. Aku senang bisa bertemu denganmu lagi" ucapnya.
Dika terbelalak. Dengan seulas senyum yang Amira tunjukkan, dia menjatuhkan buliran bening dari pelupuk matanya.
"Amira, maafkan aku" ucap Dika bergetar.
"Tidak. Hentikan. Yang sudah terjadi biarkan. Kita lupakan saja." cegah Amira. Ia tak ingin membahas memori lama yang membuat hatinya perih.
Dika diam. Menunggu Amira menenangkan dirinya.
"Aku telah mengikhlaskan apa yang sudah berlalu diantara kita. Tolong jangan buka kembali ingatan itu."
Dika mengangguk. "Baiklah. Aku ikut senang melihatmu bahagia" ujarnya.
Sejujurnya banyak hal yang ingin Dika ungkapkan, namun permintaan itu tidak bisa ia tolak. Terpaksa apa yang sudah ia rencanakan, semua hal yang ingin ia ceritakan tempo hari, tidak jadi ia beritahukan. Perihal dustanya yang mendasari perpisahan mereka.
"Terimakasih. Semoga kamu juga." balas Amira.
"Apa kamu terluka ? Kurasa tadi sempat terserempet oleh taxi"
"Tidak, hanya tasku saja yang kena."ucap Amira. "Ngomong-ngomong, empat hari lagi acara pernikahanku akan berlangsung. Aku harap kamu bisa datang"
"Maafkan aku, aku harus kembali bekerja. Meskipun sebenarnya aku sangat ingin datang"
"Tidak apa. Aku bersyukur kita bisa bertemu saat ini. Kurasa semuanya akan baik-baik saja"
"Baiklah. Aku harus pergi sekarang, jika tidak ingin ketinggalan terbang. Semoga kalian bahagia, sampaikan salamku pada calon suamimu"
"Tentu. Semoga perjalananmu menyenangkan"
Tanpa ingin mengungkit luka lama, mereka berdua berpisah dengan baik. Kesempatan itu berlalu begitu saja, padahal Amira sangat ingin menumpahkan segala keluh kesahnya terlebih ia sudah mengetahui bahwa sebenarnya Graha belum menikah. Kala itu saat ia bertamu ke rumahnya dan bertemu dengan Miranthi, ia menceritakan bahwa alasan anaknya berbohong karena ingin bekerja ke luar negeri. Amira berharap hubungan mereka bisa membaik dan kembali bersama lagi walaupun mereka akan jarang bertemu. Tapi keadaan sudah berubah, kini Amira telah memiliki seseorang yang harus ia jaga. Dia yang sudah pernah merasakan perihnya luka di hati, tidak ingin menjadi penyebab luka yang sama bagi calon suaminya. Walaupun rasa cinta miliknya masih tertuju pada Graha.
Sekali lagi, aku masih ingin mengejarmu. Andai saja kamu datang lebih awal, aku tidak akan menerima lamaran itu. Maaf aku sudah berjanji pada Setya, kini aku harus berhenti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sailing With You [END]
RomancePerjalanan kisah cinta Gara seorang naval architect muda dengan Arunika mahasiswi magang yang bekerja membantunya. Siapa sangka pertemuan takdir itu mengungkap kisah masa lalu yang dipenuhi kesalahpahaman. Akankah bahtera Gara dan Arunika bisa terus...