Ten menunggu di depan ruang ICU dengan gelisah. Setelah memberi tahu Taeyong bahwa adiknya melakukan percobaan bunuh diri, Ten sama sekali tidak bisa berpikir jernih.
Ia mengira Ara melakukan percobaan bunuh diri karena kalimat yang ia ucapkan kemarin.
"Ten!" Ten menoleh, dan mendapati Taeyong yang tengah berlari ke arahnya dengan wajah panik.
"Gimana keadaan adek gue?" Tanya Taeyong dengan mata berkaca-kaca, ia benar-benar tak menyangka jika adiknya ternyata setertekan itu.
Ten menggeleng lemah, membuat tubuh Taeyong seketika melemas.
Taeyong memejamkan matanya sejenak, menahan rasa sesak yang memenuhi rongga dadanya.
Merasa gagal menjadi seorang kakak karena tidak bisa menjaga dan membela adiknya dari kritikan-kritikan orang lain di luar sana yang membuat sang adik tertekan hingga akhirnya melakukan percobaan bunuh diri.
"Maaf, maafin kakak. Kakak mohon jangan tinggalin kakak.." lirih Taeyong dengan air mata yang perlahan mengalir deras dari pelupuk matanya.
Berbagai pikiran negatif bermunculan di kepala Taeyong. Bagaimana jika adiknya tidak selamat? Bagaimana jika adiknya meninggalkan ia untuk selamanya?
Jika itu benar-benar terjadi, maka Taeyong tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri.
"Taeyong!" Suara pijakan yang terdengar terburu-buru menggema di lorong ruang ICU.
Taeyong perlahan mendongak, menatap kehadiran kedua orang tuanya dengan wajah berderai air mata.
"Gimana? Gimana bisa Ara ngelakuin hal itu?!" Jaejoong mengguncang tubuh Taeyong brutal, kedua matanya yang memerah menunjukkan bahwa ia benar-benar takut kehilangan putri kecilnya.
"T-taeyong gak tau, maaf," ucap Taeyong dengan suara seraknya, Jaejoong yang mendengar jawaban ambigu Taeyong langsung meremas rambutnya frustasi.
Air mata Jaejoong menetes, merasa menjadi ayah paling tidak berguna karena tidak mengetahui kondisi psikis putri kandungnya sendiri.
BoA terduduk di kursi tunggu ruang ICU, wanita paruh baya itu menangkup wajahnya menggunakan kedua tangan dan menangis dalam diam.
Setelah menunggu selama hampir 3 jam, pintu ruang ICU akhirnya terbuka. Menunjukkan seorang dokter yang terlihat cukup muda.
Taeyong, Jaejoong, dan juga BoA serentak mendekat pada dokter muda tersebut dengan raut wajah tak terbaca.
Sementara Ten sudah pamit pulang satu jam yang lalu.
"Bagaimana keadaan putri saya, dok?" Tanya Jaejoong cemas, rasa takut yang menggerogoti dadanya membuat pria itu merasa tak tenang.
Dokter dengan name tag 'Jung Minhwa' itu menarik napasnya sejenak, kemudian menatap Jaejoong dan BoA bergantian.
"Bisa bicara di ruangan saya?"
Belum sempat Jaejoong mengutarakan protesnya, BoA lebih dulu mengusap lengannya dengan lembut.
"Aku aja yang ngomong sama dokter, kamu sama Taeyong jaga Ara," ucap BoA lembut, membuat Jaejoong menatapnya was-was.
"aku ibunya, percaya sama aku." Jaejoong menghela napas pelan, kemudian memilih untuk mengalah dan membiarkan sang istri pergi menuju ruangan dokter Minhwa.
———
"Gimana keadaan Ara, dok?" Tanya BoA tak sabaran, dokter Minhwa menatap wanita paruh baya itu sekilas kemudian menatap selembar kertas di tangannya.
"Puji Tuhan, pasien masih diberikan umur oleh Yang Maha Kuasa. Namun-"
"Pasien mengalami cedera yang lumayan parah pada kakinya, dan hal itu membuat pasien mengalami kelumpuhan."
BoA tertegun.
"Juga karena benturan yang sangat keras di kepalanya, kemungkinan besar pasien akan mengalami amnesia retrograde, di mana penderita tidak bisa mengingat informasi atau kejadian di masa lalu. Gangguan ini bisa dimulai dengan kehilangan ingatan yang baru terbentuk, kemudian berlanjut dengan kehilangan ingatan yang lebih lama, seperti ingatan masa kecil."
"Apa amnesia retrograde bisa sembuh?"
"Bisa, namun kemungkinan pasien untuk sembuh dari amnesia-nya sangat kecil."
BoA menunduk, membuat Dokter Minhwa menatapnya prihatin.
"Boleh saya minta tolong sama dokter?" Tanya BoA ragu. Sementara Dokter Minhwa menaikkan satu alisnya, mempersilahkan BoA untuk melanjutkan ucapannya.
"Jika dalam kurun waktu dua hari ini putri saya tidak kunjung siuman, tolong katakan pada suami dan putra saya kalau Ara sudah meninggal."
Dokter Minhwa membelalak, selama beberapa tahun menjadi dokter. Tak pernah sekalipun ia menemukan kerabat pasien yang memintanya untuk berbicara seperti itu.
"Maaf, saya tidak bisa."
BoA menatap Dokter Minhwa dengan tatapan memohon. "Saya mohon, saya janji akan memberikan berapapun yang dokter mau."
Dokter Minhwa menggeleng tegas. "Maaf, tapi saya benar-benar tidak bisa."
BoA memejamkan matanya sejenak, merasa kesal karena dokter di hadapannya itu begitu angkuh.
"Berapapun yang anda inginkan."
BoA kemudian mengeluarkan secarik kertas dari dalam tasnya, "tulis nominal yang dokter inginkan, berapapun."
Dokter Minhwa meneguk salivanya susah payah. Sial! Kertas itu benar-benar menggodanya.
"Fine."
Kelumpuhan atau paralisis adalah kondisi ketika satu atau beberapa bagian tubuh tidak dapat digerakkan. Kondisi ini dapat disebabkan oleh gangguan pada otot atau saraf, akibat cedera atau penyakit tertentu.
Amnesia atau hilang ingatan adalah gangguan yang menyebabkan seseorang tidak bisa mengingat fakta, informasi, atau kejadian yang pernah dialaminya. Gangguan daya ingat pada penderita amnesia bisa ringan atau berat hingga mengganggu kehidupan penderitanya.
Berasa jadi sutradara azab anjir 😌
KAMU SEDANG MEMBACA
DISSIMILAR
Fanfiction"Maaf, tapi saya sudah tidak menginginkan kamu sejak kamu beranjak remaja." A wattpad story by ©aimmortelle_