25

4.3K 1.1K 74
                                    

BoA terkesiap, wajahnya memerah dengan kedua tangan terkepal erat. "Kamu gila?! Kamu ngajuin surat cerai tanpa diskusi sama aku cuma karena dua perempuan sialan kayak mereka?!"

"Otak kamu di mana, Jaejoong?!" Teriak BoA murka. Taeyong terkekeh miris melihat tingkah wanita yang telah melahirkannya itu.

Jaejoong menghela napas berat. "Otak kamu yang di mana, BoA. Gimana bisa kamu berpikir untuk malsuin kematian ibu dan anak kandung kamu sendiri."

"ITU KARENA KAMU NGGAK PERNAH MERHATIIN AKU SEMENJAK ANAK SIALAN ITU LAHIR!"

BoA menggeram marah, ia maju beberapa langkah mendekati Taeyong yang menggendong Ara.

Taeyong yang merasa gerak-gerik BoA mencurigakan spontan mundur beberapa langkah. Mata elangnya semakin menajam seolah memberi peringatan agar BoA tidak menyakiti adiknya.

"Kamu mau apa, hah? Mau nyakitin Ara lagi? Kamu pikir saya akan ngebiarin kamu nyentuh adik saya begitu aja? Nggak. Bahkan seujung kuku pun saya nggak sudi adik saya disentuh kamu." Taeyong berujar penuh penekanan.

Pergerakan BoA langsung terhenti setelah Taeyong merampungkan kalimatnya. Perlahan namun pasti, cairan bening di pelupuk matanya mengalir dengan deras.

"Taeyong, ini mama. Mama yang ngelahirin kamu, jadi nggak seharusnya kamu belain adik gak tau diri kamu itu." BoA berusaha menahan suaranya agar tidak bergetar.

Taeyong mengeratkan rahangnya. "Nenek juga ngelahirin mama. Jadi nggak seharusnya mama malsuin kematian nenek, bikin nenek jauh dari Taeyong dan papa cuma karena rasa iri, 'kan?"

"Jadi siapa yang nggak tau diri di sini?" Lanjut Taeyong sarkas.

BoA menggeleng pelan, kedua tangannya semakin terkepal erat seolah tidak percaya bahwa anak sulungnya itu akan membalikkan perkataannya dan membuatnya kalah telak.

Sebelum BoA berulah lebih jauh, Jaejoong segera berkata. "Udah lah, kamu nggak perlu bikin drama nangis-nangis lagi. Kalau kamu memang masih mau tinggal di rumah ini, biar kita yang pindah."

Taeyong mengangguk setuju, sementara Ara dan Sunghee hanya diam mendengarkan.

Perasaan kedua perempuan beda generasi itu campur aduk. Terlebih Ara, ia tidak menyangka wanita yang mengaku sebagai orang yang menabraknya itu ternyata adalah ibu kandungnya.

———

Setelah berdebat setelah hampir 2 jam lamanya, Jaejoong akhirnya memutuskan untuk meninggalkan rumah lamanya. Mengajak kedua anaknya juga ibu mertuanya tinggal di apartement miliknya untuk sementara waktu.

"Ara nggak apa-apa 'kan tinggal di apartement papa dulu beberapa hari?" Tanya Jaejoong yang sedang berlutut di hadapan Ara dengan senyum lembutnya.

Ara mengangguk senang. "Apartement papa gede banget, nyaman juga. Ara mau tinggal di sini aja boleh?"

Jaejoong terkekeh pelan. Tangannya meraih kedua tangan Ara untuk digenggam.

"Papa udah minta tolong sama asisten papa untuk cari rumah yang lebih nyaman untuk Ara. Apartement ini cuma untuk kita tinggalin sementara waktu," jelas Jaejoong tanpa melunturkan senyumnya.

Mendengar ucapan sang papa, Ara lantas memajukan bibir bawahnya. "Tapi di sini udah cukup kok, pa. Nenek sama kakak juga 'kan nggak protes tinggal di sini aja."

"Tapi papa yang protes kalo kalian tinggal di sini. Papa mau kalian lebih nyaman dan aman di rumah baru nanti. Katanya Ara juga masih mau pelihara nugget?"

"Memang kalo di sini nggak bisa pelihara nugget, pa? Apartement ini 'kan gede juga, pasti muat kok," balas Ara tak mau kalah.

"Nanti kalo misalnya ada tetangga yang keganggu sama suara atau kehadiran nugget gimana? Kalo di rumah 'kan bisa lebih bebas."

Ara menundukkan kepalanya lesu, beberapa menit kemudian gadis itu mengangguk pelan. "Ya udah deh, pa. Ara mau pindah."

Jaejoong tersenyum puas mendengar ucapan Ara, pria berumur 45 tahun itu kemudian bangkit dan mengecup kening Ara penuh kasih sayang.

Sementara gadis itu kembali tersenyum riang mendapat kecupan penuh kasih dari sang papa, kedua tangannya lantas terulur memeluk tubuh Jaejoong erat.

"Papa sayang banget sama Ara, jangan pernah tinggalin papa lagi ya sayang," bisik Jaejoong, membalas pelukan putri kecil kesayangannya.

"Oh, jadi gitu. Ara doang yang disayang, Taeyong enggak?!"

DISSIMILARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang