Chapter 16

139 11 8
                                    

Sudah satu jam Elsyra menunggu di tempat ia terjatuh. Rumah warga di desa terbilang cukup jauh antara satu dengan yang lainnya, sehingga Elsyra merasa tidak perlu repot-repot untuk berteriak meminta bantuan karena ia ragu jika suaranya akan terdengar.

Tubuh mungilnya yang tidak berhenti bergetar karena diterpa udara malam yang dingin membuat ia memeluk dirinya sendiri dengan erat. Belum lagi rasa nyeri di sekujur kakinya yang menambah buruk keadaan. Mulai dari lutut hingga jari kaki, semakin lama semakin terasa sakit.

Elsyra meratapi nasibnya yang sial. Dia merasa bodoh banget bisa jatuh dan terluka seperti ini cuma gara-gara lari dari Josep. Sebenernya apa yang membuat Josep berubah secara drastis seperti itu sih? Apa memang sifat aslinya abusive dan baru keluar belakangan?? Heran.

Semakin dipikir, semakin memuncak rasa kesal Elsyra terhadap keadaan buruk yang menimpanya sekarang. Dia berusaha membohongi dirinya sendiri bahwa dia mampu bertahan sampai pagi kalau-kalau tidak ada yang mencarinya. Tapi dinginnya angin malam meruntuhkan sugesti yang sudah ia bangun susah-susah tersebut.

"Ah kenapa sih dingin banget?!" Keluhnya setengah menangis. "Udah gitu kaki gue ngilu lagi, ih sumpah deh!! Huaa mamaaa Rara mau pulang aja, gak mau lanjut live in huaaaaaa!!"

Isak tangis bercampur makian lolos begitu saja dari mulut Elsyra. Karena makiannya tidak senonoh dan melenceng dari image kalemnya Elsyra jadi lebih baik tidak dituangkan ke sini.

"Elsyra?" Seru seseorang dari atas tempatnya terjatuh. Orang tersebut menyorotkan lampu senter ke arah Elsyra. Karena terhalang cahaya, maka Elsyra tidak bisa melihat wajah orang tersebut dengan jelas. 

"Tunggu di sana!" Perintah orang tersebut yang kemudian langsung turun menghampiri posisi Elsyra. Orang tersebut terlihat terengah-engah seperti habis berlari. Setelah orang tersebut berada di hadapan Elsyra, barulah ia bisa melihat wajah laki-laki tersebut dengan jelas.

"Frater?" Elsyra mengejapkan matanya beberapa kali. "Frater Damian?"

"Iya ini gue," Jawab laki-laki tersebut. "Lo gak apa-apa? Kenapa bisa ada di sini?"

Tanpa menjawab pertanyaan Damian, Elsyra reflek memeluk Damian dengan erat sambil menangis. Yang dipeluk pun hanya bisa mematung dengan terkejut.

"Huaaaaa, aku takut banget kalau sampai pagi aku terjebak di sini dan gak bisa pulang." Isak Elsyra tanpa melepaskan pelukannya dari tubuh Damian. "Aku mau hubungin orang buat minta bantuan, tapi gak ada sinyal sama sekali. Udah gitu aku gak tau ini dimana karena gelap, huaaaa!!"

Mendengar isak tangis Elsyra tersebut, Damian merasa iba atas kejadian yang menimpa Elsyra. Ia sadar betul pasti Elsyra benar-benar ketakutan sendirian di tengah hutan seperti ini. Tanpa sadar tangan Damian perlahan bergerak untuk mendekap tubuh mungil Elsyra, sekedar mengelus punggung perempuan yang sedang menangis dipelukannya tersebut agar lebih tenang.

"Udah gak apa-apa, jangan nangis lagi.." Ujar Damian dengan lembut. Beberapa saat mereka terdiam dalam posisi saling mendekap seperti itu sebelum kemudian Damian melepaskan dekapan mereka. Damian melepaskan jaket yang ia kenakan kemudian melingkarkannya di badan Elsyra. "Ayo kita balik, banyak yang cariin lo nih."

Elsyra hanya bisa mengangguk lemah kemudian berusaha berdiri. Tapi saat dia berusaha untuk bangun, nyeri di lutut kirinya membuat ia memekik kesakitan.

"Kenapa? Ada yang luka?" Tanya Damian dengan paniik.

