Chapter 1

750 41 6
                                    

Author POV

Rumah keluarga Wijaya selalu ramai saat menjelang Natal atau Paskah. Sudah sewajarnya begitu karena semua anggota keluarga mereka berkumpul di dalam rumah kediaman Daniel Wijaya. Wangi manis dari kue-kue kering yang istrinya panggang, juga suara tawa lucu dari anak-anaknya yang bermain dengan saudara sepupu mereka yang lain menggema di ruang keluarga, menemani suasana Natal tiap tahunnya.

"Abang, coba bantu mama sini." Ujar Nicole sambil menggotong dua loyang kue coklat kering. "Masukkin ini ke toples dong. Ayah suka kan sama kue coklat, jadi pas ayah pulang nanti kuenya sudah rapi."

"Duh manis banget ma, gigi ayah gak rontok ni makan yang manis-manis terus?" Anak ke dua sekaligus putri pertama Daniel, Daisy, mencomot satu kue coklat tersebut.

"Eits siapa suruh lo makan? Gak denger tadi mama bilang ini buat ayah?" Ujar Damian sambil memasukkan kue-kue tersebut ke dalam toples. "Sana gih, ntar gendut kalo kebanyakan makan."

"Ah abang pelit banget sih. Lagian itu banyak kok!"

"Kok lo nyolot?"

"Dih lo gak sih bang yang pelit?!"

"Mau berantem lagi apa mama geprak pake loyang panas?"

Seketika dua-duanya diam, tidak ada yang berani menyahuti ucapan mamanya karena takut dipukul pakai loyang kue.

"Abang ini, udah kelas 12 bukannya pikirin universitas kek malah sibuk ganggu adiknya terus. Haduh.."

"Udah kok ma, abang udah nentuin mau masuk universitas apa sama jurusan apa."

Mamanya menoleh, berhenti sebentar dari kegiatan memanggang kuenya yang sibuk. "Oh ya? Mau masuk jurusan apa bang?"

"Abang mau masuk sekolah Seminari aja ma, biar kalau lulus jadi Pastor aja." Ujar Damian sambil tersenyum.

🍀🍀🍀

"Abang sudah selesai menulis surat permohonan masuk sekolah Seminari?" Nicole masuk ke kamar Damian tanpa mengetuk. "Ini mama bawakan materainya."

"Terimakasih mama," ucap Damian sambil tersenyum. Damian kemudian mengoleskan lem dan menempelkan materai tersebut pada surat lamarannya sebelum dia tandatangani.

Ternyata untuk masuk sekolah tinggi Seminari lebih rumit daripada daftar di sekolah biasa. Bayangkan, seseorang harus membuat surat lamaran (atau permohonan) bermaterai, yang secara terang dan jelas menyatakaj bahwa siswa yang membutuhkan sekolah seminari bukan sebaliknya seperti sekolah-sekolah pada umumnya yang membutuhkan siswa. Belum lagi berbagai berkas yang harus didapatkan di Gereja dengan persetujuan tanda tangan oleh Pastor Paroki*.

"Abang beneran mau masuk sekolah Seminari?" Nicole mengusap punggung Damian dengan sayang.

"Benar ma, abang sudah yakin." Jawab Damian dengan mantab.

"Gimana kalo abang berhenti di tengah-tengah nanti?"

Damian tertawa. "Gak lah maa, abang udah yakin sama panggilan hidup abang. Jadi gak ada tuh yang namanya berhenti di tengah-tengah. Abang mau melayani Tuhan dengan sungguh."

"Tetep aja, mama juga pengen punya menantu yang cantik dari kamu." Mata mamanya mulai berkaca-kaca. "Kalo kamu jadi Pastor artinya kamu gak boleh menikah, bang. Sayang-sayang wajah ganteng mu."

"Duh elah, mama apasih. Jangan bikin Damian ketawa malem-malem deh." Damian mengambil sehelai tissue dan mengelap air mata mamanya. "Kalo udah Tuhan yang manggil hidup Damian untuk melayani sebagai imam, mau gak mau mama harus iklas. Lagian masih ada Devano sama Davano yang bisa kasih mama menantu cantik kan?"

Forbidden LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang