Hari ini Felix, Hyunjin dan juga Ryujin berniat menuju salah satu desa di Korea Selatan untuk melakukan tugas pengamatan yang diberikan dosen mereka.
Felix melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, sudah satu jam lebih ia menunggu Ryujin dan Hyunjin.
Namun sama sekali tidak ada tanda-tanda akan kemunculan dari sepasang kekasih itu, Felix mendecak lalu berniat menunggu di dalam mobil sebelum suara berat milik Hyunjin menyapa indra pendengarannya.
Felix berbalik, menatap Hyunjin dan Ryujin kesal. "Lama banget sih, gue udah nunggu satu jam tau gak?!" Ucapnya ketus, sementara sepasang kekasih itu hanya tersenyum tanpa dosa.
"Cepet masuk, buang-buang waktu aja." Felix masuk ke mobil terlebih dahulu, menyisakan Hyunjin yang sedang meletakkan barang miliknya dan Ryujin di bagasi mobil.
Setelah kedua temannya masuk mobil dan merasa tidak ada barang yang tertinggal, Felix langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
Sesekali ia melirik ke belakang, memastikan kedua temannya itu tidak berbuat macam-macam yang di luar batas wajar.
Tiga jam terlewati, dan kini mereka sudah sampai di Desa Namwon. Salah satu desa yang direkomendasikan oleh dosen mereka.
Felix mematikan mesin mobilnya, pandangannya kini beralih pada kedua temannya yang tidur dengan posisi saling menyandar.
Ia menyeringai jahil.
"Bangunnnn!" Teriak Felix di telinga Hyunjin, membuat lelaki itu terlonjak kaget.
"Santai apa, Lix." Felix mengangkat bahunya tak acuh, mengambil tas ranselnya yang ada di bangku penumpang depan sebelum berjalan meninggalkan kedua temannya yang masih setengah sadar.
"Eh, ini yang semalem ibunya telepon bapak ya?" Felix membungkuk sopan, senyum ramah ia tunjukkan pada pria paruh baya yang ia kira adalah kepala desa di sini.
"Iya, pak. Saya Felix," ucap Felix seraya membalas jabatan tangan kepala desa itu.
"Saya Kangta, kepala desa di sini."
Di sela pembicaraan Felix dengan Kangta, Hyunjin dan Ryujin datang dengan wajah bangun tidurnya.
"Ah, pak. Ini teman saya namanya Ryujin dan Hyunjin," ucap Felix menunjuk kedua temannya bergantian, Kangta tersenyum ramah.
"Saya Kangta." Ryujin membalas senyuman Kangta tak kalah ramah, kemudian mencubit pinggang Hyunjin yang dengan tidak sopannya menguap di depan pria paruh baya itu.
Hyunjin memekik kecil. "Maaf, pak." Kangta tersenyum maklum, kemudian menuntun ketiga mahasiswa itu memasuki rumah sederhananya.
"Maaf ya rumahnya kecil," ucap Kangta tak enak, "enggak kecil kok, Pak. Malah keliatannya nyaman banget."
Kangta tersenyum, lalu menunjukkan kamar yang akan ditempati Hyunjin dan Felix.
"Pacar saya tidur di mana ya, pak?" Tanya Hyunjin, membuat Felix mendelik tak enak mendengar ucapan temannya itu.
Kangta tergelak, "astaga lucu sekali ya anak zaman sekarang, pacar kamu tidur di kamar sebelah. Tenang saja."
Hyunjin menggaruk tengkuk canggung, ia kemudian mengerling menggoda Ryujin setelah Kangta meninggalkan mereka.
"Perhatian banget 'kan pacarmu ini?" Goda Hyunjin dengan senyum jahil yang malah terlihat menjijikan, Ryujin bergidik ngeri lalu masuk ke kamar yang sudah disiapkan untuknya.
Sementara Hyunjin terkekeh gemas melihat sikap kekasihnya itu, pandangannya kini beralih pada Felix yang menatapnya geli.
"Apa liat-liat? Iri?"
Felix tersenyum remeh, "najis."
————
Sore ini seperti kemarin-kemarin, Ara sudah berada di pinggir danau bersama anjing peliharaan milik neneknya yang diberi nama nugget.
Duduk di atas kursi roda seraya menikmati matahari yang hampir tenggelam. Ara tersenyum dengan mata tertutup, hembusan angin yang bertiup kencang membuat rambut pendeknya sedikit berantakan.
Hingga sebuah tepukan ringan di bahunya, membuat gadis itu langsung membuka matanya dan menoleh.
"Permisi, kami boleh—"
Mendapati tiga orang asing yang tidak pernah ia liat di desa ini sebelumnya, Ara mengernyit heran.
"Penduduk baru ya?" Tanya Ara dengan riangnya, jika mereka benar-benar penduduk baru maka Ara akan dengan senang hati bermain dengan mereka setiap hari.
Karena penduduk di sekitar tempat tinggal neneknya jarang atau bahkan tidak ada anak yang seumuran dengannya, Ara menjadi sukar bersosialisasi dengan para tetangga yang kebanyakan paruh baya.
"A-ara?" Gumam orang asing itu, wajahnya yang terlihat sangat terkejut membuat Ara kembali mengernyit heran.
"Kok kamu bisa tau nama Ara? Kamu dukun ya?" Tanya Ara dengan wajah polosnya, ketiga orang tadi mematung dengan wajah shock.
"K-kenapa? Ara gak jahat kok, beneran deh," ucap Ara yang mengira ketiga orang itu berpikiran buruk tentangnya.
Ryujin, salah satu dari ketiga orang itu segera memeluk Ara dengan sangat erat. Sementara yang dipeluk hanya terdiam dengan wajah terkejut.
"Ara? Ini beneran Ara?" Ryujin mengurai pelukannya, beralih menangkup pipi Ara yang masih terkejut dengan sikap Ryujin.
"Kenapa kamu gak percaya? Kalo gak percaya tanya aja sama nenek, huh ngeselin." Ara menepis tangan Ryujin pelan dengan bibir mengerucut kesal, kemudian mendorong kursi rodanya menjauh dari ketiga orang itu.
"Ayo nugget kita pulang," ajak Ara pada anjing besar yang setia menemaninya menikmati waktu sore.
"I-itu beneran Ara..?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DISSIMILAR
Fanfiction"Maaf, tapi saya sudah tidak menginginkan kamu sejak kamu beranjak remaja." A wattpad story by ©aimmortelle_