Gara pulang sendiri ke rumah karena tidak boleh bolos kerja terlalu lama, bahaya kalau sampai dipecat. Ia mengijinkan Arun tetap tinggal disana hampir seminggu ini untuk menemani papanya pemulihan. Gara tahu, mereka berdua butuh waktu untuk saling mencurahkan hati setelah lama tidak bertemu. Setiap malam dia melakukan panggilan video pada istrinya sekaligus menyapa papa mertua dan keluarga disana.
“Kapan lo njemput istri lo ?” tanya Samar pada Gara yang tengah melamun di biliknya.
“Entah. Gue nggak enak kalau ngajak dia pulang, tapi gue kangen. Gimana dong ?”
“Haduh bucin. Kenapa nggak enak ? kan lo suaminya. Lo lebih berhak dari pada orang tuanya”
“Bukan gitu.” elak Gara.
Dia tidak mungkin menceritakan bagaimana kondisi hubungan Arun dan papanya. Baginya waktu seminggu itu terlalu sebentar untuk merekatkan kembali hubungan ayah dan anak yang sempat merenggang beberapa tahun lamanya. Tapi bagi dirinya, sehari tanpa melihat Arun terasa sangat lama, apalagi seminggu.
###
Arun berpelukan dengan kedua budhe nya, Reta dan Nirmala lalu menyalami para pak dhe, Bayu dan Seno (Suami Nirmala). Setelah itu ia berpelukan cukup lama dengan Setya yang masih belum pulih sepenuhnya dan mewajibkannya untuk duduk di kursi roda. Ia senang selama seminggu ini bisa berbagi cerita dengan keluarga yang sudah lama tidak ia jumpai, terlebih menghabiskan waktu bersama papanya.
“Papa harus sehat. Pokoknya Arun tunggu di rumah, papa udah janji bakal main ke rumah mas Gara, menantu kesayangan papa” ingat Arun.
“Iyaa. Pasti papa akan kesana kalau sudah sehat nanti” jawab Setya.
Arun melambaikan tangan pada rombongan yang telah mengantarnya ke bandara. Ia pulang dengan perasaan bahagia sekaligus lega yang tidak bisa ia jelaskan. Hidupnya yang tentram bersama Gara, kini terasa lebih lengkap. Semua beban dan ganjalan di hatinya terangkat tak berbekas.
“Hati-hati Arunika, sering-sering telepon papa ya.” teriak Setya sambil melambaikan tangannya. Ia memaksakan diri untuk ikut mengantar kepergian putrinya di bandara.
Semuanya telah Setya ceritakan, yang ternyata hanyalah salah paham berawal dari keputusan egois yang dahulu Setya ambil sendiri. Berkat Arun yang datang dengan ceritanya, Setya mulai merelakan kebodohan masa lalunya.
“Papa tahu, mama selalu percaya dengan papa sampai akhir hayatnya. Mama tidak pernah menandatangani surat cerai itu. Bahkan mama tidak pernah membenci papa sekalipun. Maafkan Arun yang selama ini membenci papa bahkan menghujat papa dengan berbagai umpatan.”
Setya menyesal karena tidak memiliki kesempatan untuk bertemu lagi dengan Amira. Tapi ia bersyukur karena putri satu-satunya yang ia miliki, masih mau memaafkan dia dan menerimanya dengan tulus.
“Walaupun papa dan mama terpisah dengan cara tidak baik, Arun tahu pasti. Hati mama selalu untuk papa, begitupun papa. Yang dulu biarlah menjadi pelajaran bagi Arun, agar Arun tidak egois seperti papa. Doakan saja Arun dan mas Gara bisa terus hidup bersama selamanya.”
Setya tahu, kini putrinya sudah tumbuh menjadi wanita yang bijak seperti Amira. Tapi ia juga melihat beberapa sifat buruk darinya yang menurun pada Arunika. Semoga kalian berdua hidup saling melengkapi. Jangan sampai kebodohan papa terulang padamu, nak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sailing With You [END]
RomantizmPerjalanan kisah cinta Gara seorang naval architect muda dengan Arunika mahasiswi magang yang bekerja membantunya. Siapa sangka pertemuan takdir itu mengungkap kisah masa lalu yang dipenuhi kesalahpahaman. Akankah bahtera Gara dan Arunika bisa terus...