Ara baru sampai di rumah saat jam menunjukkan pukul sembilan malam, karena ia dan beberapa anggota UKM modern dance lainnya harus kembali berlatih untuk acara festival kampus yang akan diadakan beberapa minggu lagi.
Ara menunduk saat tatapan tajam BoA menyambut kepulangannya, gadis itu berjalan mendekati sang ibu dengan kepala menunduk.
"Masih inget jalan pulang ternyata," sindir BoA dengan senyum sinisnya membuat Ara semakin menundukkan kepalanya takut.
Takut jika sang ibu akan kembali menamparnya seperti beberapa hari yang lalu, saat ia pulang larut karena tugas kelompok.
"M-maaf, Ara latihan dulu soalnya ada festival kampus bulan depan," cicit Ara, sementara BoA yang mendengar penjelasan sang putri hanya menggidik acuh.
"Kayaknya kakak kamu gak pernah pulang sampe jam segini walaupun ada acara kampus, kalaupun ada dan mendadak dia bakal izin dan lebih milih nginep di rumah temennya."
BoA berbalik meninggalkan Ara yang terdiam mematung di tempatnya, dan sebelum benar-benar masuk ke dalam kamar. Wanita paruh baya itu menggumamkan kalimat yang berhasil membuat Ara merasakan sesak luar biasa.
"Mama nyesel tau gak udah mempertaruhkan nyawa untuk anak gak tau diri kayak kamu."
———
"ARA FOKUS! INI UDAH KALI KELIMA TEAM LO NGULANG, KALO EMANG LO GAK NIAT LATIHAN GAK USAH LATIHAN SEKALIAN DARIPADA BIKIN TEAM LO KACAU KAYAK GINI!" Bentak Ten membuat Ara langsung menundukkan kepalanya takut.
Tubuh Ara bergetar hebat, tak menyangka kakak tingkat yang selama ini ia kenal sebagai orang yang sangat lembut kini membentaknya sangat kasar.
Sedari awal latihan dimulai, Ara memang sudah tidak fokus hingga ia kerap kali membuat kesalahan dan teamnya juga mau tak mau harus mengulang dance dari awal.
Memikirkan ucapan sang ibu tadi malam berhasil membuatnya berantakan.
"M-maaf, Kak."
Ten mendecak kencang kemudian menatap Ara dengan tatapan sinisnya. "Minta maaf untuk kesalahan yang nanti bakal lo ulangin lagi maksudnya?"
Ryujin yang berada di sebelah Ara langsung mengusap bahu gadis itu dengan lembut ketika isakan kecil mulai terdengar.
"DIGITUIN AJA NANGIS, MENTAL TEMPE BANGET DEH ANAK JAMAN SEKARANG!" Ten melepas topi yang bertengger di kepalanya kemudian melemparnya kesembarang arah.
Hening, tak ada satupun yang berani membuka suara. Bahkan Lisa yang notabene wakil ketua UKM modern dance sama sekali tak berani membuka suaranya.
Ten menarik napas panjang, siap untuk kembali mencaci maki Ara yang sudah pasrah menerima seluruh umpatan dari kakak tingkatnya itu.
"Heran gue sama lo, kakak lo si Taeyong kayaknya jago banget nge-dance. Kenapa adeknya malah amburadul kayak gini."
Ara mengeratkan kepalan tangannya ketika Ten mulai membanding-bandingkan ia dengan Taeyong yang notabene kakak kandungnya sendiri.
Iya, Ara tahu kalau seorang Taeyong memang sangat sempurna.
Ucapan seperti itu sudah sangat sering Ara dengar. Mulai dari nilai akademik sang kakak yang memang selalu di atas rata-rata, juga visualnya yang bisa dibilang sempurna, kemampuan rapp dan dance yang juga tidak bisa dianggap remeh.
Tapi apa pantas membandingkan seorang kakak dan adik yang jelas mempunyai kekurangan dan kelebihan berbeda?
"Ck, udahlah—"
"Saya mengundurkan diri," putus Ara, kemudian melempar topi berwarna merah yang menjadi saksi bisu bahwa ia sudah bekerja keras sebagai anggota modern dance kesembarang arah.
Gadis itu mengambil tas ransel miliknya yang berada di sudut ruang latihan dengan kasar. Kemudian berjalan meninggalkan ruang latihan modern dance dengan langkah penuh emosi, mengabaikan puluhan pasang mata yang menatapnya iba.
———
Ara berjalan memasuki rumah yang sudah ia tinggali sejak kecil dengan langkah malas, kondisi gadis itu terlihat sangat kacau dengan mata sembab dan rambut acak-acakan.
"Dek, lo kenapa?" Taeyong dan beberapa temannya yang berada di ruang tengah langsung menoleh ke arah Ara ketika mendengar suara pintu utama yang ditutup dengan kasar.
"Bukan urusan lo," balas Ara ketus, Taeyong mengernyit lalu beranjak mendekati sang adik yang tengah berniat menaiki tangga.
"Kenapa? Ada masalah?" Tanya Taeyong seraya menarik bahu Ara hingga gadis itu menghadap ke arahnya.
Jangan lupakan tatapan teman-teman Taeyong yang mengarah pada sepasang kakak-adik itu.
"Gue benci lo, Taeyong," ucap Ara penuh penekanan, sebelum menepis tangan Taeyong yang bertengger di kedua bahunya dengan kasar dan berlari masuk ke dalam kamarnya.
"DEK!"
Ara masih dapat mendengar teriakan sang kakak yang terdengar frustasi ketika mendapati sikapnya yang sangat tak biasa.
Ara mengunci pintu kamarnya, gadis itu lalu mendudukkan tubuhnya di sisi ranjang dengan tatapan yang mengarah pada cermin meja rias yang berada di hadapannya.
Tanpa sadar Ara berjalan ke depan cermin tersebut, mengusap pantulan wajahnya di cermin itu dengan senyum miris di bibirnya.
"LO GAK PANTES HIDUP DI DUNIA INI, CHAYARA!" Teriak Ara frustasi.
Gadis itu melampiaskan emosinya dengan memukul cermin di hadapannya hingga hancur berkeping-keping diikuti dengan darah yang mengalir deras dari kepalan tangannya.
Ara mengambil salah satu kepingan kaca yang pecah. Lalu menggores sisi tajam beling itu pada pergelangan tangannya, berharap beling tersebut berhasil memutus nadinya.
"Chayara gak akan pernah pantes untuk dicintai.." ucap Ara lirih, tubuhnya terasa sangat lemas karena darah di tubuhnya terus mengalir keluar.
Dan sebelum kesadarannya benar-benar hilang, Ara dapat mendengar suara pintu kamarnya yang dibuka secara paksa dari luar.
![](https://img.wattpad.com/cover/234141768-288-k554482.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DISSIMILAR
Fanfiction"Maaf, tapi saya sudah tidak menginginkan kamu sejak kamu beranjak remaja." A wattpad story by ©aimmortelle_