11. Tamu

1.4K 128 2
                                    

“Akhirnya sampai juga” Gara menyenderkan punggungnya di sofa.

Mereka berdua berangkat dari rumah Arun pagi setelah sarapan dan sampai di rumah Gara sore menjelang ashar. Arun menata beberapa lauk di kulkas, bekal dari Salma.

“Mas jangan tidur, bentar lagi ashar sana mandi dulu” pinta Arun.

“Iya” Gara bangkit membawa tasnya ke kamar dan bersiap mandi. Kok Arun tahu sih kalau aku niatnya emang pengen tidur.

Gara berangkat ke masjid berjalan kaki. Arun mengunci semua pintu rumah karena hendak mandi. Tidak begitu ramai jamaah sholat ashar kali ini, biasanya ramai saat maghrib dan isya’. Kerumunan jamaah sudah hilang satu per satu. Begitupun Gara hendak kembali pulang namun terhenti saat tetangganya menyapa.

“Habis dari mana mas kok baru kelihatan ?” sapa Bono tetangga Gara.

“Ah iya pak. Habis mudik sama istri. Ini tadi baru aja sampai” jawab Gara.

“Waaah mudik pertama. Gimana ? sudah ada tanda-tanda belum ?” goda Bono.

“Tanda-tanda ?”

“Itu...masak nggak paham” Bono menggerakkan tangannya membuat setengah lingkaran di depan perut. Mengisyaratkan kehamilan.

“Oh...belum pak. Istri saya masih fokus kuliah dulu. Nggak perlu buru-buru” Gara beralasan.

Gimana mau hamil kalau malam pertama aja belum.

“Iya mas. Masih muda bisa seneng-seneng dulu berdua. Ngomong-ngomong boleh dong kalau istrinya diajak ikut karang taruna. Biar bisa membaur dengan tetangga.”

Ah iya. Sampai lupa. Setelah Gara menikah para tetangganya memang belum begitu mengenal Arun. Arun yang sibuk berkuliah, acara UKM, kerja sambilan, dan urusan rumah belum pernah meluangkan waktu untuk menyapa tetangga. Yang Arun kenal pasti cuma bu Lina. Pemilik toko tempat Arun sering belanja.

“Iya pak. Insya Allah.”

Gara dan Bono melanjutkan perjalanan pulang dari masjid sambil mengobrol. Rumah mereka memang searah. Gara berpamitan ketika sudah sampai di depan rumahnya sedangkan Bono masih harus berjalan beberapa meter lagi.

Assalamualaikum” salam Gara begitu masuk rumah setelah membuka pintu menggunakan kunci cadangan yang ia bawa.

“Sayang ? Arun ?” dipanggilanya Arun ketika sosok itu masih belum terlihat.
Masa tidur sih. Gara menuju kamar Arun untuk memastikan. Kosong.

Ceklek. Pintu kamar mandi terbuka. Kepala Arun nongol di balik pintu. Adegan familiar yang sering dilakukan Gara ketika lupa membawa handuknya.

“Kok lama sih mas”

“Kenapa sayang ? tadi aku ketemu tetangga. Jadi ya ngobrol dulu. Kamu lupa bawa handuk ?”

Arun menggeleng . Gara berjalan mendekat. Arun membuka pintu kamar mandi lebar. Terlihat dia sudah lengkap memakai baju.

“Mas... aku boleh minta tolong nggak ? darurat nih”

“Darurat ? minta tolong apa ?”

“Ini agak memalukan. Mas Gara mau ?”

“Memalukan apa ?”

“Kalau mas nggak mau, aku bisa pesen ojol tapi tetep aja nanti mas yang nerima barangnya”

“Barang apa ?” Gara dipusingkan dengan penjelasan Arun yang berbelit.

“Itu pembalut. Aku kehabisan stok terus lupa belum beli” jawab Arun sambil nyengir.

Sailing With You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang