Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 11.30 malam, namun sepasang ayah dan anak itu masih nampak sibuk di dapur. Sesekali suara bisikan terdengar dari keduanya yang acapkali bercekcok tentang kue di hadapan mereka.
Besok, tepatnya 30 menit lagi, adalah hari ulang tahun Taeyong. Dan Ara juga Jaejoong berencana untuk membuat kejutan untuk anak dan juga kakak kesayangan mereka itu.
Sementara Sunghee dilarang Jaejoong ikut memberi kejutan untuk Taeyong karena wanita paruh baya itu harus istirahat agar kondisi kesehatannya tidak mudah menurun.
"Ih mendingan pake cokelat, papa," bisik Ara tak terima. Sejak 20 menit yang lalu, Ara menyarankan atau lebih tepatnya memaksa sang ayah untuk menggunakan cokelat sebagai alas untuk menuliskan 'happy birthday' untuk Taeyong.
Namun Jaejoong kekeh untuk memakai topper cake bertuliskan 'happy birthday' agar tidak perlu repot.
"Mendingan pake ini, sayangg. Biar lebih cepet dan efektif," balas Jaejoong lembut, tangannya terulur mengusap kepala Ara agar putrinya itu mau mengalah.
Tapi sepertinya Jaejoong lupa jika masih ada darah BoA yang mengalir di tubuh gadis itu. Dan sepertinya Jaejoong juga lupa jika sifat keras kepala istrinya itu sedikit menurun pada putri kecil kesayangannya itu.
"Papa mah males, masa gak ada effort banget buat kue ulang tahun kakak. Ya udahlah, terserah papa aja," balas Ara sebal. Bibirnya mengerucut maju dan wajahnya beralih menatap ke arah lain.
Jaejoong mendengus gemas, ia kemudian mengalah dan mengambil sepotong cokelat tipis dan juga krim untuk menghias cokelat itu.
"Ya udah papa ngalah, tapi yang tulis Ara ya? Ara tau 'kan tulisan papa jelek?" Bujuk Jaejoong berusaha membuat putrinya itu kembali menoleh ke arahnya.
Mendengar jawaban sang papa, Ara langsung menoleh dan mengangguk semangat. Ia mengambil alih krim dalam piping bag dan sepotong cokelat kecil itu untuk dihias.
Setelah selesai, Ara langsung menempelkan cokelat itu di bagian depan kue dan bertepuk tangan kencang tanpa sadar.
"Ssttt, nanti kakaknya bangun. Ara jangan berisik." Jaejoong meletakkan jari telunjuknya di depan bibir, agar Ara tidak membuat suara bising.
Ara refleks melakukan gerakan seperti sang papa.
"Semangat banget sih bikin kue ulang tahunnya, sampe gak sadar yang ulang tahun udah nontonin dari tadi," celetuk Taeyong yang sedari tadi menonton kegiatan papa dan adiknya di dapur dalam diam.
Jaejoong dan Ara yang mendengar suara itu langsung berbalik dan mendesah kecewa ketika melihat Taeyong duduk di sana dengan wajah tanpa dosa.
"Lho? Kok reaksinya gitu sih?!" Tanyanya tak terima.
Ara mencebik kesal. "Kakak itu harusnya pura-pura gak tau walaupun udah tau! 'Kan ini ceritanya mau bikin kejutan untuk kakak!"
Taeyong tertawa terbahak-bahak mendengar seruan kesal adik kecilnya itu. Ia bahkan sampai memegangi perutnya yang sakit karena tertawa terlalu keras.
"Udah-udah, nanti nenek bangun lho denger suara kalian."
Karena teguran Jaejoong, Taeyong dan Ara spontan menutup mulut mereka dengan tangan kanannya masing-masing membuat Jaejoong yang melihat itu terkekeh geli.
"Punya anak dua udah remaja, berasa punya anak umur 6 tahun," ujar Jaejoong masih dengan kekehan gelinya.
"Eh! Ayo dong, nyanyi gitu atau apa. Masa diem doang," celetuk Taeyong saat melihat jam panjang sudah menunjuk angka 12 yang artinya hari sudah berganti.
"Gara-gara kakak kejutannya jadi gak spesial! Dasar nyebelin!" Pekik Ara dengan wajah merengut kesal.
Jaejoong hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah putri kecilnya yang hari ini terlihat lebih sensi daripada hari lainnya.
"Udah ah, gak usah marah-marah. Kita 'kan memang mau kasih kuenya untuk kakak." Jaejoong mengacak rambut Ara gemas sebelum mengambil kue ulang tahun yang ia dan Ara buat sejak jam 8 malam itu ke atas meja bar di mana Taeyong duduk.
Walaupun kesal, Ara tetap menjalankan kursi rodanya mendekati sang kakak.
"Bantu Ara duduk!" Serunya galak.
Taeyong mendecih geli, lalu membantu sang adik duduk di atas kursi meja bar.
"Pa, lilinnya hidupin dong!" Seru Ara melihat sang papa hanya duduk diam menunggu Taeyong berdoa.
"Oh iya, papa lupa." Jaejoong menepuk dahinya pelan, lalu menghidupkan lilin menggunakan korek api dari saku celananya.
"Make a wish dulu, kak."
Taeyong menyatukan tangannya, memejamkan mata dan mulai berdoa dalam hati. Sementara Ara dan Jaejoong menatap penasaran pada lelaki itu.
Kira-kira apa yang ia minta pada Tuhan di hari kelahirannya? Begitu pikir Ara dan Jaejoong.
"Amen." Setelah itu Taeyong meniup lilin, yang disambut dengan tepukan tangan oleh Ara dan Jaejoong.
"Selamat bertambah umur, anak papa. Semoga panjang umur dan sehat selalu, semoga kedepannya makin dewasa, skripsinya lancar, dapet kerjaan yang bagus, ketemu perempuan yang tepat untuk pasangan hidup. Pokoknya yang terbaik buat anak papa."
Jaejoong tersenyum tulus, ia bangkit dari duduknya dan memeluk putra kesayangannya dengan erat. Tak lupa dengan usapan hangat di kepalanya.
Ara tersenyum haru, ia kemudian ikut bergabung dengan papa dan juga kakaknya. Hingga gadis itu kini berada di tengah-tengah dekapan Jaejoong dan juga Taeyong.
"Semoga kakak bahagia terus dan gak sering-sering jailin Ara lagi. Ara sayang kakak," ucapnya tulus.
Taeyong tersenyum, ia mengeratkan pelukannya pada tubuh Ara dan mengecup puncak kepala sang adik bertubi-tubi.
"Kakak juga sayang Ara. Sayang banget. Pokoknya Ara gak boleh pergi lagi."
Jaejoong tersenyum melihat kedua anaknya yang biasanya selalu adu mulut itu kini berpelukan erat dan mengungkapkan rasa sayang mereka masing-masing.
Papa dari kedua anak itu kemudian berpindah ke belakang tubuh Ara dan juga Taeyong dan merangkul keduanya dengan hangat.
"Ara dan Taeyong anak papa. Anak kesayangan papa. Anak kebanggaan papa. Dan selama akan jadi putri dan pangeran di hati papa."
KAMU SEDANG MEMBACA
DISSIMILAR
Fanfic"Maaf, tapi saya sudah tidak menginginkan kamu sejak kamu beranjak remaja." A wattpad story by ©aimmortelle_