"Iya kayaknya kaki aku kekilir deh gara-gara jatuh.." Elsyra menjawab dengan lemah. "Boleh pelan-pelan aja gak jalannya Frater?"

"Gini aja," Ujar Damian kemudian berjongkok di hadapan Elsyra. "Cepet naik biar gue gendong."

Elsyra menggeleng kuat-kuat. "Gak usah Frater, aku masi bisa jalan."

"Ini udah jam berapa coba? Kalo jalannya pelan-pelan lagi nanti keburu subuh baru kita sampai. Kasian guru-guru sama warga desa lain yang ikut nyari."

Elsyra terlihat ragu-ragu sedikit tetapi kemudian menyetujui saran Damian. Ia melingkarkan tangannya di pundak Damian kemudian perlahan-lahan naik ke punggung Damian. 

Entah kenapa Damian menyukai perasaan disaat Elsyra melingkarkan tangannya di pundaknya. Perasaan yang sama seperti saat Elsyra memeluknya tadi. Diam-diam Damian tersenyum saat ia menggendong Elsyra. 

"Btw kenapa bisa jatuh di sini?" Tanya Damian sambil berjalan kembali ke aula desa. "Ini tuh jalan mau ke sungai. Emang agak curam gitu, tapi di depan sana ada tangga buat naik ke jalanan utama di atas."

"Tadi kepeleset aja sih karena gelap jadi gak keliatan jalurnya." 

"Terus sakit banget engga kakinya?" Damian menoleh ke belakang.

Elsyra menggeleng pelan. "Lumayan sakit sih tapi aku masi bisa tahan kok."

"Puji Tuhan kalo lo gak kenapa-kenapa. Yaudah, tunggu sebentar ya kita ke aula desa dulu. Ibu lo dan yang lainnya ada di sana."

Elsyra hanya menjawab perkataan Damian tersebut dengan menangguk. Dia sudah sangat lelah dan ingin cepat-cepat sampai ke rumahnya untuk beristirahat. Ia meletakkan kepalanya di bahu Damian dengan tujuan untuk memejamkan matanya barang sejenak. 

Dengan jarak yang begitu dekat seperti ini, Elsyra dapat mencium aroma shampoo Damian dengan jelas. Wangi maskulin milik Damian yang lembut begitu memanjakan indra penciumannya sehingga tanpa sadar Elsyra bergumam dengan pelan.

"Frater wangi ya. Wanginya enak aku suka."

Tentu saja sepelan apapun suara Elsyra saat itu pasti terdengar jelas oleh Damian. Apa lagi Elsyra bergumam tepat disamping telinganya seperti sekarang. Ucapan random Elsyra barusan sukses membuat Damian mematung. Damian dapat merasakan aliran darahnya yang naik dan membuat wajahnya memanas.

"Eh? Ngomong apa lo barusan?!" Pekik Damian dengan wajah yang sudah tampak seperti kepiting rebus. "Jangan aneh-aneh atau gue lempar lo ke sungai yang di sana?"

"LAH?! Emangnya aku ngomong apa?!" Seru Elsyra yang tidak terima. "Aku kan cuma bilang Frater wangi?? Emangnya aku salah??? Maunya dibilang bau gitu kayak kambing?"

"Ck, bocah gatau diri. Udah ditolongin malah ngatain."

"Kok jadi aku yang gatau diri sih?! Kan yang ngamuk duluan Frater, ish!!!"

"Dah diem, bawel. Ngoceh sekali lagi beneran gue ceburin ke sungai."

Elsyra mendengus. Cih, salah dia dimana lagi coba??? Kenapa sih Frater ini moodswings banget?! Sebentar-sebentar baik kayak malaikat, sebentar lagi ngomel-ngomel, kadang juga tingkahnya ada-ada aja dan iseng. Ah gak taulah! Elsyra mau merem aja hingga mereka sampai ke aula desa. Sudah gak ada tenaga ribut sama Damian malam ini.

Menyadari Elsyra yang sudah diam saja, barulah Damian bisa mengontrol detak jantungnya. Haduh, anak ini benar-benar bisa bikin orang tewas di tengah hutan gara-gara serangan jantung! Keterlaluan!!

 ✨ ✨ ✨

942 words
Friday 9 July 2021

helo gue abis uas jadi baru update. otak hati dan pikiran gue terkuras sama uas semester 4. dahlah nangis aja gue.

the sinner,
me yang mengcapek abis uas :')


Forbidden LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang