10

7.6K 1.6K 318
                                    

Taeyong menatap gundukan tanah di depannya dengan tatapan kosong, air matanya sudah berhenti mengalir sejak beberapa jam yang lalu.

Namun rasa sesak di dadanya tak kunjung mereda, membuat Taeyong memutuskan untuk tetap berada di sana sedikit lebih lama.

"Ara, kakak masih berharap. Berharap kalo yang ada di dalam sini bukan kamu, berharap kakak masih punya satu kesempatan untuk memperbaiki kesalahan kakak."

"Taeyong," panggil BoA membuat Taeyong mendecak keras. Lelaki itu menengadah, mendapati BoA dengan mata sembabnya dan Jaejoong yang berada di samping wanita itu.

"Mama mau ngomong sama adek, sebentar aja."

Taeyong menghela napas lalu beranjak, mengabaikan betisnya yang mati rasa Taeyong memutuskan untuk berdiri di sebelah sang papa.

BoA tersenyum pahit, "hai adek, ini mama. Maafin mama yang gak pernah adil sama adek selama ini."

BoA melirik Taeyong dan Jaejoong melalui ekor matanya. Wanita itu tersenyum kecil, senyuman yang terlihat sinis.

"Maaf selalu bandingin adek sama kakak, padahal setiap orang itu punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kayak kata adek dulu."

"Maaf juga mama gak pernah peduli sama adek, mama nyesel gak pernah ngabisin waktu sama anak gadis mama."

"Maafin mama yang selalu egois, mama sayang adek."

Tangis Taeyong kembali pecah ketika mendengar ucapan demi ucapan yang keluar dari mulut BoA.

Taeyong tahu BoA juga sama terpukulnya dengan ia dan Jaejoong, walau Jaejoong tak terlalu menunjukkannya.

Tapi jauh dalam lubuk hati Jaejoong, ia juga merasa sangat terpukul. Terlebih Jaejoong adalah keluarga yang paling dekat dengan Ara.

"Papa juga sayang banget sama putri kecilnya papa dan selamanya akan begitu, walaupun Ara udah gak ada di sisi papa lagi."

Jaejoong berlutut di sebelah BoA, kemudian mengecup lama batu nisan dengan nama sang putri yang tertulis di atasnya.

"Papa pulang ya, sayang. Semoga Ara bahagia di sana," ucap Jaejoong seraya mengusap batu nisan putri kesayangannya dengan seulas senyum sendu.

Pria paruh baya itu beranjak, pergi meninggalkan makam itu dengan sang istri yang terlihat linglung. Sementara Taeyong tetap pada posisinya.

Beberapa menit kemudian Taeyong menghela napas berat, mengecup batu nisan Ara seperti yang dilakukan ayahnya tadi dengan air mata yang kembali menetes dari kedua sudut matanya.

"Kakak pulang dulu ya, kesayangannya kakak. Kakak usahain bakal kesini setiap hari."




DISSIMILARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang