"Maaf kami sudah berusaha semampu kami, namun sepertinya Tuhan lebih menyayangi pasien. Pasien dinyatakan meninggal dunia pada hari rabu tepatnya pukul 10.00 pagi hari ini. Kami semua turut berduka atas kepergian pasien."
Taeyong menggeleng. Tidak, tidak mungkin Ara meninggal. Adiknya tidak mungkin meninggal, adiknya adalah gadis yang kuat.
Jaejoong menunduk dengan air mata yang menetes deras di pipinya, sementara BoA sudah terduduk lemas di depan ruang ICU.
Tak lama kemudian beberapa suster yang kemarin merawat Ara keluar, mendorong brankar Ara menuju ruang jenazah.
Taeyong menerobos masuk, mendorong para suster yang baru selesai menutup seluruh tubuh Ara dengan kain putih polos.
"Keluar," titah Taeyong tak mau dibantah, membuat suster-suster itu segera meninggalkan Taeyong dan Ara yang terbujur kaku di atas brankar.
Taeyong terdiam ketika melihat sang adik yang terbaring kaku dengan kain putih yang menutupi seluruh tubuh sampai wajahnya.
Perlahan, Taeyong membuka kain putih yang menutup wajah pucat Ara dengan tangan gemetar.
"Maaf," bisik Taeyong dengan suara sangat lirih, "maafin kakak."
Napas Taeyong mulai tak beraturan, rasa sesak yang mulai memenuhi rongga dadanya membuat ia tak dapat bernapas dengan baik.
"Maafin kakak, kakak mohon bangun.." Taeyong terisak lirih, tangan kekarnya mencengkram sisi brankar Ara sebagai pengalihan emosinya.
"ARA BANGUNNNN!" Teriak Taeyong frustasi, lelaki itu bahkan tanpa sadar mengguncang tubuh Ara dengan kasar. Berharap semua ini hanyalah halusinasi semata.
Namun ketika netranya melihat mata terpejam dan bibir pucat Ara, harapan itu seakan pupus.
Ara sudah tidak ada.
Adiknya meninggalkannya.
Rahang Taeyong mengeras, ia marah pada dirinya sendiri karena tidak berhasil menjaga adiknya dengan baik, juga merasa gagal menjadi kakak yang baik untuk Ara.
Harusnya Taeyong tidak tinggal diam jika BoA atau orang lain merendahkan dan membanding-bandingkan Ara dengan dirinya.
Harusnya Taeyong yang selalu berada di sisi Ara dalam masa-masa terpuruk adiknya.
"Jangan tinggalin kakak, kakak mohon bangun. Kasih kakak satu kesempatan untuk memperbaiki kesalahan kakak."
Tangisan Taeyong kian mengencang, membuat siapapun yang mendengar itu juga dapat merasakan kepedihan mendalam yang Taeyong rasakan.
Taeyong terus mengguncang tubuh Ara dengan frustasi, berharap dengan itu adiknya mau kembali membuka mata. Dan memberinya satu kesempatan untuk menjadi kakak yang lebih pantas untuk Ara.
"Kakak janji bakal marahin orang-orang yang selalu ngerendahin Ara, kakak janji bakal jagain Ara, kakak janji bakal turutin semua kemauan Ara. Tapi kakak mohon bangun Chayara.."
"CHAYARA BANGUNNN, hiks.."
Tubuh Taeyong melemas, lelaki itu terduduk di lantai samping brankar Ara. Memeluk kedua lututnya seraya berdoa pada Tuhan agar mengembalikan adik kecilnya.
Pintu ruang jenazah terbuka, menunjukkan Jaejoong dan BoA dengan mata sembabnya.
"Taeyong." Suara lembut BoA memasuki indra pendengaran Taeyong, lelaki itu mendongak. Menatap sang ibu dengan tatapan kebencian.
"Semua gara-gara mama! Kalo aja mama gak bandingin Taeyong dan Ara, adik aku pasti masih ada di sini!"
BoA terisak pelan, lalu beralih menatap Ara yang terbaring kaku dengan wajah pucatnya.
"Adek.. maafin mama," bisik BoA di telinga Ara. Taeyong yang melihat itu segera bangkit dan mendorong bahu sang ibu, menyuruh wanita paruh baya itu keluar.
"Keluar, mau mama nangis darah sekalipun itu udah gak ada artinya lagi," ucap Taeyong dengan kedua tangan mengepal marah.
BoA menunduk, menggenggam tangan Taeyong yang mengepal dengan lembut.
"Taeyong, mama mau minta maaf sama putri mama. Cuma itu."
Taeyong mendecih jijik.
"Cih, anak mama? Mama bahkan gak pernah anggap adik aku sebagai anak mama," ucap Taeyong sarkas, membuat tangisan BoA terdengar semakin kencang.
"Mama mohon.. mama mau ngomong untuk yang terakhir kalinya sama putri kecil mama."
Taeyong mendengus, lalu berjalan meninggalkan kedua orang tuanya di ruangan itu.
BoA beralih menatap Jaejoong sendu, "tolong tinggalin aku sendiri, aku mau minta maaf sama anakku.."
Jaejoong menatap BoA datar sebelum meninggalkan sang istri yang menangis tersedu di sebelah brankar Ara.
Merasa Taeyong dan Jaejoong sudah benar-benar meninggalkan ruangan itu, BoA dengan cepat menghapus air matanya kemudian menatap Ara dengan senyum sinisnya.
"Maaf. Tapi saya sudah tidak menginginkan kamu sejak kamu beranjak remaja."
Fiks, besok debut jadi sutradara azab 😌👍🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
DISSIMILAR
Fanfiction"Maaf, tapi saya sudah tidak menginginkan kamu sejak kamu beranjak remaja." A wattpad story by ©aimmortelle_